Ernando Point of View
Puluhan DM masuk tanpa bisa dikontrol. Chat WhatsApp semakin ramai, belum lagi line tidak pernah berhenti bersuara. Portal pemberitaan timnas gencar di media sosial. Bahkan usai tahu siapa yang menjadi adminnya, Coach Fakhri langsung meminta kami berkumpul di hall bawah.
Aku tidak peduli jika saja nanti aku disalahkan, aku dimarahi Coach Fakhri dan yang lainnya. Masalah utama bagiku hanya keadaaan Za, bagaimana dia harus menghadapi ini. Tanpa Mama dan Papanya yang selalu sibuk dengan neneknya. Ribuan hujat menghantui kolom komentarnya.
Sebelum berjalan turun ke hall, aku menyempatkan diri untuk mengirim pesan pada Mama. Aku minta Mama datang mengunjungi Za hari ini, aku bilang Za butuh teman. Dan Mama malah sibuk bertanya ada masalah apa, belum menjawab iya dia akan menemani Za.
Setelah kami berkumpul di hall, semuanya hening, malah Coach Fakhri membiarkan kami berbicara, menjelaskan tanpa beliau bertanya.blama sekali dan tidak ada yang bersuara.
"David, bawa tim kamu ke atas lagi! Tidak ada yang mau menjelaskan kenapa ada yang lebam-lebam baku hantam? Dan kenapa bisa media sosial ramai tim ini bubar?" Coach Fakhri akhirnya bersuara kembali.
Aku menunduk, semua orang menunduk, kecuali Brylian yang malah mengangkat kepalanya. Itu anak memang tidak tahu sopan santun, merasa bersalah kek. Gosip yang beredar itu kan juga membawa namanya dan namaku.
"Maaf, Coach. Itu hanya gosip murahan dari para fans. Kenyataannya kami baik-baik saja dan tidak bubar," seru Brylian membuat kami semua menoleh padanya. Bagas malah langsung memukul punggungnya.
Coach Fakhri mengangkat sebelah alisnya. "Terus kalau baik-baik saja kenapa latihan menurun? Kenapa kamu dan Nando punya luka lebam di waktu dan kesempatan yang sama?"
Aku yakin, meskipun diam, Coach Fakhri tahu segalanya. Seperti seorang Ayah yang memiliki rasa besar bagi anak-anak. Tidak mungkin tidak merasakan perbedaan atmosfer yang terjadi.
Brylian diam, kami semua diam.
"Silahkan berkemas kalau tidak ada yang mau menjelaskan. Nanti malam kita latihan ringan, besok pagi-pagi sekali kita berangkat ke Malaysia," katanya meninggalkan kami tanpa salam dan permisi. Padahal biasanya Coach Fakhri begitu hangat pada kami.
"Pusing gue," keluh David lantas berlari mengikuti Coach Fakhri. Aku ingin ikut, ingin tahu apa yang mereka bicarakan tapi tidak diizinkan. Jadi selain David, kami semua kembali ke atas.
Sambil packing, sambil berusaha menghubungi Za. Siapa tahu dia mau mengangkat dan aku bisa berbicara dengannya. Soal Intan yang katanya menyukaiku, aku biarkan saja. Aku tidak pernah menyukainya dan aku cukup jijik dengan caranya menjatuhkan Za. Dia boleh jadi cantik, tapi apalah arti jika caranya sampaikan cinta membuatku jijik.
Hingga menjelang malam, Za tidak bisa dihubungi. Mama juga belum memberi kabar lagi. Tadi Mama bilang beliau yang jemput Za, tapi sampai sekarang ya sama saja tidak ada kabar. Aku tanya Kak Kevin dan Keemas, mereka juga sama sekali tidak membantu. Paling juga sibuk bantuin Brylian sendiri.
Latihan ringan dimulai, entah sengaja atau tidak, setiap kali ada permainan kecil, kekompakan, game kecil, Coach Fakhri selalu memasangkan aku dengan Brylian. Hal yang akhir-akhir ini tidak aku sukai.
"Vid, gue sama lo aja," kata Brylian menolak perintah Coach Fakhri diam-diam.
"Nggak! Gue udah dipasangin sama Supri juga," tolak David lebih tegas.
"Pantes jabatan Kapten lo dipindahin ke David, lo nggak pernah dewasa!" Sindirku menendang bola kecil ke arahnya.
Latihan ringan hanya latihan passing pendek, berdua-berdua. Meskipun aku kiper, passing sangat dibutuhkan, apalagi soal akurasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Triangle
FanfictionCerita ini sudah mendapatkan persetujuan dari Ernando Ari Sutaryadi ketika di Solo dalam acara POPWIL III 2018, dia sudah baca deskripsi juga dan dia bilang iya, tepat pada tanggal 11 November 2018. Silahkan dibaca 😊 "Segitiga, bangun datar dengan...