Part 8 | Cinta Tak Bersyarat

2.7K 201 125
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم

"Persahabatan bukan hanya sekadar sebuah ikatan. Melainkan sebuah tali persaudaraan."

♡♡♡

Seminggu telah berlalu semenjak kejadian itu Siska selalu menghindari dua sosok laki-laki yang tidak memiliki hati dan perasaan itu. Siapa lagi kalau bukan Farhan dan Irfan. Dua sejoli yang doyan memainkan hati perempuan. Bahkan Siska terang-terangan mengibarkan bendera perang.

Siska menjauh dari Farhan yang hampir setiap hari mengunjungi rumah kontrakannya. Tapi tak satu kali pun Siska menggubris kedatangannya. Dia juga memberi jarak pada Irfan saat keduanya tak sengaja berpapasan. Memberikan sedikit pelajaran agar mereka bisa berpikir, bahwa tak seharusnya mereka memperlakukan perempuan seperti itu.

'Jelema ciga kitu mah kudu diwarah. Lamun diantepken wae tuman,' kira-kira seperti itulah yang ada didalam pikiran Siska.

Manusia seperti mereka memang sudah seharusnya dikasih pelajaran. Kalau tetap dibiarkan akan jadi kebiasaan.

"Are you okey?" tanya Shandra sahabat Siska sejak masih zaman putih biru. Dia mengkhawatirkan keadaan Siska yang terlihat murung dan banyak pikiran.

Kini Siska dan Shandra sedang berada di sebuah kafe, yang tak lain dan bukan adalah kafe milik Shandra.

"I am fine, no what what," sahut Siska berlagak sok inggris.

Shandra tergelak mendengar jawaban Siska yang absurd itu. "Sepertinya kamu berbakat menjadi seorang pelawak," ucapnya dengan bahasa baku dan formal.

Jangan heran karena itu memang bahasa sehari-harinya. Dulu Shandra bercita-cita menjadi seorang guru bahasa indonesia. Tapi karena gagal dan tak direstui kedua orang tua. Sekarang Shandra berpindah haluan menjadi seorang pebisnis itupun atas permintaan kedua orang tuanya.

"Step awal menjadi seorang guru bahasa indonesia itu harus dimulai dari hal-hal kecil, termasuk bahasa dan gaya bicaranya." katanya kala itu saat Siska bertanya alasan mengapa dia menggunakan bahasa yang terkesan formal.

Padahal jika dipikir-pikir cita-citanya saja tidak kesampaian. Tapi kenapa dia masih keukeuh dengan bahasa formal nan bakunya itu? Alasannya pun terdengar aneh ditelinga Siska.

"Saya sudah nyaman," alasan yang konyol bahkan tidak masuk akal bagi Siska.

"Tiap kali ngomong sama lo gue berasa lagi berhadapan sama orang-orang besar yang mengharuskan gue pake bahasa indonesia yang baik dan benar. Kaku!" komentar Siska.

"Itu hanya perasaan kamu saja," elaknya.

"Lo mah replika robot di dunia," cibir Siska lalu meneguk setengah jus jeruk yang Shandra pesankan.

"Ada apa kamu menemui saya di sini?" tanyanya yang tak menghiraukan cibiran Siska. Sudah hal yang wajar baginya.

"Biasa lah curhat," jawab Siska dengan cengiran khasnya yang menampilkan lesung pipit di kedua pipinya.

Shandra adalah sahabat yang selalu siap sedia menampung segala keluh kesahnya.

"Boleh silakan," ucapnya setelah meminum lemon tea.

"Lo tau kan si Farhan tetangga gue dulu?" Siska mulai membuka sesi curhatnya.

"Hmm, Farhan yang suka main perempuan, bukan?" sahutnya.

"Iya tuh lo tahu. Dia nyuruh gue buat ngerusakin hubungan mantan pacarnya yang ketauan nyelingkuhin dia," adu Siska.

"Terus kamu mau. Begitu?" tebaknya.

Cinta Tak Bersyarat  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang