ni jū - shichi

55.1K 5.5K 366
                                    

Setelah dari Medan, mereka bertolak ke Palembang, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Pontianak, Palangkaraya, Manado, Makassar, dan penutupnya di Jakarta.

Selama itu, Ayu berhasil menghindarkan Sigit dari kamarnya, karena Ayu takut ketahuan dan jadi skandal.

Tapi Sigit membuat skandal dengan cara lain, yang tidak mampu ditolak Ayu.

Sejak mereka jadian, Sigit nyaris tidak pernah melepaskan Ayu kecuali saat rehearsal, briefing, konser, dan tidur.

Mereka duduk bersama di pesawat, saat makan pagi, saat makan siang, saat makan malam, dan Sigit tidak pernah melepaskan tangan Ayu saat mereka break, bahkan saat mereka naik dan turun pesawat.

Akibatnya, seluruh kru sampai tahu kalau mereka sudah jadian. Dan semakin kuat alasan Ayu tidak mengizinkan Sigit masuk ke kamarnya, apalagi dengan reputasi Sigit yang jelek, Ayu tidak mau kru memandang rendah padanya.

Ayu tahu Sigit tidak bermaksud buruk, dia hanya terlalu suka dekat-dekat Ayu, tapi perilakunya yang terlalu seenaknya itulah yang membuat kolom gosip bersemangat.

Pagi ini mereka berangkat ke Jakarta jam empat subuh dari Makassar, dan tiba di Jakarta jam setengah enam waktu Jakarta.

"Eh, gue baru tahu lho," kata Edo tiba-tiba, saat mereka melangkah turun dari pesawat.

"Apaan?"

"Di antara kita ada truk gandeng," lanjut Edo sambil tertawa, jelas sekali menyindir Ayu dan Sigit. Ayu hanya berdecak, dan Sigit menatap Edo datar, tanpa melepaskan tangannya.

"Sirik aja lo, Bang."

"Sorry, ferrari nggak bakal sirik sama truk gandeng."

"Ferrari aja bangkunya buat berdua, Bang. Kalau sendirian apa dong? Sepeda ontel?" ledek Willy, dan Edo melotot padanya.

"Bangke, Tot! Diem aja lo! Bukannya belain gue, malah belain saingan cinta."

"Saingan cinta? Kenapa? Lo naksir gue, Tot? Aduh sorry banget ya, gue nggak naksir lo," jawab Sigit asal, dan Willy langsung pura-pura muntah.

"Najis banget naksir lo! Kok kamu bisa naksir cowok menjijikkan kayak gini sih, Yu?"

"Pasti karena gue ganteng."

"Wah, Git. Gue sih nggak setuju ya. Jelas-jelas di sini yang paling ganteng si Edo," celetuk Rizal, namun buru-buru menoleh pada Edo. "Eh, lo jangan kegeeran ya."

"Gue nggak seneng sih dipuji ganteng sama lo, Riz. Mending cewek cakep. Udah brewokan, jarang mandi-"

"Lo tuh yang jarang mandi!"

"Enak aja, gue selalu wangi!"

Ayu tertawa geli mendengar adu bacot para personil Petir. Sepertinya mereka masih punya banyak tenaga, padahal satu bulan ini mereka sibuk berpindah kota dan konser. Luar biasa.

Mereka masih asik beradu mulut sampai ke depan gerbang kedatangan, dan baru berhenti saat mereka masuk ke mobil jemputan masing-masing.

"Kamu dijemput?" tanya Sigit tanpa melepaskan tangan Ayu, mengabaikan mata orang yang lalu lalang dan menatap mereka cukup lama karena mengenali mereka.

"Nggak. Kan Theo lagi keluar kota."

"Ya udah, ikut aku aja ya."

"Hah? Nggak usah. Aku ikut Pak Rudy aja."

"Nggak apa. Yang jemput aku Hansen kok."

Sigit melepaskan tangan Ayu dan meraih kopernya, lalu memasukkannya dalam mobil yang sudah berhenti di depan mereka, yang Ayu kenali sebagai mobil yang Sigit pinjam, yang terparkir di tempat parkir inap bandara selama mereka ke Jepang.

KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang