Chapter 8

2.1K 220 34
                                    

Adzan isya' baru saja berkumandang ketika Ernando justru menghubungiku lebih dulu, dia menelponku setelah Brylian mengirim pesan selamat malam. Mereka selalu begitu, menghubungiku secara bergantian, entah ada apa sebenarnya dengan mereka, apa karena mereka sekarang sedang bersama atau bagaimana.

"Kamu kok nggak ke sini?" Tanya Ernando dengan suara lemahnya.

Hari ini memang aku tidak datang ke tempat mereka, bahkan sekedar melihat mereka latihan lima menit saja tidak. Aku hanya titip salam sama Tante Erna untuk menyampaikan pada Brylian dan Ernando bahwa aku tidak bisa datang karena tugas yang menumpuk, jadwal ulangan padat besok pagi, dan juga harus les privat, semuanya tidak memungkinkan tapi aku berjanji akan menghubungi mereka setelah belajar malam ini. Sayang kenyataannya sebelum belajar selesai pun Ernando sudah menghubungiku lebih dulu.

"Iya, Za, kenapa nggak datang? Rindu aku, Za," teriak Brylian mungkin membuat telinga Ernando pengang.

"Tadi aku udah titip pesan kok sama Tante Erna," jawabku. "Aku juga rindu sama kalian, sekarang pulang sekolah sendirian, nggak ada yang ngusilin, nggak ada melindungi dari panas."

"Aaa, stop! Jadi pengen pulang aku, Za." Itu suara Brylian, dia paling tidak bisa menahan rindu di antara kami. Nando yang lebih tenang biasanya menghadapi waktu dan jarak yang menyempit.

Aku tersenyum. "Bry, Bry, besok aku ke sana kok. Sekalian ngembaliin celananya Zico."

"Nggak usah dibalikin, ntar kita yang ganti deh." Lagi-lagi Brylian, sebab yang aku dengar, suara Ernando tidak lagi di dekat, melainkan di jauh tengah berbincang dengan beberapa orang dengan bahasa Jawa. Kalau dari yang aku dengar pasti antara Bagas ya Bagus.

"Ya nggak bisa gitu dong, Bry. Siapa tahu kan celananya itu banyak kenangan jadi harus dikembalikan."

"Kenangan apa celana kaya gitu?"

"Ya apa gitu, mungkin pernah dipakai ketemu sama Cristiano Ronaldo. Ha ha ha."

"Ah apaan! Nggak usah ketemu Zico deh!"

"Kok gitu sih, Bry? Ih kamu mah aneh. Orang mau ngembaliin celana doang."

"Dia naksir sama kamu, nggak suka aku."

"Alah kamu, Bry. Ya nggak mungkin lah seorang Zico. Lagi pula, Bry, Zico anaknya baik kok. Dia emang sih yang nabrak aku, dia yang obatin juga lukaku. Jadi baper tahu waktu itu, teman-temanmu di Timnas baik."

Jujur waktu Zico membersihkan lukaku, waktu dia berlari untuk beli obat merah, waktu dia berlari mengambil celana, waktu dia berjongkok melihat lututku, semua itu membuatku tersentuh. Masih ada laki-laki sebaik itu, apalagi dia bukan orang biasa, tetapi pemain Timnas U-16 yang sudah pernah ikut meraih Tien Phong Plastic Cup 2017 dan Jenesys Japan 2018 untuk Indonesia. Sebab di masa kini, seseorang dicintai bukan hanya karena karya, tetapi juga bagaimana dia bersikap ikut mempengaruhi.

"Ih, kamu, tanya tuh sama Sutar! Kemarin si Zico nanyain kamu mulu, yang katanya apa kita beneran cuma sahabat, yang katanya kamu cantik, yang katanya kamu baik, baru juga ketemu sekali udah bilang kaya gitu."

"Apa sih? Sorry, Za, Bagas tadi kasih kabar anak PPLP Jateng." Nando sudah kembali lagi, ikut menimbrung lagi.

"Itu si Brylian, masa' bilang Zico naksir sama aku. Anehlah!"

"Ha ha ha. Iya sih tapi dia nanyain kamu, tapi kan nggak naksir juga. Berani naksir kamu, Za, bisa aku ganti posisinya!" Kata Ernando tak semacam Brylian.

Mengganti posisi Zico? Maksudnya dia dari kiper bisa jadi striker? Iya sih waktu sebelum kelas 3 SD dia posisinya striker lantas dalam sebuah turnamen karena kipernya sakit dia yang menggantikan. Tapi kan kalau sekarang ini kiper mau mengganti striker juga susah.

TriangleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang