Yuhuuuu
***
Hari yang begitu cerah, namun tak secerah hati seseorang yang tengah melamun— memandangi awan yang berkeliaran diatas langit.
Mereka begitu bebas tanpa beban.
Tangan mungil itu bergerak menyentuh perut ratanya. Sesekali ia mengusap pelan seolah-olah kandungannya yang sudah tidak ada masih disana.
Thanasa mengulas senyuman sakit. Selang beberapa menit, cairan bening mengalir.
Ia masih menyayangkan buah hatinya yang keguguran akibat kesalahannya yang bersikap ceroboh. Begitu angkuh dan sombong hingga tak mempedulikan semua yang ada.
Nyaris saja ia berhasil membunuh Delano saat itu. Apa jadinya jika dia keduluan membunuh pria itu sebelum tahu kebenarannya?
Tok Tok.
Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Thanasa. Buru-buru ia mengelap air mata dan menarik napas sejenak untuk menetralkan diri. Kemudian ia pun bergegas menuju ranjangnya dan duduk.
"Masuk!"
Pintu terbuka menampilkan sosok yang cukup Thanasa kenal.
Kakaknya.
Pria itu mendekat dan berjongkok. Tangannya terulur untuk memastikan perban dipaha Thanasa sudah diganti. Senyum terbit dari bibir penguasa baru Kerajaan Lucian yang sudah dikembalikan namanya menjadi Claus.
"Apa masih sakit?" Thanasa mengangguk. Tristan bangkit dan menempatkan diri disamping Thanasa. Ditatapnya lekat paras cantik sang adik.
Andai jika mereka bukan saudara, sudah pasti Tristan akan menikahinya. Bukan Delano.
Kepala Thanasa dielus pelan, Tristan membawa adiknya kedalam pelukan. Ia tahu adiknya sedang tidak baik beberapa hari ini. Selain kehilangan anak, gadis itu juga diacuhkan suaminya.
"Dia masih tidak berbicara padamu?"
Air mata Thanasa kembali luruh setelah beberapa saat yang lalu sudah kering. Ya habis bagaimana. Tiap Thasana berkunjung ke ruang Delano, pria itu selalu diam dan tidak mengeluarkan sepatah katapun. Jelas Thanasa kesal sekaligus sakit hati.
Posisinya bukan cuma Delano yang kehilangan anak mereka. Ia juga kehilangan.
Mendengar tangisan Thanasa, Tristan tau apa jawabannya tanpa harus menunggu kalimat keluar dari mulut Thanasa. Ia semakin mengeratkan pelukan agar adiknya bisa lebih tenang.
"Mungkin dia butuh waktu. Tidak mudah baginya atas apa yang terjadi." Tutur Tristan agar Thanasa juga bisa memahami kondisi Delano saat ini.
"Hiks, aku~ sudah membunuh anakku, Kak."
Tristan menggeleng cepat. "Bukan salahmu. Semuanya adalah takdir, Thanasa. Jangan pernah menyalahkan dirimu sendirian. Kakak akan terus berada disampingmu."
Tangan Tristan yang bebas, diraih Thanasa. Jari-jemari berurat itu dimainkan asal. "Apa Ayah benar-benar membunuh Ayahnya Delano dan Ayah Kakak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
MY KING MY ENEMY (TAMAT) ✓
FantasyRAJA KU MUSUH KU "Jangan berharap lebih pada ku. Aku menjadikan mu permaisuri ku, karena aku ingin menyiksa mu lebih leluasa." "Perintah ku adalah mutlak. Melanggar, tidak akan ada ampunan." "Aku tidak suka berbagi. Jika kau berani menatap pria lain...