Chapter 19

1.6K 190 29
                                    

Kembali lagi denganku, Za, setelah kemarin malam larut dengan euforia kemenangan Timnas Indonesia. Rasanya tubuh ini begitu ringan terbangun di subuh hari. Masih ingat betul bagaimana wajah mereka bercahaya, raut wajah bangga sama seperti kebanggaan Indonesia memiliki putra seperti mereka. Ah, hari ini aku akan menjemputnya, mereka bilang akan pulangvsiang ini dan libur hanya satu Minggu setelahnya harus berangkat lagi untuk TC persiapan Piala Asia U-16 di Malaysia.

Meski mereka cek out dari hotel jam 12 siang tapi pagi ini jam 8 aku sudah bersiap untuk menuju hotel, terlewat semangat ini. Ya paling tidak bisa merencanakan sesuatu dulu, seperti kemana kami akan hangout hati ini, besok atau satu Minggu ke depan. Rasanya tak sabar menikmati hari-hari sama seperti biasanya, pulang sekolah bersama, berangkat bersama, menikmati setiap kebersamaan sebagai 3 orang yang bersahabat, melepas sejenak status bahwa dua sahabatku adalah punggawa Timnas U-16.

"Pa, Ma, Za pamit ya?" Kataku setelah menjabat tangan Mama dan Papa tadi.

"Iya," teriak Mama. "Hati-hati, Sayang. Langsung ajak Nando sama Brylian pulang, biar istirahat dulu pasti capek."

"Siap, Bos!" Langsung melenggang pergi.

Hari ini aku diantar sopir Papa, Cak Husin, sudah bilang juga sama Om Yusyanto dan Om Sutarno kalau aku yang akan menjemput putra kebanggaan beliau.

"Mbak Za, nanti saya nunggu di sana atau pulang dulu? Kan cek outnya masih jam 12 kata Mbak kemarin," tanya Cak Husin di balik kemudinya.

"Nanti Cak Husin nunggu aja, Papa juga nggak mau pergi kemana-mana kok, Cak."

"Oke, Mbak. Tapi bisa nggak nanti saya foto sama kembar, Mbak?"

"Bagas Bagus?"

"Iya," jawab Cak Husin penuh semangat.

Aku mengangguk. "Nanti bisalah diatur. Kenapa nggak mau foto sama Brylian sama Sutar, Pak?"

"Ah, kan Mas Nando sama Mas Brylian sudah sering ketemu di rumah, Mbak. Nanti foto kapan saja juga bisa, kalau kembar, Mbak, nggak bisa. Hari ini mereka pasti langsung kembali ke Magelang."

Tersenyum saja. Mungkin Cak Husin sama menggebunya ketika aku ingin sekali berfoto dengan Supriadi kala itu, karena mengidolakan biasanya semacam itu.

Sampai di hotel, betapa terkejutnya aku karena banyak sekali perempuan-perempuan seusiaku yang menunggu di depan hotel, bahkan sesekali berteriak lantang memanggil pemain idola mereka. Turun dari mobil, aku hanya diam dan mematung di dekat mobil, memperhatikan kerumunan yang tidak mungkin aku sibak untuk masuk ke dalam. Padahal Nando tadi bilang dia dan Brylian menunggu di dalam, sudah boleh bertemu dengan orang di dalam hotel katanya setelah kemarin tak boleh ada yang menemui mereka.

"Mbak, kita nunggu di sini apa masuk ke dalam?" Tanya Cak Husin berdiri di dekatku.

"Kita sih disuruh masuk sama Nando, Cak. Tapi kok harus melewati ratusan baris para demonstran kaya gini?"

"Mas Nando sama Mas Brylian aja yang disuruh keluar, Mbak. Bilang gitu bawa si kembar sekalian."

Menghela napas lantas mengeluarkan ponselku, mengetikan nomor ponsel Brylian, karena dia yang baru saja online, pasti segera diangkat.

"Gimana, Za?" Tanyanya setelah salam.

"Aku di luar sama Cak Husin, terus ini gimana hotel kamu kaya lagi didemo kaya gini, Bry?"

Tak ada jawaban tapi dia malah seperti berbicara dengan Sutar di sebelahnya.

"Brylian, aaaa, Brylian!" Teriak para fans tepat saat aku berusaha mendekati mereka, ingin cari celah bagaimana menyibak mereka.

TriangleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang