Ara sudah siuman. Dia telihat berada di depan ruang UGD. Ara sedari tadi berdiam diri. Ia bahkan tidak menggeser tubuh nya sedikit pun. Ara juga tidak merespon suster yang menyuruh nya untuk berganti pakaian, padahal baju Ara terlihat lusuh karena banyak bercak darah. selain itu suster itu juga akan mencoba mengobati lukanya namun ditolak oleh Ara.
"Suster, luka saya ini gak ada apa-apa nya dibanding luka Alan," jawaban Ara itu membuat dua suster menyerah. Mereka membiarkan Ara tetap berada diposisi nya yang sekarang.
Salah satu suster mendekati Valeri cs. "Maaf, apa kalian keluarga pasien?"
"Kenapa memang nya sus?" Bara bertanya.
"Kami butuh persetujuan untuk tindakan operasi, jika saja kondisi pasien semakin memburuk," jawaban suster itu membuat Bara menatap Valeri.
"Va, hp Alan dititipin ke elo kan?" tanya Bara, Valeri hanya merespon dengan anggukan kecil.
"Kami akan segera menghubungi keluarganya sus."
Suster itu terlihat mengangguk, kemudian mulai pergi meninggalkan Valeri Cs.
***
"Ayah, cepetan yah. Bunda takut banget Arsal kenapa-napa." Sarah terlihat begitu khawatir. Bukan hanya Sarah, tapi Roy, Reyhan dan Ranti yang berada di dalam mobil pun sangat merasa khawatir setelah tadi Sarah menerima telpon bahwa Alan masuk rumah sakit.
Rencananya mereka ber empat baru akan pulang esok hari. Tapi ternyata pekerjaan Roy dan Reyhan selesai lebih cepat. Jadi, mereka ber empat memutuskan untuk pulang hari ini dan ingin memberi kejutan kecil pada Alan juga Ara.
Tiba di Jakarta, mereka ber empat sudah berencana untuk membeli beberapa hadiah. Namun, saat di perjalanan telpon dari Valeri itu membuat semua nya terkejut. Akhirnya, mereka memutuskan untuk cepat datang ke rumah sakit.
Selama perjalanan Sarah dan Ranti tentu tak henti – henti nya menangis. Roy dan Reyhan juga tampak terpukul. Tidak dipungkiri berita Alan masuk rumah sakit membuat memori pahit itu datang lagi.
Roy terlihat menaikan kecepatan mobilnya. Mobil itu melaju dengan cepat menembus jalanan Jakarta yang cukup padat.
***
Valeri Cs, terlihat memperhatikan Ara. Ara benar-benar tidak bergerak dari posisinya. Dia masih betah duduk berselonjor di depan ruang UGD.
Valeri membuka suara, "Gue ngerasa bersalah banget karena tadi kita malah nyegah dia buat nemuin Alan." Valeri menatap Ara sendu.
Bara menyahut, "Kalo tadi kita berhasil nyegah dia terus Alan sampe gak ketolong. Gue gak bisa maapin diri gue sendiri."
Sandra dan Erlan terlihat menunduk. Mereka berdua juga merasa bersalah. Alan jadi seperti ini karena mereka juga kan?
"Kalian, yang menelpon saya?" seorang perempuan berhijab itu mulai mengambil atensi Valeri Cs.
Valeri bangkit dari duduk nya, ia mulai mendekat. "Tante, bunda nya Alan?"
Sarah mengangguk. "Dimana anak saya? Kenapa anak saya bisa kecelakaan? Terus Ara dimana? dia kecelakaan juga?" Sarah menghujani Valeri dengan banyak pertanyaan. Valeri terdiam dia terlihat kebingungan.
Roy dan Ranti mencoba menenangkan Sarah. Sarah menghela napas sesaat. "Maap in tante ya."
Valeri menggeleng, "Gak papa kok tan, saya tau tante pasti sangat khawatir."
Bara, Sandra dan Erlan mendekat. Bara mengambil atensi, "Sebelumnya saya mohon maaf, saya ingin menjelaskan kenapa Alan bisa sampai masuk rumah sakit. Jadi, Alan tiga minggu yang lalu ikut ke dalam komunitas motor sport kita. Hari ini ada balapan yang sedang diadakan. Alan ikut serta dalam balapan itu. Lalu Alan kecelakaan saat sedang balapan."
KAMU SEDANG MEMBACA
ALANARA [ SUDAH TERBIT ]
Teen FictionAlan dan Ara dua orang yang memiliki kesempatan, kekayaan dan kekuasaan memilih meredupkan cahaya gemilang yang sebenarnya bisa mereka manfaatkan. Alan yang notabennya anak dari pemilik sekolah bersama sahabatnya Ara, memilih berpenampilan cupu, me...