Part 21 | Cinta Tak Bersyarat

2.3K 163 40
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم

"Cinta sesama hamba hanya akan berakhir bahagia jika itu melibatkan Dia di dalamnya."

♡♡♡

Mencoba sejenak melupakan kisah percintaannya yang kandas di tengah jalan membuat dia sedikit sadar bahwa memang cinta itu tidak harus memiliki. Seberapa kuat dan besar rasa cinta itu tidak akan pernah berarti apa-apa jika tanpa ada campur tangan Allah di dalamnya.

Sedikit banyak dia memahami bahwa memang hidup tidak selalu berpatok pada cinta saja. Melainkan ada kehidupan yang sesungguhnya menanti dia di depan sana. Entah itu perihal cita-cita dan impiannya ataupun perihal obat yang akan menyembuhkan luka di hatinya.

Hidup akan terus berjalan dan berjuang melewati setiap ujian serta cobaan yang Allah berikan adalah pilihan terbaik yang memang sudah seharusnya setiap hamba lakukan. Entah itu tentang kebahagiaan ataupun kesakitan, semuanya memiliki porsi masing-masing.

Layaknya sang malam dan siang yang saling melengkapi walau tidak saling berdampingan dan beriringan. Begitu pun dengan cinta, adakalanya dia hadir hanya untuk sekadar melengkapi kekosongan hati tanpa berniat untuk berdiam diri menemani dan mendampingi.

Karena hidup se-simpel itu, canda, tawa, bahagia, bahkan derai air mata datang silih berganti. Tidak akan mengenal makna bahagia jika sengsara itu tidak ada. Tidak akan mengenal tawa ceria jika tangis derai air mata itu tidak ada. Semuanya saling bersinggungan dan tentunya saling melengkapi.

"Hapus air mata loe. Bangkit dan jangan biarkan kesakitan menghancurkan hidup loe," Siska mencoba menyemangati dirinya sendiri. Walau tak dapat dia pungkiri air mata masih saja mengalir deras membanjiri wajahnya.

"Air mata loe terlalu berharga untuk menangisi cowok macam buaya seperti dia!" gumamnya terus menguatkan.

"Cukup sudah waktu loe habiskan hanya untuk berjuang tanpa kepastian. Sekarang saatnya loe bangkit dan lupakan semua angan dan harapan loe," monolognya seraya menghapus kasar air mata yang tak henti-henti merembes di kedua matanya.

Dia bangkit dan melangkahkan kakinya menuju cermin besar yang memang ada di dalam kamarnya. Melihat pantulan dirinya yang kacau dan berantakan, dengan kedua mata yang menghitam dan rambut yang dia ikat asal. Sejenak dia terdiam berpikir. Seberapa lama dia menangis hingga meninggalkan jejak berupa kantung mata panda seperti itu?

Bertumpu pada kedua telapak tangannya yang sengaja dia letakan di atas meja riasnya. "Mulai hidup baru loe. Jangan lagi pupuk hati loe dengan cinta yang hanya akan berakhir dengan ending menyakitkan!"

Ya, dia harus bangkit dan melupakan kesakitannya sebelum hidupnya semakin hancur dan berantakan. "Hidup loe harus terus berjalan. Mungkin sekarang cinta loe kandas di tengah jalan. Tapi siapa yang tau jika suatu saat nanti loe bakal nemuin cinta sejati loe," tekadnya menatap lekat bayangan dirinya di depan cermin.

Dia mengangkat kedua sudut bibirnya untuk menampilkan sebuah senyuman dengan segala makna yang sangat sulit diartikan. Ke luar dari kamarnya menuju kamar mandi untuk membasuh wajah mengerikannya. Lantas mendudukan bokongnya di samping sang Ibu yang kini tengah duduk santai ditemani televisi yang tanpa lelah menampilkan berbagai macam tayangan yang mampu menghibur penontonnya.

Siska merebahkan kapalanya di bahu Ratih, dan Ratih dengan senang hati mengelus lembut pucuk kepala sang Putri. "Ngapain aja kamu seharian di kamar?"

"Semedi, Bu," singkatnya yang masih fokus menatap layar televisi. Menikmati setiap elusan lembut tangan sang Ibu membuat hatinya tenang dan tidak lagi diliputi kegundahan.

Cinta Tak Bersyarat  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang