65.1K 5.9K 209
                                    

Setelah semua kegiatan dari pagi sampai sore - sarapan, menjenguk dan berpamitan dengan keluarga Ayu, makan siang, dan buru-buru ke bandara - saat ini Ayu dan Sigit sudah duduk tenang di atas pesawat udara yang akan membawa mereka kembali ke Jakarta.

Sepanjang perjalanan, mereka tidak banyak saling bicara, karena sama-sama sibuk menonton film yang disediakan di dalam pesawat, namun tak sedetikpun Sigit melepaskan tangan Ayu. Dia terus menggenggamnya, dan mengusap telapak tangan Ayu dengan ibu jarinya, membuat Ayu kesulitan untuk fokus dengan film yang ada di hadapannya.

Namun Ayu tidak menyingkirkan tangan Sigit, karena dia sadar kalau dia menyukainya. Genggaman tangan Sigit hangat dan membuat Ayu nyaman.

Masih ada beberapa jam sebelum kesepakatan mereka berakhir, batin Ayu. Dia akan menikmati waktunya selagi bisa, karena begitu tiba di Jakarta, mereka tidak bisa seperti ini lagi.

Saat awak kabin mengumumkan bahwa pesawat akan segera mendarat, tiba-tiba Sigit melepaskan tangan Ayu, dan mengenakan kacamata hitam dan topi. Ayu langsung mendengus geli.

"Ngapain lo? Sok artis banget."

"Emang artis," jawab Sigit sambil menatap Ayu dari balik kacamata hitamnya dan tersenyum pongah, memancing tawa lolos dari bibir Ayu.

Saat pesawat sudah terhenti dengan sempurna, Ayu hendak beranjak dari tempatnya, namun lengannya ditahan oleh Sigit. Mereka berpandangan sesaat, dan Sigit seakan tersadar, dan melepaskan tangan Ayu.

"Yu," panggil Sigit, dan Ayu menatapnya bingung.

"Kenapa?"

"Erm.. Kalau lo perlu teman jalan, gue mau nemenin lo."

Ayu mengerjab kaget, berusaha membaca ekspresi Sigit, yang sayangnya tidak terbaca, apalagi sebagian wajahnya tertutup kacamata hitam dan topi.

Pikiran Ayu berkecamuk. Akankah kedengaran murah kalau dia bilang iya?

Dia kan cuma bilang mau nemenin lo jalan-jalan, bukan ngajak kawin. Buset deh, Yu.

Ayu tersenyum geli dengan pikirannya sendiri, dan mengangguk.

"Boleh. Tar gue ajakin. Tapi gue nggak suka jalan rame-rame. Ribet."

"Baguslah. Gue juga lebih suka jalan berdua lo." Ayu melongo, lalu buru-buru memalingkan wajah, takut ekspresi wajahnya memperlihatkan suara hatinya.

Beuh. Baper aku, Bang.

Sigit ikut bangun dari tempatnya, lalu menurunkan kopernya dan koper Ayu dari tempat bagasi di atas mereka. Lalu mereka keluar dari pesawat dan berjalan beriringan menuju pintu keluar.

"Lo pulang sama siapa?" tanya Sigit.

"Taksi palingan."

"Oh, kalau gitu ikut gue aja."

"Ah, nggak usah."

"Nggak apa. Gue anter."

"Lho? Emang lo naik apa?"

"Gue nyetir. Mobil gue tinggal di parkiran inap."

Ayu mengangkat alisnya, terkejut karena si pelit ini rela menginapkan mobilnya di parkiran inap bandara yang mahal.

"Daripada repot minta jemput, gue lebih rela keluar duit buat parkir."

"Iya aja deh," kata Ayu akhirnya.

"Yu," panggil Sigit tiba-tiba, dan dia menyodorkan tangannya kepada Ayu.

"Apaan? Lo minta bayaran? Berasa sopir taksi online, Pak?"

KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang