Tiga minggu berlalu dengan cepat. Selama itu, baik Ara maupun Alan tak saling menyapa. Ara sibuk dengan proses belajar hijrah nya, sedangkan Alan sibuk dengan komunitas barunya.
Mereka berdua sebenarnya sama-sama saling merindukan. Hanya saja, Ara lebih memilih untuk memendam rindu untuk sementara, sedangkan Alan dia masih tetap gengsi dan menganggap bahwa Ara lah yang harusnya menyapa lebih dulu.
Ara sudah siap untuk pergi ke rumah Alan. Ara sengaja tidak menghubungi Alan terlebih dahulu karena ingin mengejutkan Alan. Ara dengan segera menghentikan langkahnya, ketika mendengar dering ponsel miliknya.
“Assalammualaikum, bunda.” Ara memulai pembicaraan.
“Wa’alaikumsalam sayang.” Suara Sarah terdengar lembut dari sebrang sana.
“Sayang, kamu sama Arsal kenapa sering pulang malem?” pertanyaan Sarah itu langsung membuat Ara terkejut.
“Maksud bunda apa?” tanya Ara bingung, Ara benar-benar tidak mengerti tentang hal yang sedang Sarah bicarakan.
“Bibi bilang Arsal sekarang sering pulang malem, dia juga sering naik motor. Kalian gak ngelakuin hal aneh kan sayang? Arsal selalu sama Azzuhra kan?”
Ara terdiam cukup lama, ia sangat terkejut. Alan pulang malam? Alan naik motor? Bagaimana bisa itu semua terjadi? Setau Ara, Alan tidak bisa naik motor. Ada apa ini? Apa yang sudah Ara lewatkan?
“Sayang, kamu baik-baik aja kan?” nada suara Sarah yang terdengar khawatir menyadarkan Ara dari lamunan nya.
“Iya kok bun Arsal selalu sama Zuhra, bunda gak usah khawatir ya. Kita berdua gak ngelakuin hal aneh kok.” Ara menggigit bibir bawahnya pelan, dia sangat merasa bersalah karena sudah membohongi bundanya.
“Syukurlah, bunda jadi lebih tenang. Kalian berdua harus sama-sama terus ya, bunda sama ayah juga mama dan papa kamu baru bisa pulang lusa. Oh ya, kalau naik motor jangan ngebut-ngebut ya sayang apalagi itu motor Sport.”
“Iya bunda, kita gak akan kebut-kebutan kok.”
“Yaudah bunda tutup dulu ya sayang, Assalammualaikum.”
“Wa’alaikumsalam bunda.”
Setelah sambungan telpon itu terputus. Ara lebih memilih diam sebentar, dia masih berusaha mencerna apa yang sedang terjadi.
‘Gimana bisa Alan naik motor, apalagi motor sport. Dan kenapa juga dia harus pulang malem terus. Sebenernya Alan ngapain sih? Ihh tu anak baru juga didiemin tiga minggu udah bikin ulah aja.’ Ara menggerutu kesal, setelahnya dia lebih memilih untuk mengambil sepeda miliknya agar bisa segera menemui Alan.
***
“Lan, lo yakin bakalan ikut balapan ini?” tanya Valeri, dari nada suara nya Valeri terlihat mengkhawatirkan Alan.
“Iya gue yakin kok. Gue mau buktiin ke geng nya si Guntur kalau Bara bukan pecundang. Bara emang orang hebat karena berhasil ngajarin gue dalam waktu singkat.” Alan tersenyum meyakinkan, Valeri hanya bisa pasrah akan keputusan Alan.
“Tapi menurut gue lo gak perlu ikut balapan ini Lan. Ini urusan gue sama Guntur, bukan urusan lo.” Bara menyahut, dia juga tidak setuju akan keputusan Alan yang ingin mengikuti balapan ini.
Bayangkan saja, Alan baru bisa naik motor selama tiga minggu terakhir. Ya, Bara akui jika Alan memang luar biasa karena cepat dalam mengerti tentang motor dan segala tekhnis lapangan juga balapan. Tapi tetap saja kan? Tidak etis rasanya melibatkan Alan pada permasalahan nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALANARA [ SUDAH TERBIT ]
Teen FictionAlan dan Ara dua orang yang memiliki kesempatan, kekayaan dan kekuasaan memilih meredupkan cahaya gemilang yang sebenarnya bisa mereka manfaatkan. Alan yang notabennya anak dari pemilik sekolah bersama sahabatnya Ara, memilih berpenampilan cupu, me...