Prolog

1.7K 147 30
                                    

Masuk! Tidak! Masuk! Tidak! Seharusnya ini mudah bagiku. Pakaianku juga sudah sangat mendukung. Rok hitam mini ketat, tanktop dan dilapisi blazer. Walaupun jika seorang pengamat fashion mengomentari penampilanku, mereka bakal langsung melemparku ke bak sampah karena terlalu kampungan. Namun setidaknya sudah lumayan seksi menurutku.

Tinggal masuk ke dalam apa susahnya. Sial! Seharusnya aku membawa teman, bukan malah sok berani datang sendirian dan ini akan jadi pengalaman pertamaku jika benar-benar masuk ke dalam klub.

Hingar-bingar yang kedengaran sampai luar, pria-wanita berjalan sempoyongan keluar klub, beberapa ada yang berciuman tak tahu malu di parkiran mobil dan bodyguard menyeramkan hilir mudik menjaga pintu masuk, menjadi pertimbangan  untuk tidak sembarangan masuk. Di sana bukan duniaku, tapi siapa yang tahu duniaku akan berubah setelah masuk ke sana.

Demi tekad mendapatkan pria kaya, aku harus masuk. Sepatu hak tinggi tujuh senti yang bahkan nyaris membuatku terjungkal melangkah mantap menuju pintu masuk. Katakanlah aku ini setengah jenius, mampu melabui manusia setengah Hulk ini dengan cara mengaku-ngaku sebagai teman wanita dari Lee Tae Yong yang bahkan baru kudengar beberapa detik lalu dari dua wanita yang juga baru saja keluar.

Tanpa basa-basi, salah satu Hulk itu mengantarku ke dalam. Kalian bisa membayangkan sendiri keadaan di dalam klub. Hampir saja ramyeon yang baru kumakan setengah jam lalu keluar sia-sia. Gila! Ini Gila! Seharusnya aku tidak menyetujui ide gilaku ini.

"Se ... sepertinya aku harus pulang. Aku baru ingat kalau aku ada janji lainnya." Entah kupingnya tersumbat kotoran, atau pura-pura tak mendengar, ia terus menyeretku lebih dalam. Naik terseok ke lantai atas. Melalui koridor sebelum sampai di depan pintu ganda ruang privat. Ia mengetuk. Aku panik seketika, mencoba melepaskan diri. Sia-sia tentu saja, bagaimana bisa tubuh sekecil diriku mampu menandingi tenaga yang bahkan ratusan kali lipat dari tenagaku.

Satu-satunya jalan adalah aku mengigit lengannya kuat. Tak peduli bakalan membekas apa tidak. Aku segera berlari. Kembali ke lantai bawah. Berdesakan dengan pengunjung yang turun ke lantai dansa. Si Hulk itu berhasil menangkapku. Aku meronta. Ingin kuberi tanda gigitan kedua kali, tapi dia berhasil mengunci lenganku di balik punggung.

"Kalau melawan lagi aku tampar pipimu, jalang."

Apa dia bilang! Aku jalang! Wah dia tidak tahu kalau aku marah, tanduk ilusi di kepalaku langsung mencuat sangat menyeramkan. Tidak peduli dengan ancamannya, aku terus melawan, walau harus menahan sakit pada pergelangan tangan sebab dicengkeram kuat. Sial!

Entah datang dari mana, seseorang melayangkan satu tinju pada muka si Hulk. Kuncian pada tanganku terlepas. Aku mengeceknya, sedikit memar. Si Hulk sempat melawan, tapi tidak berdaya oleh serangan beruntun dari pria bermasker hitam. Sampai badan sebesar itu roboh ke lantai.

Pria bermasker menarikku. Aku mencegahnya. Ada yang kelupaan. Aku melepas sepatu hak tujuh sentiku lalu memukulkannya ke wajah si pria berbadan besar. "Itu untuk rasa sakit di tanganku! Dasar brengsek!"

Lantas pria bermasker itu kembali menarikku kasar keluar klub. Beberapa bodyguard ada yang mengejar. Sampai di gang sempit, mereka sudah menyerah mengikuti kami. Napasku mengalun cepat. Wajah sudah banjir keringat.

"You're okay?" tanyanya.

Aku mengangguk. "Gamsahamnida, kau sudah berbaik hati menolongku tadi," ucapku masih tersengal menyenderkan seluruh lelah pada tembok.

Pria itu terdiam. Mengamatiku lekat. Hingga membuatku salah tingkah. Memangnya ada yang aneh dengan diriku sekarang sampai seintens itu mata bobanya mengamati. Kecuali dengan ... aku langsung menyilangkan kedua tangan di depan dada. "Yaa! Dasar maniak!"

Dia semakin dekat. Tatapannya yang mengintimidasi, membuatku menciut. Ia memojokkanku ke tembok. Lantas memerangkapku dengan satu tangan sedangkan tangan lain membuka masker. Setelah masker terlepas, sempurna sudah wajahnya memenuhi bayangan mataku. Aku nyaris lupa cara bernapas saking tampannya dia.

"Aku punya cara yang lebih mudah sebagai ganti ucapan terima kasih."

Napasnya yang memburu menampar wajahku. Kenapa jantungku berdetak sangat cepat. Detik berikutnya yang kurasakan benda kenyal melumat bibir.

Aku Lee Di Tya, 19 tahun. Setengah tahun lalu lulus dari SMA. Sepanjang eksistensiku di bumi menyebalkan ini, baru kali ini aku merasakan apa itu ciuman dan ternyata sangat mengerikan!

——

Oh, hai, cerita ini juga udah mengendap lama di draft. Jadi daripada mubazir, akhirnya aku putuskan untuk mempostingnya.

If I Never Loved YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang