Ayu menyilangkan kakinya dengan santai, sementara matanya dengan serius menonton trailer film yang akan dia dan Sigit tonton nanti.
Sigit melirik Ayu yang sedang serius, lalu tersenyum geli.
"Kamu nontonnya serius amat-"
"Sssttttt! Berisik!" desis Ayu tanpa mengalihkan pandangan, dan Sigit tersenyum makin lebar.
Sigit kembali menatap Ayu, mumpung mereka terjebak di lampu merah. Ayu tampak cantik dengan dress simple bermotif batik dengan warna dasar hitam dan motif berwarna campuran navy dan putih. Wajahnya pun dipulas tipis, membuatnya terlihat segar dan menawan, namun tidak berlebihan.
Namun yang paling membuat Sigit gila adalah rambut Ayu yang digelung asal, memperlihatkan tengkuknya yang begitu menggoda untuk disentuh.
Entah dia harus bersyukur atau menyesal, karena tadi memutuskan untuk mengambil mobil ke parkiran sendiri dan menjemput Ayu di lobby saja.
Menyesal, karena melewatkan kesempatan untuk mencium tengkuk Ayu yang entah bagaimana terlihat begitu menggoda saat ini.
Bersyukur, karena mungkin saja dia tidak sanggup berhenti hanya di tengkuk, dan justru menarik Ayu ke salah satu ruangan di kantor mereka dan menolak keluar, lalu membuat Ayu jengkel, atau bahkan marah padanya.
Ayu mengunci ponselnya begitu selesai menonton, lalu menoleh kepada Sigit.
"Kenapa liatin aku?"
"Nggak apa-apa." Sigit kembali memperhatikan jalan raya, lalu menjalankan mobilnya saat lampu lalu lintas sudah berganti warna menjadi hijau.
"Bagus trailer-nya?" tanya Sigit lagi, kali ini tanpa menoleh pada Ayu, karena harus fokus pada jalanan.
"Lumayan. Kayaknya seru."
"Baguslah."
Sigit kembali mengulurkan tangannya, kali ini sengaja menaruhnya di atas paha Ayu, dan Ayu berdecak pelan. Namun tetap saja Ayu meletakkan telapak tangannya di atas telapak tangan Sigit, dan mengaitkan jemari mereka.
"Dasar clingy," gerutu Ayu pelan, namun Sigit masih bisa mendengarnya.
"Lho, nggak mau? Ya udah," kata Sigit sambil sengaja menarik tangannya, namun Ayu mengeratkan genggamannya, lalu tersenyum lebar.
"Ngambekan, idih."
"Siapa juga yang ngambek."
Ayu tergelak, dia mengangkat tubuhnya lalu sengaja mencondongkan tubuhnya ke arah Sigit dan mengecup pipinya. Ayu sengaja menggosokkan hidungnya di pipi Sigit yang mulus dan wangi, karena Sigit menyempatkan diri untuk mencuci wajahnya sebelum berangkat.
"Hei, hei. Kamu tuh ya, kalau lagi nggak ada orang malah ganjen."
"Idih, siapa yang ganjen? Pipi kamu enak, halus. Heran ya, kok bisa muka kamu nggak jerawatan sama sekali."
"Aku dari puber juga nggak pernah jerawatan, kali."
"Bikin sirik aja."
Sigit tergelak. Dia menoleh, dan mengecup bibir Ayu cepat.
"Ih, kok malah dicium??" omel Ayu terkejut. Sigit hanya tergelak.
"Duduk yang manis, Pacar. Kita udah mau nyampe."
Ayu merengut, namun tetap menuruti Sigit.
***
Sigit menggandeng Ayu berjalan menuju area sinema yang sudah mulai dipadati, baik oleh insan perfilman Indonesia maupun wartawan. Mereka melewati para wartawan yang sedang sibuk mewawancarai para pemain dan kru film, lalu mendekati Theo dan Flo yang sudah tiba lebih dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu
Literatura FemininaMasayu, manajer baru Band Petir sangat menyadari kalau pekerjaan barunya ini akan jauh lebih berat dari pekerjaannya sebelum ini, terutama karena keberadaan pria itu. warning 18++ Start : 24jun'18 End : 18ag'19 Cover by @AVAVVA