Hari ke - 57
Hari itu Sigit pulang dari sekolah dengan wajah berseri. Hari ini hari ulang tahunnya, dan Ibunya berjanji akan memasakkan makanan kesukaannya, ayam goreng mentega.
Namun saat tiba di depan rumahnya, Sigit melihat pintu rumahnya sedikit terbuka. Ibunya tidak pernah seteledor itu. Kecuali-
Sigit bergegas masuk ke dalam rumah, takut kalau pikiran buruknya sedang terjadi. Ayahnya pulang dan kembali memukuli ibunya. Sigit harus segera menolong ibunya. Apalagi saat melewati ruang tamu, Sigit bisa mendengar suara kursi dan piring yang dibanting.
Sigit mengintip ke arah dapur dan tertegun. Hanya ada ayahnya di sana, tidak ada ibunya. Pecahan piring dan makanan yang Sigit tahu adalah ayam goreng mentega berceceran di lantai.
Ayahnya menyadari keberadaan Sigit, dan dengan mata merah akibat minuman keras menatap Sigit sambil tertawa.
"Jadi dia benar-benar tidak membawamu," katanya sambil tertawa keras.
"Apa maksud Papa?" tanya Sigit, dan ayahnya menyodorkan sepucuk surat untuk Sigit, masih sambil tertawa terbahak-bahak.
"Kurang ajar wanita itu! Meninggalkanku dengan satu beban! Kenapa dia tidak membawamu juga, hah??"
Sigit dengan tangan bergetar membuka surat itu, dan mengenali tulisan ibunya.
Sigit, Mama minta maaf, Mama harus pergi sekarang juga. Mama sudah tidak kuat lagi tinggal di rumah ini, dan ini satu-satunya kesempatan Mama. Mama membawa Shania bersama Mama. Mama minta maaf, tidak bisa bersama kamu di hari ulang tahunmu. Mama sudah memasak ayam goreng mentega kesukaan kamu, nanti dihabiskan ya.
Tolong jaga Papa ya, Sayang. Mama mencintaimu.
Tangan Sigit bergetar saat jemarinya meremas surat itu menjadi gumpalan di tangannya.
Menjaga Papanya???? Apa Mamanya sudah gila???
Lalu tiba-tiba rambutnya ditarik dengan kasar oleh ayahnya, yang tertawa geli melihat wajahnya. Sigut bergidik melihatnya. Sepertinya bukan hanya Mamanya yang gila, Papanya juga.
"Kasihan sekali kamu, ditinggal. Mama kamu nggak sayang sama kamu, dia cuma sayang Shania."
Lalu tangan ayahnya menepuk-nepuk pipinya.
"Papa nggak ada duit. Kamu beresin rumah ya, jual apa yang bisa dijual ke Mang Somed yang tukang loak itu, nanti uangnya kasih ke Papa semua."
Sigit melotot kaget.
"Papa- tapi uang sekolah Sigit-"
Satu tamparan keras menerpa wajah Sigit, dan seakan itu belum cukup, kaki ayahnya bersarang di perut Sigit, membuatnya memuntahkan makan siangnya yang tak seberapa.
"Papa bilang Papa nggak ada duit!! Kalau perlu nggak usah sekolah aja kamu!! Buang-buang duit!! Mending kamu cari kerja sana, buat makan! Nggak usah pikirin sekolah!!"
Sigit menggigit bibirnya, menahan isakan yang sudah akan keluar dari bibir kecilnya, karena dia ingat, ayahnya akan semakin membabi buta jika dia merespon. Tak lama, ayahnya berhenti memukulinya. Sigit bisa mendengar langkah kaki ayahnya yang meninggalkan rumah ini, meninggalkan putra sulungnya dalam kubangan muntahannya sendiri, dan pecahan piring yang berserakan bercampur darah dan airmatanya.
Kalau Mama mencintaiku, seharusnya Mama membawaku juga!!! jerit batin Sigit.
Tapi Mama justru meninggalkanku bersama monster. Aku benci Mama. Aku benci Shania. Aku benci Papa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu
ChickLitMasayu, manajer baru Band Petir sangat menyadari kalau pekerjaan barunya ini akan jauh lebih berat dari pekerjaannya sebelum ini, terutama karena keberadaan pria itu. warning 18++ Start : 24jun'18 End : 18ag'19 Cover by @AVAVVA