21. Mengemban Amanah

1.4K 56 0
                                    


Ada hal yang lebih berat dari merindukan
Yaitu mengemban Amanah

♥♥♥

Azlan tengah berada dibawah langit Amerika. Ia akan menjalankan tugasnya untuk mengisi acara dalam forum mahasiswa komunitas muslim yang akan dilaksanakan besok. Azlan menatap keluar jendela apartemen. Matahari tengah telah diselimuti gelapnya malam. Walaupun waktu menunjukan pukul 21:00 Hanif belum juga kembali ke apartemen. Sejak sore tadi ia pamit untuk membeli sedikit perbekalan makanan dan minuman yang di perlukan untuk satu bulan kedepan. Awalnya mereka akan pergi berdua sambil menikmati bagaimana suasana berbelanja di negeri orang ini. Tapi Azlan menolak dengan alasan capek dan ingin segera mengistirahatkan tubuhnya.
"Kemana Hanif ini?" Azlan berdecak kesal. Ia berjalan dan hendak duduk diatas kasur yang sangat empuk.
Azlan meraih mushaf Al-Qur'an miliknya, ia memilih untuk membacanya sembari menunggu Hanif pulang.
"Assalamualaikum" Hanif memasuki kamar bersemangat, dengan beberapa tas yg berisi makanan ditangannya.
"Wa'aliukumsalam" Azlan menutup mushaf nya.
Azlan menghela nafas panjang.
"Nyasar kemana ente?" Canda Azlan.
"Orang awam baru menginjakkan kaki di Amerika ya gini lah" Hanif terkekeh
"Dapet makanan indo ga?" Tanya Azlan lagi.
"Dapet dong. Jangan khawatir ana udah tau tempat-tempat buat beli makanan khas Indonesia" Hanif menunjukan tas bawaannya yang berisi sayuran, mie instan, daging yang siap dimasak, dan lauk pauk lainnya.
New York City adalah kota terpadat di Amerika Serikat, dan pusat wilayah metropolitan New York juga merupakan salah satu yang terpadat di dunia. Wajar saja jika Hanif atau siapapun yang baru merasakan hidup disini akan mendapatkan sensasi yang berbeda. Azlan dan Hanif sedang berkutat di dapur. Mereka membereskan pangan untuk menunjang kehidupan mereka disini. Setelah selesai, mereka memasak mie instan dan hot water yang hanya tinggal menekan tombol merah lalu keluar otomatis dari dispenser modern yang tersedia di kamar. Sejak sore tadi ketika mereka telah sampai disini belum ada sesuatu yang mengganjal perutnya. Setelah merasa kenyang akhirnya mereka memutuskan untuk mengistirahatkan tubuhnya dengan terlelap.

***

Hanif telah berpakaian rapi. Disusul Azlan yang baru saja selesai menata rambutnya. Mereka berdua mengenakan baju Koko berwarna putih. Dengan celana hitam dan peci khas nya. Pagi menjelang siang ini mereka akan menuju salah satu universitas untuk mengisi acara yang dibuat oleh Muslim Student's Associations. Di tengah mahasiswa yang mayoritas beragama non muslim, tetapi disana masih ada beberapa yang berstatus muslim. Mengingat banyak imigran yang berdatangan ke negara ini, yang membuat komunitas Islam disini semakin meningkat dari waktu ke waktu.
"Lan. Udah siang. Percepat!" Ucap Hanif yang tengah berdiri diluar kamar.
"Sabar woy" Azlan terlihat sedang berjongkok membenarkan tali sepatunya.
Azlan merasa telah rapi, lalu berjalan menemui Hanif yang sedari tadi telah menunggunya. Sebelum itu ia meraih jaket berwarna Dark grey miliknya. Bagian timur Amerika cuacanya memang sangat dingin, termasuk New York City berbeda halnya dengan Bagian Barat Amerika yang cuacanya lebih hangat.
Mereka berjalan keluar apartemen mencari transportasi. Mereka menunggu di samping jalan belum juga ada kendaraan yang bisa ditumpangi. Setelah 20 menit kemudian mereka mendapati bis umum yang melintas. Akhirnya, mereka memutuskan untuk naik bis.
Tidak disangka, bus berukuran cukup besar ini begitu dipadati oleh penumpang. Beruntung masih ada dua kursi kosong di pojok belakang. Disaat yang bersamaan datanglah kedua penumpang yang sudah tak muda lagi. Terlihat seperti sepasang suami istri, lelaki tua itu rambutnya telah dipenuhi uban dan berjalannya sudah tidak tegap lagi karena bantuan tongkat penyangga. Sementara seorang nenek tua yang disampingnya terlihat begitu pucat dengan kacamata yang melingkupi mata senjanya.
"Uhuk-uhuk" terdengar suara batuk dari wanitai tua itu.
Azlan dan Hanif yang baru saja duduk beberapa menit yang lalu hatinya tersentuh untuk memberikan dua kursi duduk untuk ditempati lelaki dan wanita tua itu.
Nenek itu tak percaya.
"Sit down please, Mom" begitu Azlan mempersilahkan mereka untuk duduk. Raut wajah lelahnya berubah ketika ia mendapat kan tempat duduk. Lelaki dan wanita tua itu duduk. Sedangkan Hanif dan Azlan kini tengah berdiri di tengah-tengah bus. Beruntung cuaca tidak panas, jadi walaupun suasana padat didalam bis tidak membuat mereka bercucuran keringat.
Perjalanan dari Brooklyn menuju Universitas yang mereka tuju lumayan jauh. Hanif dan Azlan tengah berbincang dengan wanita dan lelaki tua tadi. Mereka saling memperkenalkan diri dan mengucapkan terimakasih. Azlan dan Hanif bertanya banyak tentang Amerika. Mereka berbincang cukup nyaman. Beberapa kali wanita tua itu menawarkan dirinya dan Hanif untuk duduk kembali. Namun mereka menolak dengan ramah.  Azlan selalu ingat bahwa, sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi sesama.
Setelah 30 menit bis melaju, kini Azlan dan Hanif tengah sampai di tempat tujuan. Ia melirik jam sakunya waktu menunjukan pukul 8:30 Am sebentar lagi acara akan dimulai. Nampaknya Ustadz Ramdani telah berada disini lebih awal. Ustadz Ramdani telah Dua hari lebih dulu berada disini sebelum mereka sampai. Beliau adalah seorang Ustadz dan pimpinan Pondok Pesantren tempat Azlan dan Hanif menimba ilmu. Beliau termasuk Ustadz termasyhur yang banyak dikenali oleh masyarakat Indonesia maupun luar negeri. Maka dari itu Beliau sampai di undang kesini untuk mengisi acara forum mahasiswa muslim. Ini bukan kali pertamanya, ia sudah pernah mengisi acara di berbagai negara seperti Korea, Inggris, dan negara Eropa lainnya.
Azlan dan Hanif adalah santri kepercayaannya. Maka merekalah yang dipilih untuk menemani perjalanannya. Azlan bertugas untuk membuka acara ini dengan lantunan ayat suci Al-Qur'an dengan suara dahsyatnya, yang menenangkan dan menyejukkan setiap hati yang mendengarnya. Sementara Hanif menemani beliau dalam menyampaikan materi.  Azlan dan Hanif berjalan berdampingan. Mereka mengitari University ini. Bangunan yang megah, tembok yang kokoh, letak yang sangat luas, Arsitektur the best quality, Tiang-tiang lantai atas menjulang ke langit. Pantas saja Negara ini terkenal dengan pencakar langit.
"Maa syaa Alloh, tabarakallah. Jamillah Jiddan" Ucap Hanif yang masih memutarkan arah matanya kesetiap sentuhan menakjubkan arsitektur pada bangunan yang megah itu.
"Alhamdulillah. Dengan izin allah, kita diperkenankan menginjakan kaki disini. Menyaksikan betapa agungnya ciptaan sang Khalik" Ucap Azlan sambil berjalan. Mereka terus berjalan hingga akhirnya menemukan seseorang yang dicarinya. Ya, Ustadz Ramdani.
"Assalamualaikum tadz" Azlan mencium punggung tangan Ustadz Ramdani.
Disusul Hanif yang juga menyalami Ustadz nya.
"Wa'aliukumsalam warahmatullahi wabarakatuh." Ustadz Ramdani menjawab salam dengan tersenyum.
"Silahkan persiapkan diri kalian. 10 menit lagi acara dimulai"
Hanif dan Azlan hendak mempersiapkan dirinya. Tidak ada yang mereka lakukan untuk menenangkan diri, kecuali dengan berwudhu lalu membaca Al-Qur'an, karena ini kali pertama nya mereka menjadi partner seorang Ustadz mahsyur di negeri orang. Berlangsung lah acara dengan khidmat. Mahasiswa maupun Mahasiswi begitu antusias mendengarkan tausiyah yang disampaikan oleh Ustadz Ramdani yang ditemani Hanif. Sebelum itu mereka disuguhkan dengan lantunan Ayat Suci Al-Qur'an oleh seorang Azlan Al-Firdausy. Ia membacakan beberapa ayat Al-Qur'an yang menjelaskan tentang pentingnya ukhuwah Islamiyyah. Slogan untuk acara ini adalah "Indahnya Ukhuwah Islamiyyah, Menjalin Silaturahmi, Membangun Negeri Berprestasi".  Berbicara tentang ukhuwah Islamiyyah. Pada hakikatnya kita sebagai umat muslim adalah saudara. Alloh menciptakan kita berbeda-beda, dari suara, warna kulit, wajah, suku, ras dan budaya supaya kita saling mengenal. Tidak ada yang sama persis di dunia ini, bahkan bayi yang kembar siam pun pasti memiliki suatu perbedaan. Alloh menciptakan perbedaan supaya kita bisa saling menghargai, bersyukur, dan menambah indah kehidupan seorang hambanya. Kita analogikan dengan pelangi. Bayangkan, Jika pelangi hanya terdiri dari satu warna saja, Akan lebih indah jika pelangi memiliki tujuh warna yang berbeda, menjadikan nya indah dipandang mata.  Ukhuwah, sejatinya syarat kebangkitan dan kemenangan, itulah strategi pertama yang ditempuh oleh Rasullah Shallahu ‘Alaihi Wassallam dengan mempersaudarakan sahabat Anshar dan Muhajirin. Tidak ada seorang pun yang tidak memiliki permusuhan antara kaum Aus dan Khazraj di kota Madinah sebelum Islam. Namun setelah masuk Islam, Allah menyatukan hati di antara mereka. Tidak mungkin terjadi jika bukan karena kehendak-Nya menyatukan mereka menjadi saudara, dan tidak mungkin hati-hati itu akan saling terpaut kecuali karena ukhuwah Islamiyyah karena allah.
"Indahnya jika kita menjaga persaudaraan, Mewujudkan negara damai dalam dekapan ukhuwah" Kalimat terakhir Ustad Ramdani sebelum menyudahi tausiyah nya. Penyampaian materi selesai disambung dengan pembacaan Shalawat Nabi sebagai mahabbah kepada sang kekasih Allah. Semua yang berada di ruangan yang sangat megah itu bersalaman, berdekapan, saling meminta maaf, dan saling mendo'akan.


Takbir Cinta [ SUDAH TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang