roku

81.7K 6.2K 230
                                    

Sigit menatap Ayu yang terpaku menatapnya, sambil tersenyum.

Tidak sulit mencari tahu penerbangan apa dan ke mana yang dinaiki Ayu. Sedikit bocoran dari Mbak Rini yang sama sekali tidak curiga dan sesi make-out dengan salah satu petinggi perusahaan pesawat udara yang ditumpangi Ayu - yang memang adalah salah satu mantannya, bukan mantan favorit tapi demi Ayu, tidak masalah - membuatnya bisa mengambil tempat tepat di sebelah Ayu, dalam penerbangan yang sama. Untunglah beberapa waktu yang lalu, Sigit mendapat job pemotretan di Okinawa, dan dia masih memiliki visa Jepang yang berlaku.

"Silakan duduk, Nona. Anda menutupi jalan," kata salah satu pramugari, dan Ayu mau tidak mau duduk.

"Hai," sapa Sigit lagi, seakan-akan bertemu Ayu di pesawat ini adalah sesuatu yang kebetulan dan sangat wajar.

"Gimana lo bisa ada di sini?" desis Ayu curiga.

"Ya, kenapa nggak bisa? Ini pesawat umum. Setau gue, siapapun boleh naik pesawat ini, kalau bayar."

"Kenapa lo ada di sini??"

"Karena gue mau ke Tokyo. Lo tau kan, gue dan Willy ditegur Bang Yudi gara-gara lagu? Gue mau ke sana nyari inspirasi."

"Di Tokyo?"

"Iya. Emangnya kenapa?"

"Katanya, temanya cinta pertama kan? Cinta lo di Tokyo? Jauh amat." Sigit terdiam. Ayu sampai mengira Sigit tertidur jika saja Sigit tidak berbicara lagi, dengan suara yang pelan.

"Gue belum pernah jatuh cinta."

Ayu melotot.

"Lo bercanda." Sigit menggeleng, tampak serius saat menatap Ayu, dan Ayu semakin melebarkan matanya.

"Oh, my God. Gila, ini sama sekali nggak mungkin. Lo, yang mantannya tersebar dari Sabang sampai Merauke, belum pernah jatuh cinta??"

"Lo berlebihan banget sih. Mantan gue hanya seputaran Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, -"

"Lo nggak usah absenin kota tempat Petir tur ke gue, deh. Lo nggak tau tentang Majas hiperbola?"

"Lo ngomong seakan-akan nilai bahasa Indo lo bagus." Ayu tertawa.

"Bagus kok. 7-8 nyampe lah."

"Kita seangkatan kan? UN indo lo berapa pas SMA?"

"Kayaknya sih. Gue 72. Susah itu. Emang lo berapa?" Sigit nyengir dengan lebar, tampak sombong.

"86 dong. Cupu lo, 72 doang."

Ayu yang tidak terima dibilang cupu, mencoba membandingkan nilai yang lain.

"Tapi mat gue 100. Lo?"

"Sialan. Gue salah satu itu," umpat Sigit, dan Ayu tertawa penuh kemenangan.

"Lo pasti salah di soal penampang kan? Gambarnya menjebak banget tuh, temen-temen gue rata-rata salah di situ." Sigit mendengus.

"Anak HB* ternyata payah. Penampang aja salah? Cupu."

"Kalo saja lo lupa, gue 100, lo 97,5 doang. Sekarang siapa yang cupu?"

"Tapi bahasa gue menang." Ayu tertawa.

"Darimana lo tahu gue anak HB?"

"Theo."

"Oh... Lo anak mana sih? Kok nggak masuk HB?"

"Ngapain. Gue masuk 28* dong."

"Anjir, lo anak 28? Gue mau masuk sana juga, tapi dia nggak nerima pindahan dari Inter. Pret." Sigit tertawa.

KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang