Kelas XII IPA 1 terlihat sepi, hampir semua siswanya bersiap untuk pelajaran olahraga. Begitu juga dengan Ara. Gadis itu tengah berganti baju di toilet.
Alan?
Apa lagi yang akan dia lakukan selain memanfaat kan waktu yang ada untuk bermalas-malasan.
Dia bahkan sudah berniat untuk tidur saja di kelas. Daripada harus mengikuti pelajaran olahraga yang membosankan.Alan kini tengah bersandar pada tembok yang ada dipojok ruangan. Matanya terpejam dan telinganya terpasang earphone yang ujung kabel nya tak tercolok pada apa pun.
Jangan salah, Alan belum benar-benar tertidur. Dia masih terjaga, dia masih bisa mendengarkan langkah kaki seseorang yang akan memasuki kelas.
***
Ara celingukan, ia mencari sosok Alan tetapi Ara tidak menemukannya di dalam kelas. Ara mulai mengeluarkan ponsel miliknya untuk menghubungi Alan. Belum sempat dia mendial nomer Alan. Ara terlebih dahulu menepuk jidat nya pelan.
"Hpnya Alan kan mati."
"Tu anak kemana lagi! Cuma gue suruh nunggu bentar doang udah ngilang aja kek doi." Ara menggerutu seraya menendang kursi pelan. Alan jelas mendengarkan gerutuan Ara, dia terkikik geli. Alan akan membiarkan Ara kebingungan mencari dirinya.
"Ra.."
Ara menoleh. Ia mendapati Alex yang berada di ambang pintu. Alex mulai mendekat. "Ra, gue mau minta maaf. Soal... dompet lo yang gue balikin ke rumah lo waktu itu," ucapnya kemudian.
Ara menatap Alex datar. "Oh ya gak papa. Gue udah tau dari majikannya nyokap gue kok," jawab Ara santai.
Sebenarnya dia sudah mengetahui semua ini karena mamanya yang menerima dompet itu dari Alex. Tapi, karena Ara dikenal miskin. Jadi dia bersandiwara. Dilihat dari tampang Alex yang lempeng tanpa sedikit pun rasa penasaran sepertinya sandiwara Ara berhasil.
"Lo gak marah?" tanya Alex. Dia sepertinya sangat berhati-hati dalam berbicara.
"Kenapa harus marah?" Ara malah balik bertanya membuat Alex menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
Alex berusaha tenang. "Ra, lo mau kelapangan?" Alex bertanya lagi guna mengganti topik obrolan mereka.
"Iya lah, kan gue udah pake baju olahraga."
"Mau bareng?"ajak Alex seraya tersenyum kikuk.
"Ara sama gue."
Alex dan Ara lantas menoleh. Mereka melihat Alan yang sedang mendekat. Kini, Alan telah berdiri disamping Ara. Dia menatap Alex lekat seolah mengusir sosok tampan yang menjadi idaman para siswi di sekolah itu.
Alex menyadari tatapan tidak suka Alan padanya,"Hmm. Gue duluan ya." Alex pamit. Ia mulai melangkah meninggalkan Alan dan Ara.
Setelah Alex pergi. Ara berbalik menatap Alan, "Enak ya, dateng-dateng maen ngusir anak orang gitu aja."
"Siapa juga yang ngusir. Alexnya aja yang baperan. Orang gue biasa aja."
Alan mulai pergi menuju kursi miliknya, ia mengambil baju olahraga yang ada di tas Ara. Alan akan melepas seragamnya. Tapi Ara malah masih menatap dirinya.
"Oyy! Gue mau ganti baju. Lo mau ngeliatin, gitu?!" Alan sewot dia menatap Ara tajam.
"Santuy oyy! Kaya anak perawan aja lo Lan. Lagian, gue juga ogah liat badan lo yang penuh dengan garis-garis tulang rusuk begitu." Ara balas mengejek Alan.
"Lo ngeremehin badan gue?"
"Kalo iya kenapa?" Ara tersenyum miring.
Alan semakin menatap Ara tajam. Dia mulai mendekati Ara. Ara menghitung setiap langkah Alan dari dalam hati. "Satu.. Dua.. Tiga.."
KAMU SEDANG MEMBACA
ALANARA [ SUDAH TERBIT ]
Teen FictionAlan dan Ara dua orang yang memiliki kesempatan, kekayaan dan kekuasaan memilih meredupkan cahaya gemilang yang sebenarnya bisa mereka manfaatkan. Alan yang notabennya anak dari pemilik sekolah bersama sahabatnya Ara, memilih berpenampilan cupu, me...