33. Takbir Cinta [End]

2.2K 50 12
                                    


Atas nama cinta,
Takbir berkumandang
Menghantarkannya menuju bahagia
Di dalam Syurga-Nya

♥♥♥

Layar monitor bergerak naik turun menggambarkan kondisi David yang semakin melemah. Beberapa kali sang dokter menempelkan packmaker untuk memacu jantungnya. Semakin melemah. Berbagai alat medis mereka gunakan untuk menunjang dan mempertahankan setiap nyawa. Terlihat diruangan ICU terdapat empat orang yang menaruh harapan sangat tinggi. Thomas yang sedari tadi duduk, menatap setiap pergerakan dokter terhadap David. Tak henti-hentinya Thomas merapalkan do'a-do'a berharap keajaiban akan datang. Wanita yang tak kalah gelisah juga turut serta berwirid dengan deraian air mata. Dan kedua lelaki yang nampak tenang namun diam-diam juga mendo'akannya. Berharap yang terbaik untuk semuanya. Seorang dokter keluar dan menyapa dengan senyuman, untuk sedikit menenangkan suasana.
"Pasien sudah sadarkan diri. Namun kondisiin sangatlah kritis. Silahkan jika kalian ingin melihatnya" Dokter mempersilahkan mereka masuk, setelah itu ia berjalan melenggang ke luar ruangan. Langsung saja Thomas sigap memasuki ruangan itu, dengan seribu kebisingan yang menyisakan tanya. Akankah berujung tawa atau malah lara? Entahlah, saat ini mereka hanya bisa pasrah. Lelaki itu membuka mata perlahan, bola mata birunya beredar, menelaah setiap ruangan yang terisi oleh orang-orang yang berarti dalam hidupnya.
Arah pandangnya terhenti pada wanita yang sedang menatapnya cemas. David mengulurkan senyuman. Dengan setetes air mata yang keluar dari ujung matanya. Yasna menyadari bahwa senyum itu ditujukan kepada nya. Wanita itu membalas dengan senyuman getir dan rasa ketidak relaan jika benar Allah akan memanggil lelaki yang saat ini terbaring dihadapannya. Yasna akui, dia bahkan belum siap kehilangannya. Dua pasang mata yang tak lain pemiliknya adalah Yasna dan David hanya berpapasan sejenak. Pandangan lelaki yang sangat lemah itu beralih menatap seorang lelaki yang sangat ia kenali, berperawakan tinggi, dengan rambut cokelat dan bola mata biru seperti gen yang ia warisi. Seseorang itu adalah Thomas, Ya dia adalah ayahnya.
"Dav" lirih Thomas. Langkah kakinya semakin mendekat. Sekarang ia berada tepat disamping putra satu-satunya. Tak bisa dipungkiri melihat keadaanya saat ini semakin membuat hatinya hancur. Tanpa sadar, matanya memanas dan keluar lah bulir Bening dari sudut mata senjanya.
"Ayah" Lirih David pelan, senyum terlukis diwajahnya.
"Dav.. kamu boleh benci ayah. Ayah pantas mendapatkan itu semua. Ayah hanyalah seorang pengecut." Thomas tersenyum bodoh.
"Ayah cuma minta satu hal. Maafkan Ayah.." Thomas menangis terseguk-seguk menyesali perbuatannya.
Ia merapatkan jari-jarinya dengan jari-jari milik David Dan menggenggam nya erat. David mengangguk dengan sangat perlahan-lahan, mengingat menggerakan tubuhnya adalah perjuangan baginya. "Dav udah maafin ayah" senyumnya mengembang. Empat kalimat yang ia ucapkan jerpenggal-penggal namun akhirnya mampu melegakan semuanya.
"Ayah..." Lirihnya lagi.
"Maafin Dav.. Ayah harus ikhlas jika Dav pergi lebih dulu. Dav sudah bahagia, dan melihat Bunda menanti Dav disana" Senyum Dan tangis menyatu diwajahnya.
Mendengar itu semua, Hati ayah mana yang tak bersedih, meraung dan menangis dalam hening batinnya. David berucap seakan-akan dia akan pergi selamanya. Thomas memeluk David erat. Sekarang ia bisa kembali merasakan kebahagiaan. Dengan anak satu-satunya itu. David membalas pelukan ayahnya dengan mengelus pelan punggung orang yang selalu menguatkannya selama ini. Mereka saling melepaskan tatapan dan senyuman damai.
"Yasna" lirih David. Kini fokusnya beralih pada seorang wanita yang sedari tadi mematung di hadapannya. Mendengar namanya disebut, Yasna berjalan ke arahnya. Namun dalam batas yang wajar.
"Apa kamu udah baca Surat yang empat tahun silam aku kasih?" David tersenyum tulus. Ia benar-benar membutuhkan jawaban.
Surat?-batinnya.
Ia baru menyadari satu hal, bahwa sebelum mereka berpisah David telah memeberinya secarik Surat ketika di Bandara.
Grrrrrrrrr.
Hatinya bergemuruh. Tangisnya kembali mengguyur wajah bulatnya.
Kenapa aku bisa sebodoh ini, sampai-sampai aku lupa.
Wanita itu merutuki dirinya sendiri didalam hati.
"Wallahi. Kenapa aku bisa sampai lupa"
Bibirnya bergetar, tatapannya kosong. Kenapa ia bisa sebodoh ini. Kenapa ia bisa dengan mudah begitu saja melupakan Surat yang ia beri. Hatinya semakin merasa bersalah ia telah benar-benar melukai hatinya.
David menghirup dan mengatur nafasnya perlahan.
"Tidak apa" David masih tersenyum.
Namun ada kekecewaan dibalik senyumnya.
"Kamu, baca nanti" Ujarnya
"Setelah aku pergi" lmbuhnya. Senyum lelaki itu mengembang, semakin membuat perih wanita yang sedang menatapnya.
"David, maaf..." Bulir bening menjatuhi pipinya lagi.
"Aku percaya ini sudah ketetapan-Nya" Masih dengan senyuman yang terukir diwajahnya.
Yasna menangis saat itu juga. Ia benar-benar tak bisa membendung air matanya. Hatinya kini pasrah pada takdir allah. Jika benar ia harus pergi, tak ada hal yang lebih baik dari mengikhlaskan.
"Azlan,Hanif.." lirih David memanggil dua lelaki yang berdiri disamping bad nya.
"Terimakasih, semoga Allah yang membalas kebaikan kalian. Aku bersyukur bisa bertemu dan bersahabat dengan kalian. Karena hakikatnya, sahabat itu adalah mereka yang bisa menghantarkan sahabatnya menuju kebaikan, menuju jalan yang telah Allah ridhoi." Entah keajaiban apa, David begitu lancar mengucap kata demi kata kepada mereka. Padahal kondisinya sangat lemah. Sungguh, Allah telah memudahkan semuanya.
Azlan dan Hanif menangis haru. Ditatapnya wajah lelaki yang pucat dengan senyuman ketulusan yang tergambar di wajahnya. Bukan hanya mereka, namun setiap orang yang berada di ruangan itu merasakan kesedihan yang sama.
"Kembali kasih Dav.."Ujar Hanif dengan mata berkaca-kaca. Sebenarnya banyak sekali yang ingin Hanif ungkapkan namun mengingat kondisi nya yang tidak memungkinkan Hanif cukup membalas ucapan terimakasihnya.
"Azlan..." David meronta, memanggil dengan suara seraknya dan meraih pergelangan tangan Azlan. "Tolong jaga Yasna, bawa ia kesyurga-Nya"
David nyaris kehilangan nafasnya. Suaranya semakin melemah. Sempurna. Ruangan ICU dipenuhi oleh tangis haru, benar mereka akan menyaksikan lepasnya sebuah nyawa melalu perantara izroil, atas izin Allah.
"Bantu aku" David berkata terbata-bata
Layar monitor terlihat naik turun membuat suara semakin bising. Wanita menuntun David membaca dua kalimah syahadat dengan deraian air mata.
Asyhadu alaa ilaaha illallah...
Wa asyhadu anna muhammada Rosulullah...
Tiiiiiiiiiiiiiiit.
Suara bunyi panjang dari monitor menandakan David telah tiada. Kedua mata biru itu tertutup rapat. Hembusan nafasnya telah terhenti.Tak ada lagi suara yang terdengar dari detak jantungnya.Yasna tak kuasa membendung lelehan airmata, begitupun dengan yang lain.Inna lillahi wa Inna ilaihi raajiun!
"Allah telah menghendaki David menghadap-Nya, dengan cara yang sangat mulia. Dua kalimah syahadat sempurna terucap dari bibirnya sebelum ia menghembuskan nafas terakhir. Semoga David ditetapkan disisi-Nya, Di tempat terbaik menurut-Nya.."
"AAMIIN..YAROBBAL'ALAMIIN" semua yang berada diruangan itu mengaminkan do'a yang Azlan ucapkan.
Mereka mengikhlaskan kepergiannya. Dengan terisak, Yasna melantunkan ayat Al-Qur'an untuk mengiringi kepergianya.

Takbir Cinta [ SUDAH TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang