Ingkar Janji

1.9K 218 203
                                    

Alan tengah tersenyum, dia bisa melihat Ara yang menggerutu karena menunggu dirinya. Alan memperhatikan Ara dari atas hingga bawah. Ara terlihat sangat cantik, walaupun kacamata bulat itu terlihat membingkai mata indah miliknya.

Alan mendial nomer Ara, kemudian menempelkan benda pipih itu pada telinganya. "Assalammualaikum Ra, Ra gue rasa lo harus pergi duluan deh. Gue lagi sibuk banget nih, ada satu hal urgent yang harus gue lakuin. Lo bisa kan pergi naik tak--"

"Tuhkan lo kebiasaan banget sih. Ngeselinnya gak ketulungan! gue bisa pergi sendiri! Gak usah dateng sekalian. Semoga urusan lo berantakan!" Alan dengan cepat menjauhkan ponsel itu dari telinganya. Gerutuan Ara yang sedang kesal selalu saja membuat telinga Alan menjadi sakit. Alan tersenyum senang karena Ara benar-benar marah. Itu berarti Surprise yang akan Alan buat pasti berhasil. Alan memilih untuk melihat Ara sekali lagi, dia memastikan bahwa Ara bisa pergi sendirian tanpa dirinya.

Alan bisa melihat Ara dengan wajah yang ditekuk memasuki sebuah taksi, dia tau bahwa dia sudah keterlaluan. Tapi, sudahlah semua sudah terlanjur. Yang terpenting sekarang, dia harus menyiapkan semuanya dengan cepat. Agar Alan bisa segera menyusul Ara. Alan mulai pergi dari tempat persembunyiannya.

***

Ara terpaksa turun dari taksi karena ia lupa membawa dompet. Ara berulang kali meminta maaf kepada supir taksi yang mengantar dirinya. Untung saja supir taksi itu bukan lah orang yang pemarah. Jadi, Ara tak berakhir dengan umpatan tajam dari si supir taksi.

Disini lah Ara sekarang, berjalan di tepi jalan dengan hanya bermodalkan ponsel miliknya. Berulang kali Ara menelpon Alan. Dan berulang kali juga telpon Ara tak diangkat. Ara menggigit bibirnya pelan, berusaha untuk tidak menangis.

Ara berjalan perlahan menuju halte bus yang ada di dekatnya. Ara menjatuhkan diri dengan lemah ke kursi halte, dia mengeluarkan tiket miliknya dan menatap kedua tiket itu dengan tatapan nanar.

Ara menunduk, dia mulai sedikit terisak. Jika sudah menyangkut impian dan hal yang paling dia inginkan. Ara si gadis kuat itu menjadi sangat lemah. Ara bahkan bisa menangis tak tau tempat. tangisannya semakin terdengar pilu, dia masih betah menatap kedua flat shoes pink yang dia kenakan.

Sekarang, Ara bisa melihat satu tangan terulur untuk menampung air matanya. Dengan cepat Ara membuat lengkungan indah pada wajahnya dan dengan segera ia mulai mendongak. "Alann... gue tau lo pasti dateng."

Ara terdiam. Dia berkedip beberapakali tatkala menyadari bahwa sosok lelaki berjaket denim ini bukan lah Alan, melainkan Alex teman sekelasnya. Ara dengan cepat menghapus air matanya. Dia sangat merasa malu karena sisi lain dari dirinya telah diketahui oleh orang selain Alan dan keluarganya.

Alex membuka suara saat menyadari tingkah Ara yang terlihat malu, "Ehm, maaf Ra. Gue gak bermaksud jahat kok. Tadi gue abis nganterin adek gue pergi les, terus gue liat lo jalan sendirian dan duduk dihalte sendirian. Gue pikir lo butuh bantuan, makanya gue samperin lo. Gue gak akan bilang siapa-siapa kok kalo lo nangis di halte." Alex menelan salivanya sendiri saat melihat tatapan Ara yang berubah tajam padanya. sepertinya dia telah salah berbicara, padahalkan Alex sudah sangat berhati-hati.

Ara mengubah tatapannya menjadi datar seperti biasa. Dia sadar bahwa Alex merasa bersalah karena tatapannya yang tidak santai. "Gak papa kok Lex. Gue emang lagi pengin sendiri aja," jawaban Ara yang singkat semakin membuat suasana menjadi canggung.

Alex berusaha memutar otak. Dia tidak ingin berada dalam suasana canggung seperti ini terlalu lama. Alex kan tampan, masa iya tidak bisa membuat seorang gadis ingin berlama-lama mengobrol dengan nya. 

Tapi, Ara memang berbeda jika dibandingkan dengan semua gadis yang selalu mengelilingi dirinya. Alex tak sengaja melihat dua tiket yang sedang Ara pegang. Alex tersenyum samar. "Ra, lo mau pergi ke Meet and Greet nya kak Key ya?"

ALANARA [ SUDAH TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang