Alan baru saja kembali. Tadi ia pergi untuk mengambil makanan dan ponsel milik Ara yang dikirimkan oleh Ranti.
Alan menghampiri ranjang UKS dimana Ara masih terbaring. Gadis itu belum juga sadar. Alan meletakan makanan yang ia bawa diatas nakas. Setelahnya, dia menarik kursi dan duduk di samping Ara.
Alan tersenyum sumir. Wajah polos Ara, sama sekali tidak pernah memakai make up. Tapi, menurut Alan, Ara tetap cantik bahkan dalam kondisi pucat seperti sekarang.
"Ngh."
Suara lenguhan itu menyadarkan Alan dari lamunan nya.
"Alan." Ara berkata lirih, setelah berusaha menyesuaikan penglihatannya.
"Akhirnya lo sadar juga. Baru aja mau gue guyur."
Ara mengerucutkan mulutnya, "Jahat! Gue pingsan juga gara - gara lo tau!"
Alan mengusap puncak kepala Ara. "iya gue minta maaf. Sekarang, lo makan dulu. Mama tadi ngirimin makanan."
Ara mengangguk pasrah karena saat ini memang makanan yang sangat ia butuhkan.
"Sini, gue bantu."
Alan membantu Ara untuk duduk bersandar pada bantal yang sengaja Alan tempatkan dibelakang punggung Ara. Setelah itu, Alan mengambil makanan. Lalu berusaha menyuapi Ara. Ara tersenyum senang dia paling suka jika sudah dimanjakan oleh Alan.
"Ini jam berapa?"
"Jam 09.15. Kalau mau masuk kelas, nanti aja. Tanggung. Bentar lagi juga istirahat."
"Tapi... "
"Gue udah izin. Lo gak perlu khawatir. Sekarang, istirahat aja. Udah banyak orang yang nungguin lo."
Ara mengangguk. Mengingat tubuhnya yang terasa lemah, Ara memilih melanjutkan acara makannya.
***
Selesai makan, Alan dan Ara memutuskan untuk rebahan di UKS sambil menunggu bel istirahat berbunyi.
"Ra, menurut lo, gue ini calon suami dan menantu idaman, gak?" tanya Alan tatapannya seakan menerawang jauh ke masa depan.
"Kalo dilihat dari masa kini, sih, enggak banget. Tapi ... kalo dilihat dari masa depan, mungkin, beda," jawab Ara polos.
Alan mendengkus, "Jahat banget, lo, Ra. Emang, gue kurang apa, coba? Ganteng? Iya. Kaya? Iya. Pinter? Juga iya. Jadi, udah pasti masa depan gue itu cerah," jelas Alan membanggakan diri.
"Tetep aja, semua itu bakalan sia - sia kalo elonya pemales. Bayangin aja, mana ada orang tua yang bakalan biarin putri kesayangannya nikah sama cowok pemales tingkat kecamatan kayak lo!"
Hening...
Tidak ada jawaban ataupun bantahan dari Alan. Ara langsung memutar bola matanya malas. Cowok itu pasti sudah tertidur.
"Dasar! Emang bener – bener, ya, Raja tidur sialan!" umpat Ara kesal.
Ara menggerakan kepalanya guna memastikan bahwa tebakannya benar. Sekarang dia bisa melihat wajah Alan dari samping. Alan terlihat sangat tampan tanpa kacamata besar miliknya.
Bagaimana tidak, Alan itu memiliki kulit wajah yang putih mulus. Hidung yang mancung serta mata hitam tajamnya yang seringkali mampu membuat Ara terhipnotis. Selain itu, ia juga memiliki bibir tipis berwarna merah muda alami.
Ara terus saja memandangi wajah Alan yang sangat polos saat tertidur. Tanpa sadar ia mengukir senyuman, saat Alan menggeliat untuk mencari posisi tidur yang nyaman.
Sungguh, dilihat dari sisi manapun seorang Arsalan Virendra Shafwan akan selalu tampan. Tapi sayang, ketampanannya hanya Ara dan orang tua mereka lah yang tau.
Tapi tunggu dulu. Tampan? Putih mulus? Bukan kah harusnya Alan yang di sekolah tidak seperti itu?
Mata Ara membulat sempurna. Dia baru saja mengingat suatu hal yang penting.
"ALAAAN! GUE LUPA. KITA BELUM MAKE UP CULUN!"
***
Hai, bagi yang nunggu BBaSP kalian bisa baca cerita Friends With Benefit dulu ya. Nanti aku usahain Up mereka gantian.
Sankyuu 🙂
KAMU SEDANG MEMBACA
ALANARA [ SUDAH TERBIT ]
Teen FictionAlan dan Ara dua orang yang memiliki kesempatan, kekayaan dan kekuasaan memilih meredupkan cahaya gemilang yang sebenarnya bisa mereka manfaatkan. Alan yang notabennya anak dari pemilik sekolah bersama sahabatnya Ara, memilih berpenampilan cupu, me...