Part 23 | Cinta Tak Bersyarat

2.3K 178 33
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم

"Naluri seorang perempuan itu sangat kuat. Walau tanpa adanya ikatan batin yang mengikat."

♡♡♡

Siska mengayunkan kakinya menuju parkiran di mana motornya berada. Kaki jenjang itu melangkah ringan tanpa beban. Melajukan motornya dengan kecepatan sedang, sampai suara decitan ban dan aspal itu terdengar. Dia hampir saja menabrak seorang anak kecil yang tengah menyebrang.

"Kamu gak papa?" tanya Siska setelah dia turun dari motor dan membantu anak itu untuk berdiri.

Gadis kecil yang usianya berkisar lima tahun itu menggelengkan kepalanya lemah. Tangan mungilnya memegang lutut yang tergores oleh aspal, darah segar mulai menutupi lukanya.

Siska membawa anak perempuan itu untuk menepi dan mengobati lukanya. "Tunggu sebentar di sini. Kakak akan beli obat luka dan perban dulu," ucap Siska.

Gadis kecil itu hanya mengangguk paham. Siska segera bergegas mencari apotek atau warung terdekat yang sekiranya menjual benda yang dia butuhkan. Langkahnya terhenti saat dia menemukan sebuah warung yang cukup besar di seberang jalan. Dengan segera dia membeli plester, perban, dan obat luka, lalu kembali menemui anak yang hampir saja ditabraknya.

"Tahan yah," ucap Siska seraya mengangkat kaki sang anak agar berada di atas pangkuannya.

Dengan telaten dia mengobati luka di lutut gadis kecil itu. Ringisan keluar begitu saja dari mulut mungilnya.

"Maafin Kakak yah," tutur Siska saat dia sudah selesai mengobati lukanya.

Wajah gadis mungil itu mengingatkan Siska pada Gladys, gadis mungil yang dia temui di gerbong kereta api dua minggu yang lalu. Kedua sudut bibirnya terangkat kala dia mengingat betapa lucu dan menggemaskannya Gladys.

"Iya gak papa, Kak. Aku juga yang nyebrangnya gak hati-hati," sahutnya dengan senyuman tipis.

Siska membelai pucuk kepala gadis itu. "Mau Kakak antar pulang?" tanyanya.

Gadis kecil yang belum diketahui namanya itu langsung menggeleng dan memberikan senyuman getirnya. "Aku gak mau pulang!"

Siska tertegun mendengar ucapan anak itu. "Loh kenapa?"

"Ayah sama Bunda udah gak sayang lagi sama aku. Mereka lebih sayang sama adik aku," adunya dengan wajah yang begitu sendu.

"Gak ada orang tua yang gak sayang sama anaknya. Kakak yakin kalau Ayah sama Bunda kamu pasti sangat menyanyi kamu," ucapnya dengan elusan lembut di pucuk kepala sang Anak.

"Bohong!" elak anak itu dengan suara keras yang tak mau terbantahkan.

"Dulu Kakak juga sama kaya kamu, menolak kehadiran seorang adik. Tapi seiring dengan berjalannya waktu Kakak bisa menerima kenyataan itu. Dan sekarang Kakak merasa hidup Kakak lengkap karena kehadirannya," ucap Siska tersenyum samar. Dia teringat dengan wajah sang Adik yang selalu tertawa riang.

"Kakak punya adik?" tanyanya menatap manik mata Siska.

Siska menganggukkan kepalanya mantap. "Iya, namanya Shakira," jawab Siska begitu bangga saat menyebutkan nama sang Adik.

"Nama Kakak siapa?" tanyanya.

"Kak Siska," sahut Siska.

"Nama kamu siapa?" kini giliran Siska yang melontarkan pertanyaan yang sama pada anak itu.

"Gadis Kak," jawabnya antusias.

"Wah, cantik yah namanya sama kaya orangnya," puji Siska seraya menjawil hidung mancung anak bernama Gadis itu.

Cinta Tak Bersyarat  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang