Part 18

221K 15.2K 693
                                    

Sesekali ingin kayak author lain, yang nargetin vote baru lanjut cerita. Kemarin nyoba di My Baby, My Strength berhasil. Jadi aku mau nyoba target vote ampe 1500, baru aku lanjut. Aku Cuma ingin kenal dan tahu siapa aja yang baca cerita ini. Kalau kalian vote cerita, notifnya bakal muncul jadi aku tahu akun mana aja yg aktif dan aku seneng bisa kenal kalian. Notif vote tuh kayak gini, kalau akun murni pembaca mungkin belum tahu.

Btw Sakha ini diceritakan anak cerdas yang kritis dan punya kecerdasan bahasa juga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Btw Sakha ini diceritakan anak cerdas yang kritis dan punya kecerdasan bahasa juga.
Jangan heran melihat anak2 kecil sudah mahir berkomunikasi dengan bahasa asing, apalagi yang sekolahnya bilingual. Kalau kritisnya Sakha inspirasinya dari anak sendiri sih, yang sejak TK itu udah suka nanya macem-macem, terkadang hal-hal yang belum aku tahu. Google seringkali jadi penyelamat haha.

Untuk update ini penuh perjuangan, sinyal jelek plus laptop loadingnya lemot.

Minggu pagi ini Argan berlatih treadmill sedang Sakha tengah asik menyusun lego di ruang tengah. Nara menyiapkan sarapan. Uwa Parti yang datang lebih pagi terlihat sibuk menjemur baju.

Nara melirik sang suami dengan badan penuh keringat tapi entah kenapa di matanya terlihat seksi. Lengan berotot, perut sixpack, dada bidang, dengan tinggi badan dan berat badan yang proporsional serta ideal. Nara mendekat dan menelisiknya dari atas ke bawah.

"Uhh ... body goal banget sih ...."

Argan tersenyum. Nara semakin ke sini semakin berani meledek atau melayangkan pujian padanya. Ingin ia membalas, kamu juga Na, body goal banget. Langsing berisi, perut rata, proporsional, ukuran dada yang pas dan selalu enak untuk diremas ... ssszztttt Argan menghentikan pikirannya yang berkelana kemana-mana . Ia melirik Sakha yang asik bermain lego, tak begitu jauh darinya. Lisan harus di-rem agar Sakha tak mendengar kata-kata vulgar yang kadang ia ucapkan saat hanya berdua bersama Nara.

"Kamu juga sayang ... body goal banget." Argan balas memuji istrinya.

Nara tersipu. Argan bukan tipikal suami yang pelit pujian.

"Masakan sudah siap. Ayah mau makan sekarang?" Nara bersedekap dan menyandar di dinding, sementara matanya awas mengamati gerakan sang suami.

"Nanti aja, Na. Belum lapar. Coba tanya ke Sakha."

Nara mendekat ke arah anak delapan tahun itu.

"Sakha sarapan dulu, yuk." Nara menyunggingkan senyum.

"Ntar deh, belum laper," balas Sakha masih sambil asik menyusun lego.

Nara tak memaksa. Satu yang ia syukuri, Sakha sudah mau berangkat sekolah setelah sebelumnya pernah sekali membolos. Nara dan Argan mengantarnya bersama ke sekolah. Mereka juga berbicara dengan Riana terkait kasus bullying yang menimpa Sakha. Riana berjanji untuk menghimbau para murid maupun orang tuanya agar menghindari bullying. Nara membacanya di grup whatsapp yang dibentuk Riana. Ia meminta para orangtua agar menasihati anak-anaknya agar tidak mem-bully anak lain.

Dear Pak Dosen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang