Part 1 | Cinta Tak Bersyarat

9.1K 388 212
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

"Jika kerinduan ini terus menerus menggerotiku. Aku mohon pertemukanlah aku dengannya. Walau hanya sebatas mimpi saja."

♡♡♡

Kata orang cinta pertama seorang anak perempuan adalah ayahnya, begitu pula sebaliknya. Cinta pertama seorang anak laki-laki adalah ibunya. Dan aku sepaham dengan asumsi itu. Hanya ayah satu-satunya laki-laki yang tak pernah menyakitiku. Dan hanya ayah pula satu-satunya laki-laki yang selalu mencurahkan kasih sayang dan cinta tulusnya kepadaku...

Dan kini aku merindukan sosok itu... Sosok laki-laki tangguh yang selalu melindungi serta menyayangiku dengan sepenuh hatinya... Sosok yang selalu menerbitkan tawa ceriaku dan menyembuhkan luka di hatiku...

Ayah, aku sangat merindukan kehadiranmu... Merindukan belaian lembut tanganmu di kepalaku... Merindukan suara lembut nan tegasmu yang selalu memanggil namaku, Salsha. Ya, itu adalah panggilan sayang ayah kepadaku... Ayah, aku sungguh merindukanmu, sangat amat merindukanmu...

"Gak baik anak gadis bengong sendirian di luar." Teguran lembut serta belaian tangan Ratih, ibunya menyadarkan Siska dari kerinduan akan kehadiran sang ayah tercinta yang dua bulan lalu di jemput Sang Maha Pencipta.

Hanya senyuman tipis yang mampu Siska berikan kepada ibunya. Ia tak ingin Ratih merasakan kesakitan serta kerinduan seperti dirinya. Walau tak bisa Siska pungkiri, bahwa Ratih juga merasakan hal yang sama sepertinya.

Dengan gerakan pelan dan lembut Ratih duduk di samping Siska. Dia menggenggam erat tangan putrinya yang dingin akibat udara malam hari ini. Menyalurkan kekuatan dan ketegaran agar sang putri bisa bangkit dari keterpurukan.

"Kullu nafsin zaaa'iqotul-mauut, summa ilainaa turja'uun. 'Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kemudian hanya kepada Kami kamu dikembalikan.'
(QS. Al-'Ankabut 29: Ayat 57)." Ratih membacakan surat tersebut dengan suara yang terbata-bata serta matanya yang sudah memerah menahan air mata.

Ratih selalu menampilkan kekuatan serta ketegaran. Namun, pada kenyataannya dia rapuh, bahkan sangat rapuh. Sosok wanita kuat dan tegar itu adalah ibunya... Ibu yang telah mengandung, melahirkan, serta membesarkannya sampai sekarang ini. Siska merasa bangga karena telah dilahirkan dari rahim wanita kuat seperti ibunya.

Ratih bukanlah sosok yang dibekali banyak ilmu agama. Jangankan untuk mengetahui lebih dalam Agama-Nya, membaca Kitab-Nya saja masih terbata-bata. Namun, Ratih mau belajar dan berusaha atas ketertinggalannya. Walau di usianya yang sudah dibilang tidak lagi muda, tapi semangat dalam memperbaiki diri jauh lebih tinggi dari sang putri.

Lahir dari lingkungan keluarga yang jauh dari ajaran agama membuat Siska lupa dan kufur akan nikmat dunia. Bahkan dia terlena dengan kebahagiaan dunia yang fana. Menjadikan harta dan tahta sebagai hal yang utama, hingga agama tak pernah mengiringi setiap langkahnya dalam menapaki dunia. Berjalan dalam kegelapan tanpa adanya cahaya penerang, membuat dia tersesat dan tak tahu arah jalan yang benar.

"Walaupun raga Ayah tak bersama kita tapi hatinya akan selalu mengiringi setiap langkah kita. Apa pun yang menimpa kita itu semata-mata untuk menguji ketabahan serta keimanan kita kepada Allah. Maafkan Ayah dan Ibu yang selama ini lalai dan tidak mengajarkan kamu ilmu agama." Lanjut Ratih yang begitu menyesali kesalahannya.

Siska menggeleng lemah menanggapi kata penyesalan ibunya. Dia tak pernah menganggap itu sebuah kesalahan besar karena dia tahu itu adalah jalan hidupnya.

Cinta Tak Bersyarat  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang