Seharian Thanasa merenung dikamar. Tidak banyak yang dilakukan selain melihat alam yang berada diluar jendela. Lagi-lagi ia mengingat pengkhianatan Delano. Bagaimana lelaki itu menyembunyikan kehamilan Lilia serta menamparnya didepan semua orang. Sungguh Thanasa sangat terhina diperlakukan demikian.
Berusaha kabur beberapa bulan, berharap tak pernah bertemu lagi dengan Raja Altair. Tetapi takdir ternyata tak memihak, Delano berhasil menemukannya.
Apa yang harus Thanasa lakukan sekarang?
Tidak munafik bahwa Thanasa masih dan sangat mencintai Delano. Tetapi gadis itu juga membenci suaminya. Ini yang membuat Thanasa semakin sakit. Kronis memang.
Sebuah tangan kekar melingkari pinggang ramping Thanasa dari belakang. Tanpa menoleh, tentu saja Thanasa tahu orang itu.
"Kudengar kau belum sarapan." Delano menghirup dalam-dalam aroma rambut Thanasa yang sangat harum. Sudah lama tidak mencium wangi khas dari Thanasa. Lelaki itu memejamkan matanya. "Aku akan mengantarmu." Tidak ada jawaban. "Atau makanannya aku bawa kesini?"
Berbalik, tatapan dalam tertuju pada Delano. "Ku dengar selir mu telah melahirkan." Melengkung tipis nan sinis. "Dan kabarnya seorang Putra Mahkota." Tangan Delano seketika terlepas.
Pandangan Thanasa seketika menajam. "Apa kau tidak tertarik kembali ke Altair? Selir dan Putramu butuh Ayahnya."
Delano melihat sendu pada Thanasa. Arah penglihatan beralih pada balutan ditangan Thanasa. Berpikir dan berasumsi. Ia tahu bahwa berita ini pasti sangat menyakitkan untuk Thanasa. Delano bersalah dan tidak bisa berkutik apapun.
Lilia sudah melahirkan dan anaknya seorang Putra Mahkota, otomatis gadis itu akan segera naik tahta menjadi Ibu Suri.
Hati Thanasa mencelos dan terhenyak. Sungguh ia pun tidak mengerti kenapa Tuhan selalu membuat hidupnya menderita tiada henti. Jika memang jalannya seperti ini, kenapa ia tidak dimatikan saja?
Meraih pelan tangan Thanasa yang dililit kain, kemudian merangkul Thanasa dalam pelukkan, Delano menitikkan air mata. "Aku memang bersalah telah mengkhianati janjiku. Kau berhak benci padaku dan aku akan menerimanya."
Thanasa bergeming. Jika saja mereka disituasi yang berbeda, tidak seperti sekarang. Mungkin Thanasa akan luluh dan membalas pelukan Delano. Tapi ia sudah terlanjur sakit hati.
***
"Putri, Pangeran sangat mirip dengan Raja. Ia begitu tampan." Kalva tersenyum melihat Lilia yang sedang menyusui anaknya yang baru lahir beberapa hari. Ada seutas kebahagiaan karena ia bisa bertahan dan berhasil melahirkan sang putra walaupun Delano sudah minggat lebih dari sebulan ke Grassia.
Mengulum senyuman samar, Lilia bersyukur karena kehadiran putranya. Tidak ada yang ia miliki sekarang selain buah hati tercinta.
"Kalva, kau merawat Raja Delano dan Pangeran Dilan sewaktu kecil. Apa kau juga akan membantu ku merawat anakku?"
Pertanyaan Lilia membuat Kalva tercenung. Wanita paruh baya itu menggerakkan mata pada wajah Pangeran kecil. Seandainya Thanasa tidak keguguran, mungkin gadis tersebut juga akan merasakan bagaimana menjadi seorang Ibu.
Bibir membentuk lengkungan, Kalva mengangkat suara. "Jika harus, maka aku akan membantumu."
***
Sebuah rombongan berkuda dipadukan orang-orang dengan pakaian zirah meluncur memasuki Grassia. Aura yang begitu kuat dan dingin. Rakyat yang tadinya bergumul, segera membentuk belahan untuk mereka lewati. Semuanya melongok dan penasaran siapa orang-orang itu.
Yang paling menarik perhatian adalah seorang pria dengan kepala bertatahkan hiasan emas berbalut permata merah dilengkapi ukiran burung phoenix. Hanya satu Kerajaan yang memakai lambang tersebut. Ia adalah Kerajaan Karstan yang dipimpin oleh Athes Marksient.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY KING MY ENEMY (TAMAT) ✓
FantasyRAJA KU MUSUH KU "Jangan berharap lebih pada ku. Aku menjadikan mu permaisuri ku, karena aku ingin menyiksa mu lebih leluasa." "Perintah ku adalah mutlak. Melanggar, tidak akan ada ampunan." "Aku tidak suka berbagi. Jika kau berani menatap pria lain...