***
Sejatinya Delano menduduki monarki absolut. Ia adalah penguasa tanpa ada embel-embel orang yang bisa memerintahnya. Hanya ia yang boleh memberi titah. Tidak satupun dan tidak siapapun yang bisa membantah. Tanpa menikahi Lilia pun, Delano masih bisa menjalankan Altair seperti biasa.
Entahlah. Keputusan pria itu benar-benar diluar dugaan dan sulit ditebak.
Jika orang-orang berpikir ia dipengaruhi oleh Louis, itu salah besar. Delano tentu saja mengenal Louis dengan baik. Bertahun-tahun pria dengan rambut hampir memutih itu mengabdi pada Altair. Jelas ada alasannya sampai ia bisa dipercaya oleh Delano untuk menjadi seorang Perdana Mentri.
Oh tidak perlu khawatir. Untuk siapa yang suka menjilat, Delano pastinya paham betul. Ia tidak mudah dikelabui.
"Aku tidak menyangka kau setuju dengan usulan Mentri mu." Grace selaku sahabat kecil Delano menatap pria tersebut prihatin.
Mata si gadis bergerak pada wajah Delano yang mengisyaratkan kehilangan serta kekecewaan.
Kalva bilang, kalau rahim Thanasa agak rusak akibat beberapa pukulan dari Fell pada saat gadis itu dijadikan sandera, belum lagi minuman yang ia teguk. Walaupun bisa mendapatkan anak, tapi sangatlah susah. Jika dipaksakan mengandung, bisa membahayakan antara nyawa sang Ibu atau anaknya pada saat melahirkan nanti. Pada dasarnya keadaan tubuh Thanasa memang lemah. Bahkan kesempatan untuk sang Ratu menjadi seorang Ibu sangatlah minim dan mustahil dengan kondisi sekarang.
Maka dari itu, dengan hati yang begitu berat, Delano harus menikah dengan selir baru.
Untuk penerus Altair.
Sedih?
Tentu saja.
Ia bukan cuma sekedar kehilangan calon anak. Situasi yang sebenarnya jauh lebih menyakitkan.
Air mata mengalir dari sana.
Ya, Delano menangis.
Tanpa suara.
Dan sangat mengguncang hati.
Raja juga seorang manusia. Menangis adalah hal lazim. Tidak mungkin ada manusia yang tidak pernah merasa sedih.
Itu hanya dikarangan fiksi saja.
"Delano, aku tidak tega melihat mu seperti ini. Walaupun aku tidak terlalu suka dengan Ratu mu, tapi aku tau kau sangat mencintai dia. Aku tidak pernah melihat sisi mu yang seperti ini. Jika kau tak ingin menikah dengan Lilia, kau bisa merubahnya. Tidak akan ada yang melarang prinsip mu. Tanpa penerus pun, kami akan tetap setia mendampingi mu sampai mati. Kau adalah penopang yang berhasil membangkitkan Altair. Sejarah akan mencatat hal tersebut." Grace ikut menangis.
Drama yang begitu sedih bukan? Dalam cerita masyarakat, hidup di Istana sangatlah menyenangkan. Apalagi jika kau adalah Raja dan Ratunya disana.
Andai saja mereka tahu kalau hidup tidak seindah narasi romansa.
Pada dasarnya, tiap manusia diciptakan untuk menjalani hidup yang penuh lika-liku cobaan.
***
Kain putih panjang melilit tangan Thanasa dibantu oleh Lander. Pria itu diundang ke Altair untuk penyambutan putri Lilia esok hari. Altair memutuskan untuk berdamai dengan Grassia dan melupakan masa lalu. Terlebih dengan bala bantuan yang dikirim oleh pihak Grassia ketika melawan Fell waktu itu.
Tadinya Lander enggan karena menaruh dendam pada Delano yang menghabisi Ayahnya. Tapi mengingat Altair bukanlah Kerajaan yang gampang dikalahkan, akhirnya dengan berat hati Lander memutuskan berdamai. Toh, jika dipaksakan, mungkin ia akan berakhir seperti Fell beberapa waktu lalu.
Err, mengerikan.
Lander selesai dengan tugasnya. Si pria telaten merapikan beberapa racikan obat yang ada diatas meja. Lalu ia menatap lekat-lekat pada Thanasa.
"Suamimu tidak buruk juga. Dia bisa jadi teman yang menyenangkan."
Tercenung. Thanasa hanya bisa menghembus napas kasar tanpa menyahut Lander. Pria itu meraih tangannya yang sudah rapih dibalut kain. Thanasa ikut melihat kearah tangannya. Luka yang ia dapatkan ketika mengunjungi Delano.
Kalau diingat-ingat kembali, rasanya sangat pilu. Suaminya sangat dingin. Ah dan sekarang ia juga mau menambah selir di Kerajaan ini? Padahal mereka belum lama menikah. Ck, Thanasa meringis dalam hati.
"Aku pernah bertemu dengan Lilia."
Alis Thanasa saling bertaut, seolah-olah bertanya kenapa tiba-tiba membahas hal ini?
Nah, Lander tentu saja peka. "Tenang. Dia bukan gadis licik yang memakai segala cara untuk merebut posisi seorang Ratu. Dia sangat baik. Masalah posisi, kurasa dia bukan orang yang terlalu ambisius untuk hal tersebut."
Area mata Thanasa bengkak akibat menangis. Safir coklatnya menatap dalam pada Lander seolah bertanya, apa yang membuat Lilia spesial? Kenapa banyak orang yang gemar membicarakannya?
Sabda Delano adalah perintah mutlak. Siapapun itu termasuk Ratu juga harus taat. Mau ditentang seperti apapun, pernikahannya dengan Lilia tetap harus dilaksanakan.
Semakin tak terarah.
Duri yang menancap dihati Thanasa kian menghujam kuat. Membuat siempunya tersiksa batin.
Sangat kronis.
"Memiliki selir adalah hal lumrah dalam sebuah Dinasti, Thanasa." Lander ingin mengamati bagaimana reaksi Thanasa saat ia sedang membahas seorang Putri Lilia yang katanya akan disandingkan dengan Delano.
Pria itu menambahkan, "Harusnya kau bersyukur kalau dia hanya dijadikan selir. Bukan seorang permaisuri."
Bingung. Thanasa menatap Lander lekat-lekat meminta jawaban.
"Memang apa bedanya?" Celetuk adik Tristan itu ditanggapi tawa renyah Lander. Alis Thanasa mengernyit semakin buntu. Tidak paham sama sekali perkataan Lander.
Si pria gemas dengan mantan tunangannya tersebut. Sejak kecil Thanasa kebanyakan berada didalam Istana. Gadis itu hanya tahu hidup damai dan tidak pernah khawatir memikirkan hal-hal yang berhubungan dengan Kerajaan. Sifatnya yang pembangkang dan sombong juga tercipta lantaran ia dijaga ketat dalam istana. Rasa penasaran gadis itu yang tiap kali membuatnya memberontak perintah Lucian dan selalu keluar istana diam-diam.
Lander menatap Thanasa sejenak. Istilah-istilah yang ada di Kerajaan, pastinya agak sedikit membuat dirinya bingung.
Menarik nafas berat, Lander kali ini lebih serius. "Dengar, Permaisuri adalah sebuah julukan untuk istri Raja yang utama. Sedangkan Selir adalah istri Raja tetapi wewenangnya dibawah Permaisuri. Apalagi kau adalah seorang Ratu, tentu saja kekuasaanmu lebih tinggi. Itu perbedaannya, kau mengerti?"
"Apa wanita itu cantik?"
"Tidak secantik dirimu."
"Orang-orang selalu memujinya. Dibanding aku, aku hanya aib di istana ini." Lirih Thanasa dengan raut sedih.
Lander mengulurkan tangan dan mengelus pelan kepala Thanasa. Saat seperti ini, ia tahu bahwa Thanasa butuh teman bicara. "Kau mencintai pria itu?"
"Hm, aku~ tidak tau."
Lander tersenyum, tangannya berpindah ke pipi Thanasa. Mengusap lembut sembari membayangkan. Andai saja waktu itu pertunangan mereka tidak dihiasi insiden buruk. Mungkin ia akan berjuang mati-matian untuk membahagiakan gadis didepannya ini.
"Kalau kau butuh teman untuk menumpahkan kegelisahanmu, aku bersedia."
Tak bergerak sama sekali. Sedari tadi, Thanasa kebanyakan melamun.
Kenapa pernikahan Delano dan Lilia sangat membuatnya terpukul?
Ia telah bersumpah untuk membunuh Delano. Ia juga yang melanggar.
Lelehan bening mulai mengalir membasahi pipi.
Menengadahkan kepala, memandang bulan bertengger disana.
Sekali lagi, Thanasa ingin memastikan.
Inikah yang dinamakan perasaan cinta?
KAMU SEDANG MEMBACA
MY KING MY ENEMY (TAMAT) ✓
FantasyRAJA KU MUSUH KU "Jangan berharap lebih pada ku. Aku menjadikan mu permaisuri ku, karena aku ingin menyiksa mu lebih leluasa." "Perintah ku adalah mutlak. Melanggar, tidak akan ada ampunan." "Aku tidak suka berbagi. Jika kau berani menatap pria lain...