19.Fakta kecil

19.5K 1.5K 30
                                    

Delano berhasil dibawa kabur oleh Alord didalam gua gelap. Setidaknya mereka jauh dari kerumunan perang. Alord menghela berat. Nafasnya tampak tampak terengah-engah karena lari dari kejaran musuh. Sungguh Amertha sialan. Beraninya mereka membantu Kerajaan Cov secara licik.

Mata Alord tertuju pada Rajanya. Yang mengkhawatirkan saat ini tentu saja keadaan Delano. Panah masih menancap didadanya. Tangan Alord terulur untuk mencabut benda runcing itu.

Berhasil.

Tapi sayangnya apakah ini saja cukup? Muka Alord seketika pucat karena ia baru sadar Delano telah banyak kehilangan darah selama kabur. Pantaskah jika sekarang ia memikirkan sesuatu yang buruk?

Alord bingung, entah apa yang harus dilakukan disaat seperti ini.

Tap, tap, tap, tap.

Suara langkah membuat perhatian Alord teralihkan. Ia was-was sampai susah bernapas. Meneguk ludah, Alord memincingkan mata dengan suara yang kian terdengar mendekat.

"Cari mereka sampai ketemu!"

Sial. Pasukan Amertha mengejar mereka sampai kesini. Alord kian panik tidak seperti biasanya. Lelaki tersebut ancang-ancang memegang pedang— hendak menyerang jika pasukan Amertha masuk ke gua.

"Arrrgh!"

Dentuman pedang dan teriakan terdengar jelas diluar sana. Gesekan dari berbagai besi juga tak kalah nyaringnya. Seperti gaduh dan berisik hingga membuat Alord keluar karena penasaran apa yang terjadi. Ia mengintip sedikit. Karena bisa bahaya jika sampai ketahuan.

"Haaaaah." Alord menghela napas lega setelah mengetahui apa yang terjadi.

Syukurlah Dewi Fortuna masih berpihak kepadanya. Dilan dan pasukan bala bantuan datang membunuh beberapa pasukan Amertha yang mengejar. Segera saja Alord keluar dari tempat persembunyiannya agar Dilan tahu ia ada disana.

Melewati tubuh-tubuh bersimbah darah. Dilan menghampiri Alord dengan pedang yang masih ia pegang.

"Dimana Kakak ku?"

"Yang Mulia ada didalam, Pangeran. Ia terluka cukup parah karena diserang panah dari Amertha."

Saat masuk ke gua, Dilan langsung menyuruh para medis memberi pertolongan sebisa mungkin sebelum Kakaknya itu dibawa kembali ke Altair.

Firasatnya memang tidak pernah salah. Ia sudah yakin tidak ada yang beres sedari awal.

***

Byurrrr

Semburan air dingin membangunkan Thanasa. Sayup-sayup, beberapa siluet masuk ke indra penglihatan Thanasa. Otaknya masih mencerna dimana ia sekarang.

Mengernyit lemah, manik coklat itu beralih pada lengan kanannya yang sudah diperban dan diobati atas perintah Fell. Musuh suaminya tersebut memang sengaja tidak membiarkan dirinya mati terlalu cepat. Karena, Thanasa adalah kelemahan Raja Altair. Tentu Fell akan memanfaatkan kesempatan ini.

Lemah, Thanasa berusaha membuka matanya lebih lebar. Perlahan, semua objek diruangan itu mulai terlihat jelas. Tangannya terasa perih, terdapat bekas merah disana lantaran digantung dengan rantai pada kedua sisi tiang. Badannya lunglai karena dalam posisi berdiri. Rasanya begitu susah saat ingin membuka suara. Bibirnya kelu.

Fell mendekat— mengamati penampilan Thanasa yang berantakan dan penuh luka, terutama ulahnya sendiri pada wajah si gadis. Goresan yang sempat ia torehkan beberapa menit lalu saat menyandera gadis itu.

Tangan kekar Fell menjambak rambut Thanasa dari belakang— membuat si gadis terpaksa mendongak kesakitan karena cukup keras. Wajah Thanasa ditelurusi satu-persatu, lalu Fell menyeringai licik.

MY KING MY ENEMY (TAMAT) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang