"Alan, woii! tungguin gue dong! Lo jalan cepet banget, dah. Udah kaya orang yang mau nagih utang aja," ocehan Ara cukup membuat pagi ini terasa lebih berwarna. Gadis dengan rambut yang di kepang dua itu berbicara seraya berlari guna mengejar Alan.
Bukannya berhenti, Alan tetap saja berjalan tanpa mempedulikan celotehan dari Ara sahabatnya.
"Pantes aja lo budeg!" Ara yang setengah berlari kini sudah berada di dekat Alan. Dengan cepat dia melepaskan earphone yang terpasang di telinga si cowok cupu. Masa bodo dengan gerutuan Alan. Toh, yang salah kan Alan. Karena, cewek itu selalu benar.
"Ish Ra, lo apa-apaan sih! Orang lagi enak-enak dengerin musik juga." Alan benar –benar menggerutu. Tatapan matanya yang tajam berhasil menghujani Ara.
"Bodo amat." Ara melengos, seolah tidak peduli dengan kemarahan Alan. Tanpa merasa bersalah dia kembali berjalan guna menuju kelas mereka.
"Lan, lo udah ngerjain tugas Bahasa Indonesia dari Pak Wawan?" tanya Ara dengan sedikit menoleh guna melihat Alan yang sudah ada di sampingnya. Mereka berdua ini memang aneh. Sebentar marah. Sebentar baikan.
"Tugas yang kita disuruh bikin cerita masa depan itu?" tanya Alan memastikan, Ara hanya mengangguk. Mereka berdua kembali berbicara seolah tidak terjadi hal aneh sebelumnya.
"Udah lah, Alan gitu, loh," jawab Alan dengan bangga. Dia dengan sengaja mengusap rambut hitamnya kebelakang. Si cupu satu ini, kalau sudah bergaya berasa sok paling ganteng.
Ara menghentikan langkah kakirnya. Manik matanya terus saja memperhatikan Alan. Ara seolah sedang mengatakan bahwa jawaban Alan kali ini itu salah besar.
"Kok lo udah ngerjain, sih? Gak asik banget."
Lihat, sudah nada bicaranya gak santai. Ara juga sok sokan bertingkah marah dengan membuang muka sambil bersedekap dada.
"Lah, lo harusnya bersyukur, Ra. Sahabat lo yang cakep ini, sekarang jadi rajin. Lagian lo kenapa dah? Aneh banget. Biasanya, nih ya, elo sering banget ngoceh kalo gue males."
Kalau orang bilang perempuan itu makhluk yang misterius. Maka Alan dengan senang hati membenarkan itu semua. Perempuan sejenis Ara yang suka berubah pikiran tanpa sebab adalah hal yang paling di hindari oleh para lelaki. Termasuk, dirinya.
"Iya, tapi, kali ini gue lebih suka lo males biar lo dihukum. Lumayan tau Lan, kelas kita jadi dapet hiburan."
Hiburan katanya? Memang ya sahabat dari bayinya ini suka tidak tau diri. Masa iya, dia tertawa dengan bahagia di atas penderitaan sahabat se percupuannya.
"Oh," balas Alan singkat padat dan tidak jelas.
Jangan salah, Alan itu pecinta wanita yang langka seperti Ara. Tapi ... kali ini dia dengan sengaja membuat Ara kesal. Benar saja. Respon singkat itu membuat Ara langsung melayangkan tatapan tajamnya pada Alan. Belum sempat Ara melayangkan pukulan dari tangan kecilnya. Alan sudah berlari meninggalkan Ara.
Alan tertawa pelan dalam pelariannya. Sungguh, Ara kalau sedang marah mirip seperti singa betina. Anehnya, singa betina itu selalu bisa membuatnya tertawa bahagia.
Alan kembali mempercepat langkah kakinya. Sesekali dia akan menoleh guna melihat jarak antara Ara dan dirinya. Sial. Ara semakin dekat. Itu berarti, dia harus segera menutup kedua telinganya yang berharga. Karena sebentar lagi suara itu akan ...
"WOII! SI ALANNNN!"
Tuhkan, apa Alan bilang. Suara Ara dengan sadisnya menggema di sepanjang koridor kelas.
***
Ara sedari tadi sibuk tersenyum. Gadis itu bertingkah seolah telah memenangkan banyak hadiah tadi malam. Belum lagi, dalam sepersekian menit dia selalu menyempatkan diri untuk menoleh kearah pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALANARA [ SUDAH TERBIT ]
Roman pour AdolescentsAlan dan Ara dua orang yang memiliki kesempatan, kekayaan dan kekuasaan memilih meredupkan cahaya gemilang yang sebenarnya bisa mereka manfaatkan. Alan yang notabennya anak dari pemilik sekolah bersama sahabatnya Ara, memilih berpenampilan cupu, me...