28.Tali hubungan

18K 1.3K 40
                                    

Gak bakalan ada yang mati kok setelah part ini sampai seterusnya. Delano bakal punya anak dari Thanasa. Tapi

"Xenya, apa kau bisa menyiapkan ku pakaian berwarna cerah?" Tampaknya mood wanita yang sedang berada dalam kolam pemandiam tersebut sedang bagus. Buktinya ia tersenyum sendiri dari tadi. Ah bahkan Xenya heran kenapa Ratunya berulang kali menutup tangan dengan kedua telapak tangan. Seakan-akan hipotermia semalam tidak pernah terjadi sama sekali.

"Baik, Yang Mulia."

Setelah mandi dan mengenakan pakaian sesuai permintaan, kini Thanasa sedang dirias.

Disisir lembut, surai coklat panjang itu segera dipilin dibikin simpul setengah rambut dan dijepit dengan perhiasan silver. Tak lupa sentuhan akhir riasan pada bibir dibubuhi bubuk berwarna pink natural.

Thanasa tampak memukau didepan cermin. Dia sangat puas dengan hasil karya Xenya hari ini sampai-sampai berkaca berulang kali sembari menggerakkan badan kekiri dan kekanan.

"Terima kasih Xenya."

"Tampaknya mood Ratu sedang baik."

"Hm, sepertinya..." Omongan Thanasa berhenti tatkala melihat bercak-bercak kebiruan dileher Xenya.

"Lehermu kenapa?"

Gelalapan, Xenya buru-buru menutup lehernya. "Oh ini, hamba semalam habis makan kacang dan ternyata alergi."

Menggangguk paham, Thanasa bangkit menuju balkon diikuti oleh Xenya. Cukup lama dia merenung dengan tatapan kosong. Kemudian membuka suara "Xenya, bagaimana menurut mu soal Lilia?"

Yang ditanya agak tertegun pada pertanyaan sang Ratu. Xenya memandang punggung Thanasa iba.

"Sejauh ini dia memang sangat baik, Ratu. Kurasa dia juga tulus ingin berteman dengan anda."

Tersenyum pedih, Thanasa membalikkan badan. "Antarkan aku kekediamannya."

"Ma-maaf Ratu, tabib bilang anda harus istirahat selama beberapa hari. Jadi hamba mohon untuk sementara tinggal dikamar dulu saja."

"Cepat antarkan aku."

Takut Thanasa marah, Xenya hanya bisa menurut. Ah, dasar wanita keras kepala.

***

"Yang Mulia Ratu datang." Seruan prajurit depan pintu membuat Lilia beserta dayangnya segera berdiri tegak menundukkan kepala.

"Salam, Ratu."

"Aku ingin berbicara dengan mu, Lilia. Apa kau bisa menyuruh pelayanmu keluar sebentar?"

Menurut. Lilia menyentakkan kepala memberi perintah kepada orang-orang yang ada disana.

Setelah semuanya keluar, Thanasa menatap intens pada selir suaminya. Menilik dari atas sampai bawah kaki.

Tak dapat dipungkiri, Lilia memang cantik.

"Apa kau bisa meninggalkan Delano?"

Mengernyit tak paham, Lilia mengangkat kepala menuju pada safir coklat didepannya.

"Apa maksud mu Ratu?"

"Aku ingin kau meninggalkan Kerajaan ini."

Tersenyum tipis, Lilia berusaha menjawab. "Ratu, kau bisa percaya padaku. Aku tidak akan merebut Yang Mulia darimu sama sekali. Aku bukan tipe orang yang seperti itu."

"Kalau kau tidak akan merebut Delano dariku, kenapa kau mau menikahinya?"

Tarikan napas terdengar panjang, pasrah. Lilia meratapi nasibnya yang tidak diinginkan oleh siapapun.

"Ratu, aku bersedia menikahi Yang Mulia agar aku bisa bebas dari kekejaman Ibu tiri dan saudara tiriku di Koxira. Aku benar-benar tidak ingin mengambil Yang Mulia darimu. Jika sampai itu terjadi, kau boleh membunuh ku. Aku hanya..." Lelehan bening jatuh melewati pipi Lilia.

"Ingin hidup tenang, tanpa ada yang menyiksaku lagi. Aku juga ingin mempunyai teman dan memulai kehidupan baru. Aku sungguh berkata jujur. Aku lebih baik mati daripada kembali pada istana itu."

"Aku tidak peduli, aku tidak ingin..arrgh"

"Ratu!"

Perut Thanasa terasa sakit secara tiba-tiba, sampai-sampai mengundang perhatian dari orang-orang diluar sana. Mereka yang khawatir dan penasaran masuk. Beberapa diantaranya memandang pada Lilia seolah-olah ia yang menyebabkan semua ini.

"Cepat bawa Ratu ke tabib!" Khawatir setengah mati, Xenya langsung saja membopong Thanasa dibantu beberapa prajurit.

Sedangkan Lilia, ia juga ikut was-was dengan keadaan Thanasa.

***

"Bagaimana keadaannya?"

"Keadaan Ratu kembali melemah Yang Mulia. Ratu harus banyak istirahat dan tidak boleh banyak bergerak dulu. Terlebih keadaan rahimnya, takutnya akan semakin parah."

Yang dapat Delano lakukan hanyalah melihat sang istri terbaring lemah diatas ranjang. Keadaan semakin rumit.

***

Hari demi hari Delano intens merawat Thanasa. Hubungan mereka yang sempat renggang juga ikut membaik.

Sesekali Delano tidur seranjang dengan istrinya. Yah walaupun tanpa melakukan apapun seperti hubungan intim, setidaknya ini sudah cukup untuk mengikat tali hubungan yang hampir putus.

Pagi ini seperti biasa Delano membantu Thanasa minum obat. Dan lagi-lagi, lelaki itu melakukannya lewat bibir. Entahlah, apa sudah terbiasa atau memang mereka sama-sama ketagihan. Buktinya tak satupun mereka yang menolak.

Isi mangkuk sudah kosong. Delano membantu Thanasa bersender.

Mereka saling menatap.

"Aku ingin bertanya sesuatu."

Menaikkan sebelah alis, Delano mengernyit tak paham. "Hn?"

"Jawab, antara aku dan Lilia...siapa yang lebih cantik?"

Terkekeh pelan. Kirain istrinya ini mau ngomong sesuatu yang serius. Ternyata malah membandingkan dirinya dengan Lilia. Ah, gemas sekali. Rasanya, Delano ingin menerkam gadis ini.

Baiklah, sepertinya jahil sedikit tidak apa-apa.

"Hm, jujur saja Lilia lebih cantik." Jawaban Delano membuat wajah Thanasa langsung murung, pria itu tertawa.

Ketus, Thanasa memandang tajam.

"Kenapa? Kalau kau ingin bersama Lilia pergi saja kekamarnya."

Tangan Delano bergerak menyampirkan rambut Thanasa kebelakang telinga. Menampilkan senyum menawan nan tulus, ia mengangkat suara. "Kalau aku kesana, aku yakin kau akan marah dan cemburu. Jadi aku akan disini menemani mu."

Thanasa menepis kasar tangan Delano, ia tetap memasang raut masam. "Siapa bilang aku cemburu. Kalau ingin pergi ya pergi saja."

"Baiklah, aku akan kekamar Lilia sekarang juga."

Bangkit dari tempat duduk, Delano hendak menuju pintu. Pria itu yakin bahwa istrinya pasti akan mencegah.

"Kau benar-benar ingin kesana?"

Langkah kaki berhenti. Benarkan apa yang dipikirkan Delano? Pria itu tersenyum penuh kemenangan. Ya sebenarnya dia tidak ada niatan sama sekali untuk mengunjungi Lilia. Tadi itu cuma main-main saja.

Membalikkan badan, Delano menyimpulkan bibir. Istrinya seperti anak-anak. Lihatlah ekspresi tak rela tersebut.

"Ya, aku ingin kesana. Kau yang menyuruh ku bukan?"

"Tidak! Tidak boleh! Kau harus disini!" Entah apa yang merasuki Thanasa hingga dia bangun dari ranjang secepat mungkin dan segera menarik Delano kembali keranjang.

Terkekeh, Delano menurut saja.

MY KING MY ENEMY (TAMAT) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang