ni jū - ichi

52.3K 5.5K 199
                                    

Cieeee dua hari berturut-turut...

Besok nggak sih kayaknya 🙄

-----------------------------

Hari ke - 84

Hampir dua minggu terkurung dalam apartemen Ronald cukup membuat Sigit dan Ronald frustasi. Sigit frustasi karena tidak bisa ke mana-mana, apalagi gosip ini tidak kunjung mereda karena Yuli kepergok saat bertemu Bram, kandidat Bapak dari anak yang Yuli kandung. Sementara Ronald frustasi karena Sigit terlihat sangat patah hati dan mulai bertingkah seperti isteri tua yang selalu merecokinya, membuatnya stress. Apalagi jika Sigit mulai bermain gitar di ruang tamu, melantunkan lagu patah hati. Rasanya Ron ingin melempar Sigit keluar dari balkon.

Jadi Ron tiap hari merecoki bagian lab supaya mempercepat proses tes DNA supaya Sigit bisa cepat minggat dari apartemennya. Dan berkas itulah yang dilempar Ronald ke depan Sigit saat dia pulang dari Rumah Sakit hari ini.

"Apa tuh?"

"Hasil tes lo."

Sigit menatap Ron dan berkas itu bergantian. Tiba-tiba rasa takut merayapinya. Bagaimana kalau hasilnya ternyata positif? Bagaimana kalau itu adalah bayinya? Bagaimana kalau -

"Ngapain lo pelototin doang? Buka."

"Lo udah liat?"

"Belom," tapi bohong, lanjut Ron dalam hati. Tentu saja dia sudah mengecek hasilnya dan memastikannya kembali dengan petugas lab. Dia hanya tidak mau Sigit bertanya. Dia mau Sigit melihat sendiri, dan bertanggungjawab atas apa yang sudah dia perbuat.

Siapa suruh nggak hati-hati, batin Ron.

Sigit dengan jantung berdebar kencang, perlahan membuka berkas tersebut dan membacanya dengan seksama.

***

Ayu terkejut mendengar pintu unitnya diketuk dengan keras dan cepat, seakan manusia di seberang sana begitu terburu-buru.

Kebelet kencing kayaknya, batin Ayu, dengan santai meletakkan piring berisi roti mentega, sarapannya pagi itu, sama sekali tidak niat ikut buru-buru membuka pintu.

Namun saat pintunya terbuka, Ayu terbelalak kaget.

"Kenapa kamu-"

Sigit langsung mendorong Ayu supaya dia bisa masuk ke unit Ayu, lalu mengunci pintunya, sebelum menyodorkan berkas ke tangan Ayu.

"Hasil tes aku. Kupikir, kamu harus tahu."

Ayu menerima berkas dari tangan Sigit dengan kernyitan panjang.

"Kamu sendirian ke sini?"

"Iya."

"Kamu gila? Kalau dilihat wartawan-"

"Aku nggak peduli. Sekarang buka."

Ayu membuka berkas itu dan membacanya dengan dahi berkerut.

"Bayi itu bukan punya aku. Dia punya Bram. Aku juga sudah konfirmasi ini ke Yuli dan Bram, mereka juga akan mengadakan klarifikasi besok. Saat ini mereka sedang ke catatan sipil."

Ayu langsung mendongakkan kepala, terkejut.

"Hah? Sekarang mereka langsung nikah?"

"Ya. Aku sama Bram udah sepakat, begitu hasil tes ini keluar, siapapun yang menjadi Bapak dari anak dalam kandungan Yuli akan langsung menikahinya. Kami bahkan sudah menyiapkan prenup, dan Yuli juga setuju."

"Bagaimana bisa-"

"Ada untungnya karena kami bertiga sama-sama tidak punya keluarga lagi, jadi kami hanya perlu mencari saksi." *

KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang