Alan kini tengah berada di rumah Ara, setelah beberap menit yang lalu ia menerima telpon dari Ranti bahwa Ara sedang sakit.
"Akhirnya Arsal dateng juga."
Alan lantas menoleh dan menemukan Ranti yang baru saja datang."Mama mau pergi?" tanya Alan setelah memperhatikan pakaian yang Ranti kenakan.
Ranti mengangguk, "iya mama sama papa mau pergi, jadi Arsal jagain Azzuhra ya." Ranti tersenyum sambil menepuk pundak Alan.
Alan menaikan sebelah alisnya, dia rasa ada yang tidak beres.
"Arsal, kamu harus selalu kuat dan sabar ya." Reyhan yang tiba - tiba datang dan memberikan wejangan membuat Alan semakin yakin bahwa ada yang tidak beres.
Belum sempat ia mengutarakan isi hatinya, Alan bisa mendengar ucapan "Assalammualaikum." Yang berarti Reyhan dan Ranti sudah pergi.
***
"Assalammualaikum Ra."
Alan sudah ada di kamar Ara, gadis itu terlihat berbaring diranjang memunggungi dirinya.
"Ra, lo tidur?"
Alan memutuskan untuk mendekat karena tidak ada jawaban dari Ara.
"Alan lo jangan maju!" Alan yang baru dua kali melangkah langsung menghentikan langkahnya, dia memilih untuk menuruti perintah Ara.
"Lo sakit apa? Mama bilang lo sakit. Udah minum obat?" Alan masih setia berdiri, tapi samar - samar Alan dapat mendengar suara tangisan.
Alan akhirnya memutuskan untuk mendekati Ara, "Ra, lo nangis?"
"Alan... hiks."
Alan sedikit terkejut saat melihat Ara yang tiba - tiba saja bangun dengan kondisi muka yang memerah dan mata sembab, entah sudah berapa lama gadis itu menangis.
Alan mendekat. Dia duduk diranjang Ara. "Sini," ucapnya seraya merentangkan tangan.
Ara beringsut maju, ia dengan segera menenggelamkan wajahnya di dada bidang milik Alan. Ara memeluk Alan erat. Alan mengusap puncak kepala Ara mencoba memberikan ketenangan.
"Sakit... hiks." Ara bicara sebentar lalu kembali menangis.
"Nanti pasti sakit nya ilang, sabar." Alan memberi nasihat. "Lo mau makanan?" tawar Alan.
Ara mendongak, "boleh?" Alan mengangguk. Walaupun dia tau itu artinya dia harus mau direpotkan oleh permintaan Ara yang tak lazim.
"Tapi janji gak nangis lagi." Alan menghapus air mata Ara, gadis itu mengangguk seraya tersenyum.
"Ini daftar makanannya." Ara menyodorkan sebuah kertas. "Jangan lama - lama, gue laper."
"Siap tuan putri." Setelah meraih kertas dari tangan Ara, Alan bukan nya langsung pergi. Lelaki itu memilih untuk mengambil kunciran rambut milik Ara.
"Kenapa lagi?" tanya Ara bingung.
"Lo kalo lagi PMS bisa gak sih, gak kumel," cibir Alan seraya mengucir rambut Ara. "Nah gini kan lumayan cakep," ucapnya lagi.
Ara mendengus sebal, kemudian dia mendorong Alan agar segera pergi.
***
Alan kini tengah menunggu martabak manis rasa cokelat keju spesial yang Ara pesan. Alan menghela napas sesaat, sepertinya dia cukup kelelahan. Untung saja ini pesanan Ara yang terakhir.
"Mas Alan ini martabak nya," ucap si tukang martabak seraya menyerahkan martabak pada Alan.
"Berapa pak?"
"Tiga puluh lima ribu mas."
Alan menyerahkan uang lima puluh ribu, "kembalian nya buat bapak aja. Makasih ya pak."
"Makasih ya mas Alan, udah ganteng baik lagi. Salam buat mba Ara nya."
Alan hanya mengangguk seraya tersenyum ramah. "Saya permisi pak."
"Iya mas, hati - hati."
***
"Lan lo beneran nih gak mau nyobain satenya? Ini enak banget loh." Ara menawarkan satu tusuk sate pada Alan. Alan hanya menggeleng.
"Enggak gue udah kenyang," tolak Alan.
"Lo tadi makan dulu?"
"Enggak, gue kenyang duluan setelah beliin lo makanan dan ngeliat lo makan kaya gini," cibir Alan, Ara hanya nyengir polos. Tapi setelah itu dia sibuk menyantap makanannya lagi.
"Ra, tadi dijalan gue kepikiran sesuatu."
"Tumben lo mau mikir."
Alan mengelus dada seraya mengembuskan napas perlahan. dia mencoba bersabar.
Sekarang Alan tau mengapa Ranti dan Reyhan memilih untuk pergi dan meminta Alan untuk menjaga Ara.
Karena, disaat sedang PMS seperti sekarang mood Ara akan mudah berubah. Ara tiba - tiba saja menangis, selanjutnya marah, kadang ketus kadang biasa saja dan selalu hobi makan.
"Jadi, lo mikir apaan?" Ara bertanya karena Alan hanya diam saja. Gadis itu tak merasa bersalah.
"Enggak, tadi lo dapet salam dari pak Budi."
Alan memilih untuk mengelak, disaat seperti ini Ara tidak akan bisa diajak bercanda ataupun sharing. Jadi biarlah malam ini tenaganya habis untuk si tuan putri. Dia tidak akan memancing emosi Ara. Bisa - bisa selain tenaga, wajah dan badannya pun akan habis karena dijadikan sasaran tinju oleh gadis mungil yang terlihat tak berdaya ini. Padahal, kenyataannya Ara sangat lah kuat.
Ara menjawab, "Wa Alaika Wa Alaihis Salam."
Setelah membalas salam dari pak Budi Ara masih tetap fokus pada makanannya, sedangkan Alan memilih untuk bersandar pada kursi. Alan kini memejamkan matanya, ia nampak sangat kelelahan.
Ara menoleh. Dia menghentikan aktivitas makannya. Ara bisa melihat Alan yang tengah terlelap. Alan benar - benar kelelahan.
"Alan... " panggil Ara, Alan dengan segera membuka mata. Ia dapat melihat Ara dengan matanya yang berkaca - kaca.
"Makasih dan maaf karena gue udah bikin lo repot." Ara berkata lirih kini gadis itu mulai menunduk.
Alan tersenyum samar. Dia mulai mendekat kemudian memegang dagu Ara mencoba membuat Ara menatap dirinya.
Ara berkedip dua kali, saat tangan Alan mulai membersihkan noda saos kacang di ujung bibirnya.
"Lo itu emang ngerepotin, tapi entah kenapa gue suka."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
ALANARA [ SUDAH TERBIT ]
Teen FictionAlan dan Ara dua orang yang memiliki kesempatan, kekayaan dan kekuasaan memilih meredupkan cahaya gemilang yang sebenarnya bisa mereka manfaatkan. Alan yang notabennya anak dari pemilik sekolah bersama sahabatnya Ara, memilih berpenampilan cupu, me...