Nara mengedarkan pandangan ke segala sudut ruang. Ia mengembuskan napas dan memasang tampang murung. Rasanya ia masih ingin menghabiskan waktu bersama Sakha dan Argan di Purwokerto, tapi jatah izinnya sudah habis. Ia kembali lagi ke desa tempatnya menjalani KKN, kembali berjibaku dengan tugas sebagai mahasiswi yang harus terjun di tengah masyarakat, melaksanakan serangkaian program.
Malam ini mereka akan menghadiri pentas seni di Balai Desa yang nantinya akan menampilkan tari-tarian tradisional, pertunjukkan teater, lagu tradisional, pembacaan puisi, serta pantomim. Yang akan mengisi acara pentas seni tersebut adalah murid-murid dari empat Sekolah Dasar yang ada di desa tersebut.
Cherry dan Bastian didapuk sebagai pemandu acara di pentas seni nanti. Dion dan Fahri akan bertugas mendokumentasikan acara. Sedang yang lain hanya sebagai penonton karena sudah ada panitia pentas seni yang mengatur jalannya acara. Panitia tersebut adalah pelajar-pelajar SMA. Tim Nara juga akan menyumbang sebuah lagu disertai pembacaan puisi di tengah lagu. Nara yang akan membacakan puisi.
Nara meletakkan tasnya di atas meja lalu melangkah lunglai menuju teras, bergabung dengan teman satu timnya yang sedang berlatih menyanyi. Bastian dan Dion akan memainkan gitar. Mereka memilih lagu "Rumah Kita" untuk disumbangkan di acara tersebut. Cherry dan Farel akan mendapat jatah menyanyi sendiri karena suara keduanya bagus, yang lain sebagai pengiring. Menjelang lagu berakhir, semua angggota tim akan menyanyi bersama-sama.
Nara menulis konsep puisi yang akan dibacakan di acara nanti. Ia memutar matanya dan sesekali melirik temannya satu per satu, seakan tengah mencari inspirasi.
"Gaesss, puisinya nanti tentang apa?" Nara melirik Dita dan Siska.
"Disesuaikan aja dengan lagunya, Na. Mungkin tentang rumah atau keluarga, ada pesan cinta keluarga dan rumah sendiri kan dalam lagu itu? Mungkin bisa diartikan sebagai cinta pada kampung halaman, cinta dan bangga pada tanah sendiri."Layla memberikan pendapatnya.
"Tumben pendapatmu bagus, La." Dion terkekeh.
"Eit, baru tahu dia. Jangan pernah ngraguin aku." Layla mencibir.
"Selain cinta keluarga, cinta kampung halaman, pesan lagu ini juga dalem, sih. Jadi mau kayak gimana tetap lebih baik di kampung sendiri, di rumah sendiri dibanding jika harus ke kota yang belum tentu bisa memberi kehidupan yang lebih baik. Lebih luas lagi, lebih baik di tanah sendiri, di negeri sendiri, karena di luar sana belum tentu lebih baik. Hujan batu di negeri sendiri lebih baik daripada hujan emas di negara lain." Bastian menambahkan.
Dita semakin terpesona pada cara berpikir Bastian.
"Mantap nih Ketua!" Farel mengangkat ibu jarinya.
"Mending sekarang kita mulai latihan nyanyi, yuk!" Bastian memetik senar gitarnya.
Semua anggota tim bersemangat untuk berlatih. Cherry mengambil bagian lebih dulu, menyanyikan satu bait lagu.
Hanya bilik bambu tempat tinggal kita
Tanpa hiasan, tanpa lukisan
Beratap jerami, beralaskan tanah
Namun semua ini punya kita
Memang semua ini milik kita, sendiriGantian Farel yang menyanyi
Hanya alang alang pagar rumah kita
Tanya anyelir, tanpa melati
Hanya bunga bakung tumbuh di halaman
Namun semua itu punya kita
Memang semua itu milik kitaSetelah Farel menyanyi, giliran Bastian yang menyanyi.
Haruskah kita beranjak ke kota
Yang penuh dengan tanyaBarulah semua anggota tim menyanyi Bersama-sama.
Lebih baik di sini, rumah kita sendiri
Segala nikmat dan anugerah yang kuasa
Semuanya ada di sini
Rumah kita
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Pak Dosen
RomanceRank #1 married-31/01/2019 Rank #1 lifestory-14/03/2019 Rank #1 ayah-08/04/2019 Rank #2 married-29/01/2019 Rank #2 mahasiswa-05/06/2019 Rank #3 marriage-15/04/2019 Rank #3 kehidupan-29/01/2019 Rank #3 keluarga-5/12/2019 Rank #3 kampus-19/03/2019 Ran...