Ruangan istana cenderung gelap dengan hanya berpenerangan lampu gantung besar berisikan puluhan lilin. Tak lama setelah memasuki hall utama istana tersebut, Delano menginstrusikan salah satu pelayan wanitanya untuk membawa Thanasa. Pelayan itu segera mengantar sang putri menaiki tangga lingkar, menuju ke dalam sebuah ruangan kamar di lantai dua.
Thanasa belum mengeluarkan sepatah kata pun dari semenjak ia datang sampai sekarang dirinya sedang dibersihkan. Di ruangan kamar, tiga wanita tengah mengelapi tubuhnya dengan air hangat yang berasal dari bejana-bejana emas di pangkuan mereka. Wanita-wanita pelayan tersebut tampak seperti penduduk lokal kerajaan ini. Namun Thanasa kehilangan minat untuk memberi perhatian lebih. Sedari tadi ia belum berhenti merasa sedih, marah dan hampir putus asa dengan keadaan.
Setelah Thanasa dipakaikan sebuah gaun malam bersimpul sederhana, kini para pelayan sedang menata rambut coklat panjangnya.Thanasa tidak begitu peduli dengan penampilannya sekarang. Gadis itu lebih memikirkan bagaimana nasibnya setelah ini.
Mengingat kembali tentang fakta Kakak tercintanya yang membunuh sang Ayah. Tentu saja ia merasa geram dan sangat membatin. Begitu kecewanya dia pada Tristan. Belum lagi dia harus menikahi dalang dibalik kematian Ayahnya. Ah, ini adalah malam pernikahan mereka. Thanasa tak tahu apa yang akan dilewatinya malam ini. Ia juga bingung dengan apa yang harus ia lakukan untuk bisa membunuh Delano.
Ditinjau dari sikap laki-laki itu yang dingin dan tak acuh, bisa saja Delano malah lebih memilih untuk mengabaikannya semalaman. Jika dipikirkan lagi, memang tak ada alasan bagi lelaki itu untuk menyentuhnya.
Mengambil napas dalam, entah mengapa pemikiran itu membuat Thanasa merasa sedikit lebih baik.
Namun tak lama kemudian, pintu kamar tiba-tiba terbuka disaat Thanasa bahkan belum usai berbenah. Otomatis menegakkan punggung, gadis itu tahu percis siapa yang datang.
Benar saja. Delano Altair mulai melangkah memasuki ruangan kamar.
Ketegangan yang sedetik lalu sempat hilang, sontak kembali melanda seluruh indera gadis itu. Terlebih saat ketiga wanita yang beberapa saat lalu sedang melayaninya, kini segera pergi keluar ruangan dengan tergesa. Meninggalkan Thanasa hanya berdua saja dengan sang Raja.
Suasana disana terasa hening mencekam. Sungguh Thanasa benci dengan keadaan seperti sekarang.
Kenapa lelaki itu harus datang?
Suara langkah kaki Delano nyaris terdengar bagai irama bom waktu yang bisa membuat si gadis meledak kapan saja. Thanasa tak bisa bergerak. Rasanya berat bahkan sekedar untuk memutar kepalanya dan berbalik menghadap pada lelaki itu. Was-was dan takut. Jantung Thanasa berdegup kencang. Sangat kencang dan cepat.
Diterangi hanya oleh cahaya temaram dari lampu minyak, Thanasa memperhatikan Raja Altair melangkah menghampirinya. Pria itu masih mengenakan setelan yang sama seperti sebelumnya.
Sepasang bola mata hitam dan netra coklat kembali bertemu. Tatapan Raja tetap sama, sorot yang tajam dan begitu dingin. Bagai mata predator yang tengah mengamati buruannya sebelum hendak diterkam bulat-bulat. Mengerikan sekali.
Tetap memandang Putri Lucian tanpa jeda, seraya berjalan Delano mulai mengangkat tangan untuk melonggarkan kerah bajunya. Selanjutnya ia menarik kerah tersebut sampai kancing dibajunya lepas. Ia segera menanggalkan blazer hitam yang dikenakannya tersebut, lalu melemparnya asal ke hadapan Thanasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY KING MY ENEMY (TAMAT) ✓
FantasyRAJA KU MUSUH KU "Jangan berharap lebih pada ku. Aku menjadikan mu permaisuri ku, karena aku ingin menyiksa mu lebih leluasa." "Perintah ku adalah mutlak. Melanggar, tidak akan ada ampunan." "Aku tidak suka berbagi. Jika kau berani menatap pria lain...