Part 9

294K 17K 1K
                                    

Nara mengerjap. Matanya membuka perlahan. Selimut itu masih membungkus tubuhnya hingga ke dada. Ia melirik Argan yang masih terpejam. Biasanya Argan bangun malam untuk sholat Tahajjud, malam ini dia terlihat kelelahan. Tentu saja, semalam Argan menggempurnya habis-habisan, seperti berabad-abad tidak makan. Tak ada satu pun di setiap jengkal tubuh Nara yang lolos dari sentuhan dan ciumannya. Namun, Argan cukup memahami bahwa semalam adalah malam pertama untuk Nara. Ia melakukannya dengan lembut dan berkali-kali bertanya pada Nara, apakah hendak dilanjutkan atau tidak ketika gadis itu meringis menahan sakit. Nara yang terkadang begitu manja, semalam seakan menjelma menjadi wanita dewasa yang menyerahkan dirinya seutuhnya untuk Argan. Salah satu moment krusial dalam hidupnya telah terlewati. Mereka tersenyum dan Argan mencium bibir Nara bertubi-tubi seusai mengakhiri penyatuan itu, tak lupa bisikan lembut dari Argan singgah di telinga Nara. "Terima kasih untuk semuanya, sayang. I love you so much."

Wajah Nara bersemu merah tatkala mengingat moment semalam yang begitu mendebarkan dan romantis. Kini ia memahami, barangkali Firda tak sanggup menahan gejolak gairah dan kenikmatan yang laki-laki itu berikan hingga akhirnya ia kebablasan, membiarkan laki-laki itu menjamahnya.

Nara meraba lehernya, melirik dada dan lengannya. Argan meninggalkan banyak jejak merah yang terlihat begitu kentara menghiasi bagian-bagian tertentu di tubuhnya. Ia ingat semalam Argan menghujaninya dengan kiss mark yang Nara sendiri tak tahu kapan hilangnya. Jejak-jejak kiss mark di tubuhnya bisa ditutupi, bagaimana dengan lehernya?

Nara mengulas senyum. Pria yang saat ini terkapar di sebelahnya begitu memanjakannya. Dia memiliki image cool dan berwibawa di depan publik, tetapi bisa begitu panas dan liar di ranjang. Ia seolah menjelma menjadi singa buas yang tak akan membiarkan mangsanya lolos. Nara menyukai setiap perlakuannya. Ia merasa begitu diinginkan.

Argan menggeliat. Matanya perlahan membuka. Ketika ia menoleh ke arah Nara, mendadak Nara salah tingkah. Ia terlalu malu untuk menatap suaminya. Nara menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Argan semakin gemas melihatnya. Tangannya berusaha membentangkan kedua telapak tangan Nara yang menutup wajah cantik itu agar ia bisa melihat wajah istrinya di pagi buta.

Dengan susah payah, Argan berhasil menyingkirkan kedua tangan Nara dari wajahnya. Lagi-lagi Nara tersipu. Ia menunduk dan tak berani membuat kontak mata dengan Argan. Laki-laki gagah itu memandanginya dengan senyum yang tak lepas. Sorot mata itu seakan memendarkan percikan cinta yang begitu membara.

"Ehemb... yang udah nggak perawan, malu-malu kucing nih ...." Argan meledek istrinya membuat Nara membelalak.

"Mas ... Mas ini frontal banget sih ngomongnya." Nara mencubit perut Argan pelan.

Argan terkekeh. "Aku bener, 'kan? Kamu kehilangannya dengan jalan yang sudah halal dan diridhoi. Nggak perlu malu."

Nara tersenyum dan menatap lekat wajah suaminya yang terlihat lebih tampan saat bangun tidur.

Argan mengelus pipi istrinya. "Apa masih sakit?"

Nara masih merasakan nyeri di bagian vitalnya. Namun ia tak begitu merasakannya. Ia ikhlas lahir batin menyerahkan kehormatan yang sudah ia jaga selama ini untuk laki-laki yang memang berhak atasnya.

"Sedikit, tapi nggak apa-apa," jawab Nara pelan dengan semburat merah yang masih menyapu wajahnya.

"Nanti mandi bareng ya." Argan masih mengusap-usap pipi Nara, alirkan perasaan cinta yang merasuk dalam diri Nara. Ia bahagia karena merasa begitu dicintai dan dijaga Argan dengan sepenuh hati.

"Nanti mandinya jadi lama," sahut Nara dengan bibir yang sedikit mengerucut.

"Emang kenapa? Kok bisa lama? Ngapain aja emangnya di kamar mandi?" Argan semakin gemas dan bersemangat meledek istrinya.

Dear Pak Dosen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang