Author Point of View
Yang sebenarnya terjadi malam itu, dua hari yang lalu, ketika Za dengan ragu menghubungi Zico. Seseorang yang menenangkan dan lucu yang baru dia kenal. Seseorang yang cukup labil sebenarnya,tapi Za dia anggap Zico lebih baik dari kedua sahabatnya.
Za tidak menyadari, teori Zico yang sebenarnya merusak persahabatan mereka. Seandainya saja Zico tidak mengungkapkan teorinya, apakah Nando dan Brylian mencari tahu mengenai rasa ambigu mereka? Kemungkinan tidak. Tetapi begitulah cinta terkadang menemukan muaranya.
Zico menatap lorong kosong, dengarkan sayup-sayup suara pertengkaran. Sementara Za, dia tengah berdiri di teras rumah, menatap kosong burung hantu Papanya, dia juga menatap kosong tiga kursi di depannya.
"Sedih karena ucapan nitizen, Za?" Tanya Zico.
Tulisan tulisan nitizen itu berjajar satu-satu dalam pandangan Za. Siapa yang mampu mengatasi itu, pedih, menyayat, tapi begitulah adanya.
"Maaf sudah merusak tim kalian."
"Enggak, bukan elo. Dua manusia itu aja yang nggak bisa dewasa. Harusnya mereka sedikit berpikir tentang perasaan elo, bukan cuma perasaan mereka."
Za diam. "Apa kabar mereka, Co?"
"Mereka berantem terus, gue nggak tahu gimana caranya menghentikan mereka," kata Zico menatap nanar, negaranya akan mengubur lagi mimpi-mimpinya, itu yang terbersit di pikirannya.
Za bisa jadi sedang menunduk lesu.
"Kalau pun lo jawab, Za, pertengkaran ini nggak akan berhenti. Kalau lo jawab suka sama Brylian, Nando tetap menyimpan dendam. Kalau lo jawab suka Nando, Brylian pun akan menyimpan dendam."
"Gue nggak akan menjawab keduanya," kata Za menitikkan air matanya.
"Tapi mereka akan selalu ngejar elo, gue yakin itu. Mereka itu pemimpi, tidak akan pernah berhenti meski mimpi itu terlalu jauh. Tekadnya untuk Indonesia saja besar, Za, apalagi tentang elo."
Za menunduk, dia kecewa dengan kedua sahabatnya. Dia tidak lagi menganggap Brylian dan Nando adalah pemimpi untuk Indonesia. Tidak ada hal semacam itu.
"Jika mereka pemimpi yang tekadnya untuk Indonesia besar, mereka tidak akan mengorbankan negaranya, merusak tim, hanya untuk seorang perempuan yang mereka anggap cinta mati mereka. Cinta mereka kepada Indonesia tipis, sejujurnya itu lebih menyakitkan dibandingkan suara nitizen yang acap kali sumbang, Co."
Zico menunduk. "Lo cinta banget sama negeri ini."
Za mengangguk. "Gue lebih takut tim kalian hancur karena gue, padahal kalian bawa nama negara gue. Daripada gue harus kehilangan dua sahabat gue."
Mereka diam, mengilhami setiap kata.
Banyak hal yang dipikirkan Za, mulai dari jawabannya, suara nitizen, cintanya pada negeri ini, semua mimpinya. Dan hal penting yang akan menjadi keputusan baginya.
"Lo mau jawab apa jadinya?" Tanya Zico menanti hentian isak tangis Za di seberang.
"Belum tahu."
"Lo mau jadi pacar gue?" Tanya Zico membuat Za tersedak ludahnya sendiri.
Hal yang sudah dipikirkan Zico sejak pertama bertemu Za akhirnya diungkapkan. Hal yang selama ini hanya dia pikirkan.
Za diam seribu bahasa dalam beberapa menit.
"Lo gila?"
"Iya, cukup gila untuk memikirkan ini."
"Nggak Zico, itu namanya menambah pelik masalah di tim kalian. Suara nitizen katanya aku perempuan murahan yang menggoda pemain Timnas. Apa kata mereka lagi setelah ini kalau aku jadian sama elo? Ngelawak aja lo, pas kaya gini pula."
Ada suara tawa kecil yang membuat Zico sedikit tenang. Tawa Za adalah yang terbaik dalam masalah pelik ini.
"Oke gue ditolak?"
"Iya, gila Lo!"
Mereka berbincang cukup lama, seperti tak tahu bahwa Nando dan Brylian semakin membabi buta. Preman Tanah Abang saja kalah dengan mereka.
"Jadinya nggak mau, Za?"
"Enggak, Co. Itu bahaya buat lo!"
"Oke. Jadi apa keputusan lo saat ini?"
"Gue nggak akan pilih mereka dan gue... Nanti lo juga tahu."
"Apaan? Tapi lo yakin nggak bisa bikin mereka akur?"
"Nggak yakin sih, gue tahu mereka petarung, sekarang lebih mirip preman kan?"
"Begitulah."
"Gue mau ngomong sama mereka. Cuma ini kesempatan terakhir gue."
Zico berlari menyusuri lorong, menuju kamar dan meminta semua mendengarkan, terutama Brylian dan Nando. Mereka berdua utamanya yang harus mendengar apa ucapan Za.
Mereka berbincang banyak hal dan Za masih sama, masih menyalahkan dirinya. Bagus, Bagas,Rendy, David, semua meyakinkan Za bahwa masalah ini tidak dari dirinya. Ini hanya tentang kedewasaan kedua sahabatnya. Tapi tetap saja, Za merasa kehadiran dirinya hanyalah beban bagi kedua sahabatnya. Apalah arti kehadiran dirinya?
"Aku jadian sama Zico," jawab Za di tengah percakapan pelik mereka.
Semua orang langsung menoleh pada Zico, tanpa terkecuali. Zico sendiri mengangkat kedua alisnya.
"Aku jatuh cinta sama dia dan aku sudah memilih dia untuk masa remajaku. Kalian bisa hapus aku dari kenangan kalian kalau kalian berdua tidak mau mendekap luka."
Dan ungkapan itu mampu membuat Zico menatap nanar sebuah ponsel. Apakah baru saja dia mendengar sebuah jawaban? Ini yang Za maksud?
Perdebatan masih terjadi setelahnya, kedua sahabat Za tidak terima dan Zico yang masih tak percaya menerima beberapa pukulan. Dia diminta kembali ke kamar Amanar dan Supriadi. Paling tidak dia akan aman di sana dari sebutan menusuk dari belakang. Cinta terkadang sekejam itu tapi tidak ada yang namanya menusuk dari belakang, sebab Tuhan sudah lebih dulu menakdirkan.
Di dalam kamar Amanar dan Supriadi, dia berusaha menghubungi Za. Bertanya apa jawaban Za itu benar.
Za Azzalea
Co, terima kasih untuk hari ini
Yang tadi gue seriusan
Gue nggak akan pernah lupa 🙏Zico mencoba menelpon Za, tapi nahasnya ponsel itu sudah tidak aktif lagi. Dia mencoba menghubungi line sudah tidak bisa,DM Instagram tidak ada jawaban.
Malam ini, Za telah putuskan dia menghilang. Bahkan Zico, pacarnya saja tidak tahu apa maksudnya dia pergi, dan dimana dia sekarang ini.
Zico tidak pernah menyembunyikan Za, rencana ini sungguh hanya Za dan Tuhan yang tahu. Zico hanyalah seseorang yang baru saja mendapatkan pacar baru, tetapi tidak pernah tahu, malam ini Za pergi kemana.
Zico
Za, Lo mau kemana?
Za,
Apa maksudnya?
Setelah itu Lo pergi gitu aja?
Za?David datang bersamaan dengan Rendy. "Lo gila?" Mereka berdua kompak.
Zico menoleh. "Anggap saja gitu."
"Nggak, tapi itu beneran?" Supriadi.
"Iya, Za sendiri yang bilang."
"Kapan?" Tanya David.
"Tadi," jawabnya menjatuhkan dirinya di atas tempat tidur.
Dan tidak pernah ada jawaban. Malam ini dia menyerah, melelapkan matanya dan bermimpi tentang Za.
Dimana dia? Siapa yang tahu.
🔻🔺TO BE CONTINUED🔺🔻
OKE FLASHBACK PERTAMA SUDAH
SUDAH JELASKAN
JADI MALAM ITU, ZICO NGGAK TAHU SOAL KEPUTUSAN ZA BUAT MENGHILANG
DIA NGGAK TAHU.
HAPPY BORN DAY
BRYLIAN NEGIETHA DWIKI ALDAMA 🎊
17 Y.O
BERGUNA BAGI NEGARA
ALMARHUMAH TANTE ISNAINI PASTI BANGGA. 🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
Triangle
FanfictionCerita ini sudah mendapatkan persetujuan dari Ernando Ari Sutaryadi ketika di Solo dalam acara POPWIL III 2018, dia sudah baca deskripsi juga dan dia bilang iya, tepat pada tanggal 11 November 2018. Silahkan dibaca 😊 "Segitiga, bangun datar dengan...