“Bunda,” panggil Ara, membuat Sarah yang tengah menyiapkan makan siang berhenti sejenak. Lalu, tersenyum senang.
“Sayang, bunda kangen banget. Udah lama loh kamu gak kesini.”
Sarah memeluk Ara yang sudah berada didekat nya. Setelah saling melepas rindu. Mereka lalu melepaskan pelukannya.
“Bunda bisa aja, Zuhra baru dua hari gak kesini dibilang udah lama.” Ara menjawab seraya melihat makanan yang sudah tersedia di atas meja.
“Bunda, kok masak banyak banget?” tanya Ara heran, dia melihat Sarah yang tengah meletakan buah-buahan.
Sarah tersenyum. “Iya kan kamu mau dateng. Jadi, bunda masakin makanan kesukaan Zuhra sama Arsal.”
“Makasih bunda cantik,” ucap Ara senang.
“Sama – sama sayang.” Sarah tersenyum ramah.
“Oh ya bun, Arsal kok gak jawab telpon Zuhra ya? Dia baik-baik aja kan?” tanya Ara, gadis itu mulai duduk disamping Sarah.
“Arsal baik – baik aja kok, tapi dia terlalu males buat nge charger Hp nya. Makanya telpon dari Zuhra gak dia angkat.” Sarah menjawab seraya mengambil makanan ke dalam piring.
Ara yang melihat Sarah sedang menyiap kan makanan. Langsung saja menghela napas berat. “Pasti, Arsal belum sarapan ya bun.” Sarah mengangguk.
Ara memutar bola matanya malas, Alan selalu saja begini. Hari minggu bagi Alan adalah hari mager nasional.
“Zuhra, tolong bujuk Arsal buat makan ya. Bunda khawatir nanti maagnya kambuh.” Sarah menatap Ara sendu, Ara dengan segera mengangguk.
“Bunda jangan khawatir, Arsal pasti bakalan ngabisin makanannya.” Ara tersenyum guna memberikan Sarah harapan.
Sarah mengusap puncak kepala Ara, “Makasih ya sayang.”
“Sama–sama bunda, yaudah Zuhra ke kamar Arsal dulu ya.”
Ara mengambil nampan berisi makanan dan minuman untuk Alan, kemudian ia mulai pergi ke kamar Alan.
***
Ara sudah berada di kamar Alan, gadis itu menatap Alan jengah. Ara melihat Alan tengah rebahan seraya menonton anime kesukaannya. Saking fokusnya menonton, Alan sampai tidak menyadari kehadiran Ara.
“Nonton sih nonton, tapi gak lupa sarapan juga!” Cibiran Ara berhasil membuat Alan beralih menatap nya. Tapi, hanya sebentar. Alan lagi – lagi lebih memilih menatap layar Laptopnya.
Ara menghentakan kakinya kesal. Dia melangkah mendekati Alan. Kemudian, Ara meletakkan nampan yang dia bawa di atas nakas, dekat dengan ranjang Alan.
Setelah itu, Ara duduk di samping Alan. Ara memilih diam sebentar. Dia masih merasa kesal. Pasalnya, Alan kemarin berani menatap cewe centil itu tanpa menggunakan kacamata miliknya. Dan hari ini kekesalannya bertambah. Karena, Alan bahkan tidak merespon kehadiran Ara.
Alan tersenyum samar, dia tau bahwa Ara sedang memendam kekesalan pada dirinya. Tapi, Alan sengaja membuat Ara bertambah kesal. Entah mengapa Alan sangat suka melihat wajah kesal Ara. Alan melirik Ara. Dia bisa melihat Ara mengepalkan tangan nya kuat. Bahkan, tangan yang satu nya meremas Bedcover milik Alan seakan tengah membayangkan bahwa Bedcover itu adalah Alan.
“Kalo mau marah, marah aja. Tapi, gak ngerusak Bedcover orang juga!” Alan meniru cibiran Ara, Alan sengaja tidak melihat kearah Ara.
Berhasil! cibiran Alan berhasil membuat Ara melihat Alan. Detik selanjutnya, Ara mengambil bantal guling yang ada di dekatnya.
“Alannn! Gak lucu tau!”
Ara berteriak seraya memukul Alan dengan bantal guling. Ara meluapkan semua kekesalannya dengan memukul Alan bertubi – tubi. Ara tidak memberikan Alan ruang untuk mengelak.
Tapi, sebenarnya Alan juga tidak ingin mengelak. Alan lebih suka menjadi sasaran pukulan Ara. Dibandingkan harus mendapati Ara yang bungkam tak mau bicara.
Pukulan Ara melemah. Ara mulai menjatuhkan bantal guling yang ia pegang. Ara menunduk. membuat rambutnya yang tak terikat itu menjuntai menutupi wajah cantik nya.
Alan tersenyum. dia mulai mendekati Ara. Alan dengan segera merengkuh Ara kedalam pelukannya.
“Gue... selalu berakhir menyedihkan. Iya kan Lan?” gumam Ara lirih, dia kembali menangis dalam pelukan Alan. Pelukan yang selalu menjadi tameng atas kelemahannya.
“Itu cuma pikiran lo aja. buat gue lo tetep Azzuhra Tiarani Saviera yang menyebalkan dan menggemaskan.” Alan tersenyum seraya mengusap puncak kepala Ara lembut.
“Alannn...” Alan tertawa saat Ara memukul dadanya pelan. Dia semakin mengeratkan pelukannya membuat Ara tak bisa bernapas.
“Woii! Alan.. lo mau bunuh gue!” Ara menggerutu setelah berhasil melepaskan diri dari Alan. Alan hanya nyengir polos, kemudian dia lanjut rebahan dan menonton anime yang sempat terhenti.
Ara menggeleng pelan, dari pada harus melanjutkan debat yang tak berujung. Ara memilih untuk mengambil makanan yang ia bawa.
“Makan dulu.” Ara menyodorkan satu sendok makanan tepat didepan wajah Alan. Alan beringsut duduk, dia memilih makan tanpa paksaan. Karena sebenarnya dia sudah sangat merasa lapar. Tapi, dia terlalu malas untuk turun.
Alan membuka mulutnya, dia makan dengan lahap. Matanya masih tak beralih dari layar laptop miliknya. “Lan, gue tau ini hari terbahagia buat lo. Karena lo bisa males – malesan dan nonton anime sepuasnya. Tapi, gak sampe ngelupain sarapan juga! Ini udah siang banget loh dan lo baru makan. Inget! lo itu punya maag yang gak bisa lo sepelein gitu aja,” Ara bicara panjang lebar seraya menyuapi Alan. Alan hanya mendengarkan sambil manggut – manggut sok paham.
“Inget ya Lan, lo gak boleh mager makan! Masa iya kalo gue gak kesini. lo gak akan makan seharian. Emang, lo mau mati kelaperan?”
Alan menelan makanan nya. Dia beralih menatap Ara lembut. “Gue gak sarapan, karena gue tau lo pasti kesini. Lo gak akan biarin gue mati Ra.”
Tatapan Ara melunak. “Iya, gue gak akan pernah biarin lo mati Lan.”
***
Jangan lupa Vote dan Comment.
Karena itu asupan semangat buat nulis.Makasih yang udah setia baca kisah Alan dan Ara.
Selamat malam dan selamat istirahat 😊
KAMU SEDANG MEMBACA
ALANARA [ SUDAH TERBIT ]
Teen FictionAlan dan Ara dua orang yang memiliki kesempatan, kekayaan dan kekuasaan memilih meredupkan cahaya gemilang yang sebenarnya bisa mereka manfaatkan. Alan yang notabennya anak dari pemilik sekolah bersama sahabatnya Ara, memilih berpenampilan cupu, me...