Ara masih tetap berada di dalam selimut tebal miliknya. Gorden kamarnya masih tertutup rapat menghalangi sinar mentari yang ingin masuk ke dalam kamar. Ara menarik napas perlahan, kemudian beranjak keluar dari zona nyamannya.
Sekarang, Ara sudah berada di balkon kamarnya. Ara membuka pintu balkon, lalu duduk di kursi yang tersedia di sana. Ara menatap langit biru yang cerah, pandangannya seakan menerawang jauh. Ara bimbang, apa yang harus dia lakukan?
Dalam kebimbangannya, memori itu tanpa sadar terputar didalam otak Ara.
Flashback On
Ara tengah tiduran dipangkuan Ranti. Ranti nampak mengelus rambut Ara lembut, dia tersenyum memperhatikan wajah putri cantiknya.
"Sayang, mama rasa Zuhra pasti cantik banget kalo pake hijab," ucapan Ranti membuat Ara membuka matanya.
Ara bangkit dari posisinya, dia menatap Ranti bingung, "Ma, kok tiba-tiba mama bahas hijab sih?"
"Sayang, hijab itu kan kewajiban kita sebagai muslimah, lagian kamu juga kan memang sudah saatnya berhijab." Ranti berucap lembut, diakhiri dengan senyuman hangatnya.
"Tapi ma, Zuhra belum siap. Lagian selama ini Zuhra juga selalu ngerjain apa yang jadi perintah Allah kok. Mama jangan paksa Zuhra, ya." Ara menatap Ranti dengan tatapan memohon.
Ranti tersenyum, "Mama bukan mau maksa Zuhra, mama hanya mengingatkan sayang."
"Iya ma, Zuhra tau. Tapi Zuhra rasa, Zuhra belum dapet hidayah buat berhijab. Zuhra masih ngerasa gak pantes." Ara menunduk, nada suaranya terdengar sedikit bergetar.
Ranti dengan segera memeluk Ara, "Sayang, hidayah itu dijemput bukan ditunggu."
Setelah mendengar nasihat mamanya, Ara malah semakin terisak. Dia semakin mengeratkan pelukannya dengan sang Mama. Entah mengapa Ara sangat merasa bersalah.
Flashback Off
'Sayang, hidayah itu dijemput bukan ditunggu'
Ara masih saja memikirkan nasihat mamanya. Ara berdiri, dia berjalan mendekati pembatas balkon. Ara, butuh pencerahan. Tapi, siapa yang bisa membantunya? Ya, Ara tau Allah sang maha kuasa pasti bisa memberi Ara jawaban atas kebimbangan yang tengah Ara rasakan.
Dengan segera, Ara masuk kembali ke dalam kamarnya. Lalu, mulai mengambil air wudhu untuk melakukan shalat dhuha.
***
Alan tengah menunggu seseorang yang telah ia hubungi sebelumnya. Dia tersenyum tatkala melihat seseorang yang datang dengan menggunakan motor Sport berwarna merah.
"Lo, udah nunggu lama?" pertanyaan itu terlontar saat si empunya motor telah melepas helm full face yang dia pakai.
"Enggak kok, gue baru dateng," jawab Alan seraya tersenyum.
"Yaudah, kalo gitu... Lo naik motor sama temen gue ya. Namanya Ragil." Valeri memberikan instruksi, Alan terlihat mengangguk. Setelahnya terlihat seseorang yang datang dengan menggunakan motor Sport berwarna biru.
"Heii, maap gue lama. Lo pasti Alan kan?" sapa cowo yang Alan yakini bernama Ragil.
"Iya, gue Alan."
"Yaudah, naik gih. Lo ada helm?" Alan menunjukan helm yang dia bawa, Ragil langsung mengacungkan jempol miliknya. "Bagus, anak motor memang harus ada helm."
Setelah Alan naik keatas motor milik Ragil. Valeri dan Ragil langsung menyalakan motor mereka. Selanjutnya dengan cepat kedua motor itu melesat membelah jalanan Jakarta yang terlihat lengang.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALANARA [ SUDAH TERBIT ]
Teen FictionAlan dan Ara dua orang yang memiliki kesempatan, kekayaan dan kekuasaan memilih meredupkan cahaya gemilang yang sebenarnya bisa mereka manfaatkan. Alan yang notabennya anak dari pemilik sekolah bersama sahabatnya Ara, memilih berpenampilan cupu, me...