Chapter 21

1.6K 183 19
                                    

Ernando Point of View

Melihat Brylian menangis dan berbicara dengan Mamanya, itu cukup menyakitkan, tidak bisa aku bayangkan jika itu aku. Kehilangan Tante Isnaini dan Kak Rizqieta saja sudah cukup menyakitkan, apalagi harus kehilangan Mama. Aku bersyukur Allah masih memberi kesempatan untuk menyayangi Mama, Papa, dan orang-orang yang membersamaiku.

"Ma, kita pamit ya, besok-besok Brylian pasti balik lagi sama Nando dan Za. Minta doanya juga, Ma. Sebentar lagi piala AFC dimulai, semoga Brylian bisa bawa Indonesia masuk piala dunia U-17 ya, Ma. Tidak hanya untuk Indonesia, itu untuk Mama juga," kata Brylian sesekali menghapus air matanya.

"Kami pamit, Tante. Za pasti sering kunjungin Tante."

"Nando juga pamit, Tante."

Kami pun melangkah pergi, kembali pulang dengan Cak Husin yang menunggu hingga bosan, sambil sesekali digoda oleh penjaga makam, seorang ibu-ibu tua, kata orang kurang waras tapi tidak tahu juga. Kelihatannya masih segar bugar kok.

"Mas, jadi pemain bola sekarang ini kaya artis ya?" Kata Cak Husin sambil mengemudikan mobil menjauh dari TMU tempat Tante Isnaini bersemayam.

Aku dan Brylian saling memandang.

"Maksudnya, Cak?" Dan kami kompak.

"Iya, Mbak Za tadi disamperin fans-fansnya Mas Nando sama Mas Brylian, katanya jangan godain kalian, kan udah kaya fansnya artis ya?"

Sekali lagi, aku dan Brylian kompak, memandang ke arah Za bersamaan. "Iya?"

Za menoleh, mengangguk dan tersenyum getir. "Aku suka kalian menerbangkan Garuda, aku suka kalian mewujudkan satu persatu mimpi untuk Indonesia, hanya saja aku tak suka dengan fans-fans kalian yang terlalu fanatik."

"Memangnya kamu nggak jelasin kamu ini sahabatnya kita?" Tanya Brylian dan aku mengangguk. 

"Udah, tapi katanya lagi jangan godain kalian, kalian masih ada AFC ntar digoda-goda malah berantem kalian."

Za tak pernah sadar, dia tidak pernah menggoda tapi dia hadir dan langsung melekat dalam hidup kami, itu sebabnya dia dekat dengan kami dan tidak akan pernah tergantikan.

Brylian dan aku hanya diam. Za mungkin tidak pernah berpikir bagaimana jika persahabatan ini berubah menjadi segitiga yang lebih berbahaya dari segitiga bermuda. Tapi agaknya aku dan Brylian mulai khawatir dengan itu, aku khawatir Brylian jatuh cinta dengan Za, tidak bisa dipungkiri di masa kami, saling jatuh cinta itu hal yang mulai wajar. Brylian mungkin juga khawatir aku jatuh cinta pada Za, hanya dia perempuan yang selalu ada untuk kami, jadi kemungkinan pepatah Jawa "Tresno jalaran soko kulino" itu akan tepat dilayangkan pada kami. Hanya Za yang terbiasa dengan kami dan bersama kami, selain itu tidak.

Tetapi ini kenyataannya, aku tidak tahu apa itu cinta dan tidak ingin tahu bagaimana rasanya sebab aku takut jika aku tahu, aku akan jatuh cinta pada Za. Kudengar jatuh cinta pada sahabat sendiri apalagi yang bentuknya segitiga semacam ini mengharuskan salah satu untuk pergi. Aku tidak mau itu terjadi, jadi sekarang aku seolah membatasi gerak hatiku agar tidak terjatuh pada Za.

Brylian tak hanya sahabat bagiku, dia adalah kawan di tengah lapangan untuk Indonesia, dia adalah adik yang mengerti, dia adalah saudara yang akan selalu menyayangi, dan aku dengar cinta segitiga bisa mematahkan semua itu. Sementara Za, dia adalah dunia kecilku, dia adalah bahu terbaikku, dia adalah sahabat yang penuh perhatian, dan aku dengar cinta segitiga bisa membuatnya pergi jauh dariku.

🔻🔺🔻🔺

Brylian Point of View

TriangleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang