Telah datang dimana jarak berdamai dengan waktu.
Dimana aku dan kamu tak lagi lelah disiksa rindu.
Karena kini, aku telah sah menjadi pendamping hidup mu,
wahai istriku.-Azlan Al Firdausy-
♥️♥️♥️
Hussein Sastranegara International Airport
Hussein Sastranegara International Airport
Akhirnya mereka telah menginjakkan kaki kembali di Indonesia. Para penumpang keluar dari awak pesawat satu persatu dengan dipandu oleh seorang pramugari.
Sebentar lagi ia akan menemui keluarganya, dan seseorang yang sangat dirindukannya.
Azlan menghirup nafas segar, nafas alami khas negeri tercinta. Saat ini mereka sudah keluar dari pintu pesawat. Menuju ke rumah yang didalamnya telah ada keluarga yang menunggunya. Jika Azlan pulang kerumah, lain halnya dengan Hanif. Ia akan pulang kembali ke pondok pesantren. Hanif sangat nyaman tinggal dipesantren, katanya ia tumbuh disana, dan akan mengabdikan dirinya untuk pesantren yang telah memberinya ilmu hingga dewasa kini. Saat ini Hanif masih menempuh pendidikan semester akhir di Salah satu universitas dikotanya. Sudah banyak beasiswa yang menawarkannya untuk kuliah di luar negeri seperti Turkey,Instanbul, dan Cairo. Bahkan Ustadz Ramdhani merekomendasikan dirinya untuk kuliah di Mesir namun Hanif menolak dengan alasan yang sangat bijak. Selain sebagai mahasiswa ia sering kali mengajar kelas para santri di ponpesnya.
Taksi mendarat dengan sempurna, sekarang mereka telah berada tepat di depan rumah milik keluarga Yasna, yang sekarang telah menjadi keluarganya juga. Azlan tahu, selama dirinya pergi Yasna tinggal disini.
Ia membuka pintu mobil itu kemudian beranjak turun yang diikuti oleh Hanif.
"Ini Pak. Terimakasih" Azlan menyerahkan uang selembaran kertas.
"Ini Mas kembaliannya" Bapak sopir itu menyerahkan uang kembalian dari ongkosnya memesan taksi.
"Ambil saja Pak. Saya ikhlas" Ujar Azlan tersenyum tulus.
"Anggap saja itu rezeki lebih buat bapa" Hanif menyahut.
"Baik. Terimakasih Mas. Saya permisi. Assalamu'alykum" Ucap Bapak sopir itu, yang tak lama ia langsung melajukan mobilnya.
Islam mengajarkan betapa Indahnya berbagi. Tangan diatas lebih baik daripada tangan dibawah. Percayalah ketika kita memberikan sebagian harta yang kita miliki dengan ikhlas. Pahala akan kita dapatkan, selain itu Allah akan memberi berkali lipat dari apa yang hambanya sedekahkan. Banyak orang yang mengira dengan bersedekah akan mengurangi harta, itu adalah pandangan mereka yang kurang memahami hakikat dan faidahnya bersedekah. Karena sadar atau tidak darisebagian rezeki yang kita dapatkan ada hak orang lain didalamnya. Sedekah bisa membuka pintu rezeki.
Mereka berjalan memasuki rumah. Jam menunjukan pukul 19:00 masih menjelang malam. Bahkan senja baru saja menghilang. Azlan meletakkan Tas yang ia bawa dan menekan bel rumah dengan mengucap salam.
"Assalamu'alaikum"
Selang beberapa detik telah ada seseorang yang membukakan pintu. Menyambut nya dengan hangat.
Kebetulan seseorang itu adalah Yasna.
"Wa'aliukumsalam warohmatullah wabarakatuh" Mata Indah Yasna berbinar tak percaya. Saat ini Azlan telah kembali pulang. Ia langsung mengambil tangannya dan mencium punggung tangan Azlan. Jika saja dirinya tak mengingat ada Hanif yang berdiri disampingnya. Azlan akan membawa Yasna ke pelukannya.
"Mas? Kenapa mau pulang ngga bilang dulu? Terus kenapa jarang sekali ngabarin? Terus...?" Ucapan Yasna terhenti seketika "Ngomelnya nanti dulu ya" Ujar Azlan memberhentikan cerocosan Yasna.
Yasna tetap saja masih bertingkah seperti itu. Azlan semakin tak ingin kehilangannya.
"Silahkan masuk" Yasna tersenyum manis. Diruang keluarga mereka berkumpul. Ada Kayla, Ardi, Fatimah, Ridwan, Yasna, Azlan dan Hanif. Mereka tertawa renyah dengan perbincangan yang melingkupinya. Azlan dan Hanif menceritakan pengalamannya di Amerika. Mulai dari tugas nya untuk mengisi acara, makanan khas Amerika, tempat yang sangat menakjubkan, suasana kehidupan disana, hingga lelaki yang mereka temui dalam keadaan kacaupun mereka ceritakan. Waktu kian larut. Hanif memohon pamit pulang.
"Hanif izin pulang. Syuqron om, tante" Hanif menyalami mereka satupersatu.
"Sebentar ane panggilin Taksi" Azlan menekan Nomor kontak Sopir Taksi untuk menjemput Hanif pulang.
Yasna dan Azlan mengantarkan Hanif sampai kedepan pintu. Tak lama kemudian datanglah Taksi yang sebelumnya sudah dipesan.
"Ane pamit Ya. Assalamu'alikum" Hanif bersalaman sekaligus memeluk Azlan untuk izin pamit.
Yasna dan Hanif kompak menelungkupkan kedua tangannya didepan dada. Mereka paham betul bagaimana cara bersalaman dengan yang bukan makhrom.
"Fii amanillah" Azlan melambaikan tangannya.
Taksi biru melenggang jauh dijalanan. Semakin jauh, hingga benar-benar memudar.***
Azlan merebahkan tubuhnya dikasur.
Sesaat kemudian Yasna datang menghampirinya. "Kamu cape ya?" Tanya Yasna tiba-tiba, ia duduk didekat suaminya. Azlan terbangun dan merubah posisi rebahnya menjadi duduk. "Ko masih manggil 'kamu'?"
"Eh. Lupa" Gadis itu menepuk jidatnya. Tunggu, sekarang ia telah menikah. Dan lebih pantas disebut sebagai seorang wanita.
"Belum biasa dengan panggilan baru" Yasna cemberut.
"Nanti juga lama-lama terbiasa. Kita sudah suami istri. Bukan anak-anak lagi sayang" Ucap Azlan mesra.
"Em. Iya" wajahnya memerah sempurna. Gerak-geriknya menjadi kaku, lebih banyak diam dan tidak cerewet lagi. Sepertinya gadis itu salah tingkah.
"Gausah salting gitu" Azlan hafal benar bahwa saat ini Yasna sedang Salah tingkah karenanya. Azlan menyukai itu. Yasna mengedarkan pandangannya kesetiap sudut ruangan kamar. Ia berusaha menata sikapnya sebiasa mungkin, ia berusaha menormalkan debaran jantungnya.
"Aku ke dapur dulu" alih-alih untuk menghindari Azlan karena deru jantungnya semakin tak karuan.
"Duduklah disini." Azlan menahan tangan Yasna ketika benar akan pergi ke dapur.
Tak bisa mengelak. Ia mematuhi permintaan Azlan.
"Mau denger cerita aku ngga?" Azlan bertanya lembut. Wanita itu mengangguk bersemangat.
Entahlah, apa yang terjadi dengan Yasna beberapa menit lalu mampu merubah sikapnya. Yang tadinya cerewet sekarang lebih banyak diam, yang tadinya pecicilan sekarang memilih bergerak seperlunya. Sehebat itukah pengaruh Azlan terhadapnya? Ah lucu sekali pasangan ini. Azlan mulai bercerita. Ia menceritakan bahwa ia bertemu dengan seorang lelaki ketika di Amerika. Azlan bercerita menurut versinya sendiri, ia meringkas kisah lelaki itu dengan pandangan bahwa setiap kejadian dan masalah apapun yang menimpa setiap manusia, akan selalu ada hikmah didalamnya. Ia menceritakan bagaimana awal pertemuan dengan lelaki itu, sampai akhirnya Azlan berteman dekat dengannya.
"Selain keluarganya hancur, ia juga terluka karena hal lain" Azlan masih bercerita
"Apa itu?" Yasna penasaran
"Dia kehilangan cinta untuk seseorang yang tidak mungkin bisa bersamanya"
"Kasihan sekali dia" Lirih Yasna.
"Untuk itu, kita harus selalu bersyukur. Hingga detik ini masih diberikan kesempatan untuk bersama-sama dengan orang-orang yang kita sayangi" Azlan mengusap-usap ubun-ubun istrinya.
"Iya" Yasna tersenyum menatap bola mata teduh milik Azlan.
"Iya apa?" Azlan tersenyum jahil.
"Bersyukur" Yasna memutar-mutar bola matanya.
"Salah satunya?" Azlan menuntut jawaban
Bersyukur memiliki suami sepertimu. -Batin Yasna.
Bukan Yasna namanya jika tidak ahli dalam menyembunyikan perasaan. Sekalipun Azlan adalah kekasih halal nya tetap saja ia enggan mengungkapkannya. Rasa cintanya yang mulai tumbuh hanya akan terlihat dari sikapnya.
"Tidur saja kamu pasti cape Mas" Yasna mengalihkan pembicaraan. Azlan tak percaya jika Yasna sudah bukan anak kecil lagi. Pasalnya mendengar ia memanggil dirinya dengan sebutan 'mas' rasanya lucu sekali.
"Iya istriku" Azlan terus menggodanya.
Keheningan malam menyelimuti kedua insan yang tengah dilanda rindu. Begitulah cara mereka untuk melepaskan rindu dengan sekedar candaan yang tak jarang berujung pertengkaran manis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takbir Cinta [ SUDAH TERBIT ]
Spiritual[ Cerita sudah diterbitkan ] #Partlengkap Cinta Dan Sahabat. Kita tidak bisa memilih diantara keduanya. Hal inilah yang dirasakan Yasna si gadis kecil yang selalu merepotkan Azlan. Mereka sudah bersahabat sejak kecil hingga tumbuh dewasa bersama. Na...