setia

3.8K 175 10
                                    

Hola, cuman mau info dikit aja. Kalo part ini aku up ulang karena banyak permintaan dari kalian semua ya. Sebenernya aku gak mau up lagi karena udah terlanjur di hapus untuk keperluan terbit, tapi yaudah. Toh terbitnya juga tetap ada yang beda.

Lunas ya? Sampe sini aja aku up ulang nya. Disini udah gak gantung lagi kok.

....

Malam yang bisa dikatakan sangat dingin, apalagi jika harus tidur di atas sofa yang tidak bertutupkan selimut, malam semakin larut, juga dingin yang semakin menusuk. Aku masih saja menunggu sadarnya seseorang yang masih setia tertidur di ranjang rumah sakit itu.

...

Malam itu hujan turun sangat lebatnya, disertai dengan guntur dan petir yang membuatku semakin takut, menunggu sang imam yang tak kunjung datang. Sampai tertidur di sofa ruang tamu, aku menunggu kedatangannya.

Terlelap dan membuatku semakin terlelap dengan posisi yang tidak nyaman itu. Subuh yang menyisakan dinginnya malam tadi, aku mulai mengerjakan mata. Namun,i aku heran, tiada dingin yang kini menusuk dan tiada badan yang sakit karena tidur di atas sofa. Bahkan, rasanya badan ini terasa nyaman dan sepertinya ada yang berbeda. Seperti ada selimut yang menutupi badanku.

Tunggu dulu, ketika aku ingin menggerakkan badanku, terasa ada tangan kekar yang melingkar di pinggangku

"A–astaghfirullah, siapa ini?" Tampaknya kegelisahan Rara mengusik tidur orang di sampingnya.

"Ada apa, Sayang?" Kini posisi mereka berhadapan.

"Kak, aku kira siapa? Kakak pulang jam berapa? Tadi malam hujan, Kakak kena hujan, nggak?" Begitulah tanya Rara memburu.

"Sudah, jangan pikirin Kakak. Kakak nggak pa-pa, kok. 'Kan pake mobil."

"Kakak pasti capek, terus Kakak kenapa nggak bangunin Rara?"

"Kakak kasian sama kamu, sampai tertidur di sofa seperti itu. Lain kali jangan tunggu Kakak kaya gitu lagi, ya ?

"Tapi...." Omongannya terhenti.

Cup! Mendarat satu kecupan di kening Rara. "Sudah, Kakak cuma nggak mau kamu pegel-pegel bangunnya."

"Ih, Kakak apaan, sih!" Sambil mengusap keningnya. "Terus Kakak yang gendong Rara sampe sini?"

"Emm ... iya nggak ya? Memang ada orang lain yang pernah gendong kamu selain Kakak?"

"Ada."

"Hah? Siapa?" tanyanya terkejut dengan ucapan itu.

"Papa." Rara menyebutkan itu sambil tertawa terbahak-bahak.

"Tapi setelah papa, hanya Kakak yang bisa gituin kamu. Sini, peluk Kakak." Pria itu mengeratkan pelukannya pada Rara, seakan tak mau wanitanya itu jauh sedikit saja darinya.

"Ihh ... Kakak apaan, sih. Sudah mau subuh, nih. Mendingan Kakak mandi sana, kita salat Subuh bareng."

"Bareng, yuk."

"Apaan sih, Kak. Ya sudah, Rara duluan aja, deh." Rara beranjak dari tempat tidur itu meninggalkan suaminya yang kini ikut beranjak juga.

"Sayang, kamu nggak pengen mandi bareng aku?"

"Enggak, Kak." Rara teriak dari dalam kamar mandi.

Setelah mereka selesai mandi, lalu mereka pun salat berjamaah.

"Assalamualaikum" Rara mencium tangan imamnya itu. Lalu, suaminya balas mencium kening Rara. " Makasih ya, Sayang. Makasih sudah mau maafin segala kesalahan aku, makasih sudah mau kasih aku kesempatan kedua. Makasih sudah mau jagain aku ketika aku sempat tak berdaya."

HALALKAN ATAU IKHLASKAN (TERBIT)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang