Berjalan sendirian di jalan Birmingham, berbulan-bulan di Inggris aku memang sering bepergian sendiri dari Leicester, London dan Birmingham. Sekedar berjalan tanpa melakukan apapun, memotret dan tersenyum. Tapi kali ini berbeda, tujuanku ialah menemui Nando dan Brylian setelah sekian lama aku selalu menghindar. Usai pemikiran panjang dan penjelasan Zico, aku memang mau menemui keduanya akhirnya.
Dan baru saja aku pulang menemui mereka, aku hanya menjelaskan tentang aku dan Zico, menjelaskan kepergianku kala itu dan hanya sesingkat itu. Meski sejujurnya ada satu gejolak yang ingin selalu aku ceritakan, kerinduan yang lebih dalam dari sekedar sahabat dan perasaan yang sepertinya lebih dari sekedar pertemanan.
Aku duduk di peron kereta cepat, masih menunggu keberangkatan menuju Leicester setelah ini. Ingin berjalan-jalan lagi dan naik kereta paling akhir nanti sore, tapi bingung, Birmingham terlalu kuat menarik rindu.
Menggoyang-goyangkan kedua kakiku mengingat seseorang yang entah kenapa lebih aku rindukan. Tapi masalahnya aku ingin menolak semua perasaan itu, sebab hanya akan menghancurkan mereka untuk kedua kalinya.
Kling...
Zico lagi, Zico lagi, dia mau menyeramahiku apa lagi? Atau jangan-jangan mau curhat lagi dimarahin gebetannya karena gebetannya cemburu sama aku? Yang kupikir berbohong akan membuat kita baik-baik saja, sejujurnya tidak sebaik itu.
"Kenapa, Co?"
"Wa'alaikumsalam!" ketusnya karena aku tidak mengucapkan salam.
Menghela napas panjang.
"Kamu nggak jujur sekalian soal perasaan kamu?"
"Perasaan apa sih, Co?"
Yakin hari ini aku pura-pura bodoh saja, padahal perasaan itu aku telaah sebelum berangkat ke Leicester. Ketika di Leicester, semakin aku telaah dan aku sadar telah jatuh cinta dengan terlarang pada salah satu sahabatku. Maka dari itu aku semakin tidak ingin menemui mereka berdua. Hari ini menemui pun karena ingin menjelaskan kepergianku saja, tidak ingin menjelaskan apapun.
"Alah,aku tahu kamu suka sama..."
"Ye, sok tahu kamu!"
"Seriusan aku tahu. Aku pikir kamu bakalan bilang juga soal perasaan kamu, Za. Tahunya mereka datang ke kamarku marah-marah karena aku bohong dan diem aja soal skandal kita yang settingan itu," ceritanya sambil terkekeh.
"Mereka marahin kamu?"
Aku takut semakin merusak ketika aku menjelaskan semuanya hanyalah pembohongan publik.
Malam itu yang terjadi Zico menawarkan settingan itu, tapi aku tolak. Eh akhirnya aku juga yang mengiyakan tanpa persetujuan Zico langsung pada Nando dan Brylian. Baru setelah aku mau pindah ke Inggris aku mulai menghubungi Zico. Kala itu, kala transit di Jakarta aku minta dia menemuiku.
🔻 Flashback Soekarno Hatta Internasional Airport 🔺
Aku duduk di lobby keberangkatan, menunggu Zico yang baru saja selesai latihan. Pesawat delay sekian jam, membuatku bisa menunggunya. Aku hanya ingin meminta maaf atas apa yang aku perbuat tanpa persetujuannya lebih dulu malam itu.
"Za, ah, capek!" keluhnya terengah-engah duduk di sebelahku, masih menggunakan Jersey Persija, tas ransel hitam yang kemungkinan besar berisi sepatu latihan dan perangkatnya.
"Maaf ya minta kamu datang jauh-jauh," kataku menggeser koperku.
"Nggak apa-apa, aku juga pengen ketemu kamu. Mau bilang rindu takut salah, nggak bilang rindu katanya pacarku," candanya mengatur napas di sebelahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Triangle
FanfictionCerita ini sudah mendapatkan persetujuan dari Ernando Ari Sutaryadi ketika di Solo dalam acara POPWIL III 2018, dia sudah baca deskripsi juga dan dia bilang iya, tepat pada tanggal 11 November 2018. Silahkan dibaca 😊 "Segitiga, bangun datar dengan...