Chapter 35

1K 143 43
                                    

Ernando Point of View

Mataku masih terasa berat begitu meninggalkan Sidoarjo, bukan hanya hati yang berat harus meninggalkan Za dengan segala perasaan yang menggebu. Semalaman aku memikirkan dia, bagaimana jika aku mengatakan yang sejujurnya pada Za? Tapi itu bukan keputusan yang tepat. Aku tidak mau persahabatan ini hancur hanya karena aku bilang suka pada Za. Za pasti akan menjauhiku jika dia merasa tidak nyaman.

Tahu kan rumitnya orang bersahabat itu, tiba-tiba ada perasaan cinta, hal yang paling ditakutkan justru bukan ditolak, kalau cinta malah saling menjauhkan dan kehilangan. Aku tidak mau itu terjadi. Jadi aku pikirkan itu semalaman, sempat hendak berlari ke rumah Za, memberikan bait perasaanku, tapi aku urungkan. Bagiku tetap lebih penting persahabatan ini.

Tapi pagi ini, rasanya semua yang aku pikirkan tiada guna. Aku dengar Brylian memberi Za surat tentang segitiga, aku tidak tahu apa isinya. Tapi jika boleh kuduga, bisa saja itu tentang perasaan Brylian pada Za. Dimana Zico pernah berkata persahabatan kami ini layaknya segitiga, mungkin dengan teori itu Brylian mengungkapkan perasaannya pada Za. Ada yang mengganjal, kenapa Brylian tidak mengakui surat itu? Ada apa sebenarnya? Kenapa aku tidak mengerti apapun dalam hal ini?

"Kamu kasih surat buat Za?" Tanyaku di dalam pesawat yang baru lima menit yang lalu take off.

Brylian menoleh padaku, dia cukup kaku untuk menjawab pertanyaanku. "Enggak."

"Kamu suka sama Za?"

Lagi-lagi Brylian dengan kelakuannya. "Ha ha, kamu bicara apa? Kita kan bersahabat selama ini."

"Aku harap begitu, kalaupun ada yang saling menyukai, kenapa tidak diam saja daripada harus menghancurkan persahabatan ini. Aku nggak bisa bayangin kalau sampai persahabatan kita harus hancur hanya karena cinta."

Brylian diam saja, dia malah memainkan jari-jarinya dengan cukup gelisah. Dia tidak mengatakan apapun, hanya tersenyum kaku yang benar-benar dia sembunyikan.

Memandangi awan-awan dari dalam jendela kecil, terbayang bagaimana jika kami terbang bersama-sama, menikmati indahnya dunia. Tapi mungkin bisa salah satu di antara kami terjatuh begitu saja,  itu jika kita tidak bermain sesuai dengan aturannya. 

Memejamkan mata menikmati rindu pada Za, menikmati setiap rasa yang harus aku sembunyikan.

Za,jika boleh kutakan
Tak masalah jika harus memendam rasa
Asal aku masih bisa denganmu
Lebih baik terluka daripada harus tanpamu.
Yang paling menyakitkan bukan ketika aku harus diam
Tetapi ketika kamu tak lagi bisa kugenggam.

"Kamu suka sama Za?" Tanya Brylian begitu pesawat mulai tenang setelah turbulensi kecil.

Membuka mataku, memandang awan menggumpal, menoleh pada Brylian. "Kenapa tanya gitu? Aku terlihat menyukai Za? Kamu tahu persahabatan selalu dimulai dari rasa suka dan nyaman. Kenapa harus tanya, Bry?"

"Bukan, maksudku, suka sebagai perempuan, maksudku, kamu cinta sama Za?"

Diam sejenak, lantas aku terkekeh. "Ah kamu gila, Bry. Kita selalu bersama sebagai sahabat."

Brylian diam sejenak, ikut terkekeh selanjutnya. "Itulah, kita bersahabat, Tar."

"Kuharap tidak ada yang menghancurkan itu!" Tekanku padanya.

TriangleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang