Part 4

257K 19.7K 1.9K
                                    

Dua hari kemudian...

Azan Subuh berkumandang, memecah kesunyian pagi. Argan yang sudah berpakaian rapi membangunkan Nara dengan mengusap selimut yang menutup tubuhnya.

"Na, bangun udah Subuh."

Nara terlihat ogah-ogahan untuk bangun. Tampangnya tampak cemberut dengan mata yang masih terpejam.

"Na, bangun Subuhan. Nanti kesiangan." Argan mengeraskan suaranya.

Nara mengerjap. Bayangan wajah tampan Argan mendominasi penglihatannya.

"Iya, Pak saya akan sholat," jawab Nara malas-malasan.

"Kok masih meringkuk dalam selimut? Ayo bangun!" Argan menarik selimut yang menutup tubuh istrinya. Seketika matanya terbelalak melihat Nara hanya mengenakan celana dalam. Nara malu bukan main dan terperanjat dengan gerak tangkas Argan yang tak mampu ia cegah.

Nara segera merebut kembali selimutnya dan menutupkan kembali ke tubuhnya.

"Bapak apaan sih? Nggak sopan banget main tarik selimut saya."

Argan melongo dan berdebar menatap pemandangan indah barusan.

"Saya pikir kamu pakai baju lengkap," sahut Argan santai.

"Saya kadang tidur cuma pakai celana dalam. Lebih enak aja," ucap santai Nara sedikit menunduk. Rasanya sungguh malu. Rona merah bersemu di pipinya.

"Oh gitu, jadi kamu melepas celana kamu saat saya tidur?" tatapan Argan menelisik wajah istrinya yang sudah terlihat seperti kepiting rebus.

"Ya," jawab Nara singkat.

"Kenapa nggak melepasnya saat saya masih melek?" tanya Argan sekenanya.

"BAPAK!" Nara membulatkan matanya.

"Saya berangkat dulu ke Masjid ya." Argan tersenyum penuh arti lalu berjalan menuju pintu.

Dengan sedikit malas, Nara melangkah gontai menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan berwudu.

******

Pagi ini dan sampai sore nanti adalah giliran Nara untuk memasak. Ia memilih menu simpel untuk sarapan pagi ini, nasi goreng dan telur ceplok. Nara menyeleksi satu dari sekian banyak resep hasil browsing yang menurutnya sederhana dan enak.

Nara menggunakan bumbu sesuai petunjuk resep, bawang merah, bawang putih, garam, kecap manis, terasi, cabai merah, cabai rawit, bawang daun, telur, dan bawang merah goreng sebagai pelengkap, untuk taburan di atas nasi.

Saat Nara mengiris bawang putih, jarinya teriris pisau, hanya goresan kecil, tapi cukup terasa perih. Argan yang melangkah menghampirinya segera meraih jari tangan Nara. Ekspresi wajahnya gambarkan kekhawatiran yang mendalam.

"Jarimu terluka. Saya obati dulu, ya." Argan menatap tajam Nara.

Selalu saja ada debaran tak menentu setiap kali Nara menatap jauh ke dalam sorot mata Argan yang terlihat tenang di suatu waktu, tapi di waktu yang lain bisa sedemikian menghanyutkan seperti lautan lepas yang siap menenggelamkannya.

"Nggak perlu, Pak. Nanti juga sembuh sendiri." Nara menarik jari tangannya dari genggaman Argan.

"Apa perlu saya bantu?" tanya Argan kembali.

"Nggak usah, hari ini giliran saya masak," jawab Nara kemudian.

Argan mengangguk. "Baiklah." Selanjutnya ia berjalan menuju kamar Sakha untuk mengecek apakah putranya sudah selesai berganti seragam apa belum.

Nara telah selesai memasak. Ia menyajikan tiga porsi nasi goreng di atas meja. Argan dan Sakha mendekat ke meja makan. Argan menatap nasi goreng yang dilengkapi telur ceplok, selada, dan ayam goreng dengan antusias. Nara menggoreng ayam goreng yang sebelumnya sudah diungkep. Argan memesannya pada salah satu penjual makanan lauk rumahan yang menawarkan jasa delivery order. Selama tiga tahun, sebelum menikah dengan Nara, ia adalah single parent yang harus selalu siap memasak untuknya dan Sakha. Terkadang ia memesan lauk-lauk praktis yang bisa dimasak dalam waktu cepat, misal ayam ungkep, bandeng, nugget homemade, tempe dan tahu bacem ungkep yang tinggal digoreng saja ketika ingin mengonsumsinya.

Dear Pak Dosen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang