san jū - ni

49.7K 5.1K 289
                                    

Yang pertama kali Theo lakukan saat masuk ke dapur pagi ini adalah melihat sekeliling, mencari-cari. Ayu dan Flo, yang sedang sarapan sambil mengobrol, tertawa geli, tahu sekali apa yang Theo cari.

"Sigit nggak datang hari ini, Theo," kata Flo geli. Theo langsung menarik nafas lega.

"Baguslah. Aku udah bosan liat muka dia tiap hari di sini."

Theo mengambil setangkup roti bakar dan duduk di sebelah Flo, lalu bertanya pada Ayu, "tumben dia nggak datang?"

"Gue yang suruh. Hari ini gue musti ketemu produser, tapi dia musti latihan. Nggak sejalan."

"Oh."

Ayu meneguk habis teh di cangkirnya, lalu membawa piring ke bak cuci.

"Gue jalan dulu ya. Bye, Abang. Bye, Flo."

"Bye, Upil." Ayu langsung menoleh, dan memberi tatapan tajam pada Theo.

"Lo minta gue gampar ya???"

Theo tertawa terbahak melihat Ayu yang kesal, lalu Ayu berbalik kepada Flo, berniat balas dendam.

Ha, Flo pasti belum tahu kejorokan Theo yang ini.

"Eh, lo tahu nggak Flo, kalau Theo suka nyobain upilnya sendiri?"

Flo melotot, dan Theo menatap Ayu galak. Dia sama sekali tidak menyangka Ayu akan membocorkan kejorokannya yang itu, sesuatu yang dulu sering dilakukannya saat masih kecil.

"Kamu jorok banget!!!" jerit Flo shock, dan Theo buru-buru menggeleng.

"Dulu!! Pas aku belum sepuluh tahun!! Sekarang nggak, Flo!" Lalu Theo menatap Ayu dengan galak.

"Awas lo, Pil!!"

Ayu meleletkan lidahnya, lalu keluar dari rumah Theo, senang akhirnya bisa membalas Theo yang menyebalkan itu.

***

Ayu tersenyum saat keluar dari ruang rapat. Tugasnya hari ini selesai. Dua kontrak baru Petir untuk iklan sudah dikantonginya. Belum lagi permintaan khusus salah satu produser film ternama supaya Willy dan Sigit bisa ikut casting film terbarunya, yang diadaptasi dari novel best seller, dan sangat dinantikan oleh para penggemar bukunya.

Pamor Petir sedang tinggi-tingginya, apalagi dengan konser mereka yang sukses, dan Ayu tidak mungkin melewatkan kesempatan itu.

Ayu berjalan dengan langkah ringan menuju lift, dan tiba-tiba saja dia merasa bulu kuduknya meremang. Dia merasa banyak mata menatapnya, dan Ayu sontak menoleh.

Matanya bertemu dengan beberapa mata yang terang-terangan menatapnya, dan mengernyit. Bukan hanya mereka, namun hampir semua orang - terutama yang berjenis kelamin wanita - menatapnya terang-terangan. Ayu bisa menangkap emosi mereka melalui raut wajah mereka. Ada yang menatapnya penasaran, ada juga yang menatapnya dengan - benci?

Saat mengenali beberapa orang di antara mereka, yang berprofesi sebagai artis dan model, Ayu akhirnya menyadari kenapa mereka menatapnya.

Pasti gara-gara Sigit.

Ayu menarik sudut bibirnya, dan berbalik, kembali berjalan.

Begitu lift membuka, Ayu masuk, dan ternyata dia tidak sendirian. Beberapa wanita bertungkai panjang dan cantik ikut masuk. Begitu mereka masuk, Ayu langsung melipir ke pojokan, sembari menutup hidung dengan map di tangannya.

Buset, satu botol minyak wangi dituang semua ke badan kali ya, wangi banget, gerutu Ayu dalam hati, setengah mati berusaha bernafas seminimal mungkin.

KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang