بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
"Jika bertemu dengan dia membuat kesehatan jantungku terganggu. Maka aku harap, ini adalah pertemuan pertama dan terakhirku."
♡♡♡
Siska membulatkan mata tak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. Bahkan dengan gerakan refleks dia langsung mengucek-ngucek matanya sampai berulang kali.
"Ngapa lo?" tanyanya, mungkin dia heran dengan tingkah Siska yang saat ini sibuk mengucek mata.
Sontak kepala Siska merespons cepat menggeleng tanda dia dalam keadaan baik-baik saja. Walaupun sebenarnya keterkejutan masih jelas terlihat di wajah cantiknya.
"Ngapain lo disini?" Setelah beberapa detik tak ada obrolan akhirnya Siska mengajukan pertanyaan itu.
"Harusnya gue yang nanya gitu sama lo," selanya yang seperti tak ingin menjawab pertanyaan Siska.
"Gue?" Rasanya kosakata Siska hilang begitu saja saat bertatap muka langsung dengan dia yang sudah beberapa tahun ini menghilang dari pandangan matanya.
Dia mengangguk. "He.em," singkatnya.
Siska kelabakan tak tahu harus menjawab apa. Yang bisa dia lakukan hanya menggigit pelan bibir bawahnya. Gugup!
"Ditanya, malah diem. Kenapa lo?" sindirnya.
"Enggak papa," elak Siska yang sebenarnya tak tahu harus menjawab apa. Bingung, gugup, menggelayut manja di dalam benaknya.
"Gue duluan," pamit Siska saat sebuah angkot mampir di halte tempatnya berdiri.
"Tunggu!" Cegahnya saat setengah badan Siska sudah hampir masuk ke dalam angkot.
"Maaf, Pak enggak jadi," ucapnya pada sopir angkot dan langsung menarik lengan Siska agar segera turun mengikutinya.
"Maaf," kata Siska tak enak pada sopir angkot yang kini tengah mengeluarkan sumpah serapahnya karena kesal Siska tak jadi naik angkotnya.
"Apa?" sarkas Siska setelah angkot itu hilang ditelan jalanan.
"Enggak papa," jawabnya dengan begitu santai dan enteng.
Rasanya Siska ingin menimpuk dan mengubur hidup-hidup makhluk di depannya sekarang juga. Karena ulah dia yang menarik paksa lengan Siska dan itu membuat kesehatan jantung Siska terganggu. Berdetak lebih cepat dari biasanya serta aliran darahnya seperti mengalir dengan begitu derasnya.
"Sorry," ucapnya lalu menghempaskan tangan Siska agar terlepas dari cekalannya.
"Gue denger Om Rama dua bulan yang lalu meninggal. Turut berduka cita," tuturnya memulai obrolan.
Siska hanya tersenyum tipis dengan ucapan duka yang didengarnya. Dia tidak suka mendengarkan kalimat-kalimat turut berduka cita dari orang-orang di sekelilingnya. Karena semakin banyak dia mendengarnya, maka semakin sulit juga dia untuk mengikhlaskan kepergian Ayahnya.
"Btw, tinggal dimana lo sekarang?" tanyanya basa-basi, tanpa menatap ke arah Siska sedikitpun. Pandangannya lurus menatap jalanan yang saat ini kosong melompong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Tak Bersyarat
Espiritual[PINDAH KE KUBACA/ICANNOVEL] Jika cinta kepada manusia selalu menjadi topik utama, bahkan tak segan untuk diperjuangkan secara sempurna. Lantas, bagaimana dengan cinta kepada sang Maha Pencipta. Apakah seperti demikan juga? Rasa cinta pada manusia m...