Part 11

262K 17.1K 1.2K
                                    

Nara mengamati wajah Argan yang terdiam seakan menyimpan sesuatu.

"Mas Argan, kenapa diam? Itu pesan dari siapa?" Nara mengernyit.

"Mas juga nggak tahu. Nomor asing dan dia mengancam akan membalas dendam kematian Mareta. Dari pesan ini, aku menyimpulkan Mareta punya seseorang di masa lalu. Dan aku sangat yakin akan hal itu."

Nara memicingkan matanya. "Mas Argan sangat yakin? Apa almarhumah Mbak Mareta pernah bercerita soal masa lalunya?"

Argan menatap Nara datar meski dalam dadanya bergemuruh sesuatu yang sangat menyesakkan. Sesuatu yang sebenarnya tidak ingin dia ingat-ingat lagi apalagi hal itu terkait aib orang yang sudah meninggal. Hanya saja, kasus masa lalu Mareta yang belum terselesaikan ditambah dengan datangnya pesan whatsapp dari orang tak dikenal dan bernada ancaman, membuat Argan mempertimbangkan kembali untuk terbuka semua pada Nara dan tak menutupi suatu apa pun. Mungkin saja semua bisa menjadi petunjuk atas berlikunya masalah di masa lalu.

"Mareta tak bercerita apapun soal cinta masa lalunya, Na. Tapi ... gimana ya menjelaskannya. Ini aib tapi aku butuh pendapatmu untuk memikirkan soal ini. Entah kenapa, aku yakin orang yang mengirim pesan ini adalah seseorang dari masa lalu Mareta." Ekspresi wajah Argan terlihat gusar.

Nara menggenggam tangan Argan erat. "Cerita saja Mas. Kalau ini memang bisa menjadi petunjuk, tolong ceritakan." Nara mengangguk, sebagai isyarat untuk meyakinkan Argan bercerita semuanya.

"Saat kami menikah dulu ... di malam pertama kami berhubungan, Mareta sudah dalam keadaan tidak perawan. Aku memang belum pernah menyentuh perempuan sebelumnya. Tapi aku juga bukan orang yang polos-polos amat dan nggak bisa bedain mana yang masih perawan, mana yang nggak. Karena itu ada ungkapan yang mengatakan bahwa perempuan yang sudah melakukan hubungan seks pasti ada bekasnya. Beda sama laki-laki yang nggak berbekas. Laki-laki yang berbohong pada istrinya bahwa dia masih perjaka, bisa aja nggak ketahuan tapi seorang istri yang berbohong bahwa dia masih virgin saat malam pertama dengan suaminya, itu nggak akan efektif karena pasti akan ketahuan. Dan saat aku berhubungan denganmu, aku semakin yakin bahwa Mareta pernah punya seseorang di masa lalu dan mereka pernah melakukan hubungan seks. Aku bukan sedang membandingkanmu dengannya. Tapi jujur rasanya emang beda, Na."

Nara terpekur. Satu pertanyaan yang bertalu di kepalanya adalah, bagaimana bisa Argan berbesar hati menerima kondisi Mareta yang sudah tidak perawan.

"Mas Argan nggak nanya ke almarhumah tentang identitas kekasihnya di masa lalu?"

Argan menggeleng. "Aku nggak mau menyinggung perasaan Mareta, Na. Aku juga bukan tipe laki-laki yang begitu mudah meninggalkan perempuan setelah aku tahu kondisinya yang sudah tak virgin. Aku terima masa lalu dan kondisinya. Menikah adalah hal yang sakral dan kita harus bisa menerima seseorang yang sudah sah menjadi pasangan halal kita apa pun kondisinya. Aku melihat Mereta berusaha menjadi orang yang lebih baik dan aku hargai itu."

Nara mengulas senyum dan mengusap pipi suaminya.

"Aku bersyukur menikah denganmu, Mas. Mas Argan orang yang berjiwa besar, penyabar, dan nggak memandang seseorang dari masa lalunya. Dan dari cerita Mas Argan barusan, aku pun semakin yakin, ada seseorang dari masa lalu Mbak Mareta yang mungkin menduga Mas Argan terkait dengan bunuh dirinya Mbak Mareta. Terbaca banget ada aura dendam di pesan itu, Mas."

Argan mencerna kata-kata yang meluncur dari bibir sang istri. Ia sepemikiran dengan Nara. Rasanya ia perlu meluruskan kesalahpahaman ini dengan orang tersebut sekaligus menyelidiki siapa sebenarnya seseorang dari masa lalu Mareta dan motif apa yang membuat Mareta bunuh diri.

"Mas, aku kok jadi khawatir sama Mas Argan. Gimana kalau orang itu macam-macam sama Mas Argan?" Nara menggelayut di lengan suaminya.

Argan mengelus helai demi helai rambut indah sang istri. "Jangan khawatir, Sayang. Ada Allah tempat meminta perlindungan. Aku justru berharap bisa bertemu dengan orang itu untuk meluruskan kesalahpahaman dan mungkin kami bisa bersama-sama menemukan jawaban atas penyebab bunuh dirinya Mareta yang sebenarnya."

Dear Pak Dosen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang