Dasar Manusia

169 20 0
                                    

Disisi lain, ada sepasang mata yang sudah tidak sanggup menampung air mata di pelupuk mata nya yang ingin sekali ia tumpahkan

"Ternyata, ini alasan mas Aditya"

***

Setelah Aku mengetahui kejadian itu, Aku memutuskan untuk ke kamar dan bergegas sholat.
Karena hanya dengan sholat Aku akan jauh lebih tenang dan bisa menumpahkan segala perasaan nya kepada sang Semesta.
Selesai sholat Aku berdoa :

"Ya Allah, mungkin memang ini waktu nya Aku untuk tahu yang sebenarnya. Jujur ini sakit, Sangat sakit. Aku tidak menyangka kakak kandung Aku sendiri tega mengucapakan itu.
Apa yang harus Aku lakukan? Mengapa engkau memberikan scenario ini kepada keluarga Aku? Aku tidak sanggup semesta. Aku masih terlalu dini untuk menanggung ini sendiri. Walau memang Aku tidak pernah sendiri, selalu ada keluarga yang mendampingi.
Tetapi mereka tidak pernah tahu bagaimana rasanya menjadi Hamba. Yang selalu dihina, dicaci maki, bahkan tidak pernah dianggap kehadiran nya.

Apa maksud dari semua ini semesta?"

***

"Adira"

"Iya Bu"

"Kamu sedang apa?"

"Melukis Bu"

Aku sedang melukis. Melukis salah satu hobi ku. Sebenarnya, melukis adalah caraku menumpahkan segala perasaanku, dengan mencampur adukkan semua warna, ya seperti itulah warna perasaan nya. Tidak putih, tidak juga hitam melainkan abu-abu.

"Adira mau melukis apa? Kok dari tadi Ibu lihat hanya mencorat-coret kain kanvas saja"

"Tidak tahu Bu"

"Kalau tidak tahu terus kenapa kamu melukis?"

"Tidak tahu juga"

"Ibu tahu, pasti kamu sedang memikirkan sesuatu sampai kamu hanya mencorat-coret kain kanvas itu"

"Tidak Bu"

"Yasudah kalau begitu lanjutkan saja. Ibu mau masak dulu"

"Iya Bu"

***

Sudah seminggu berlalu sejak kejadian itu terjadi, dan Aku masih menyembunyikan rahasia mengenai mas Aditya yang tidak suka terhadap diriku yang selalu mendapatkan kasih sayang kedua Ayah dan Ibu sedangkan mas Aditya tidak. Akhirnya membuat Aku sedikit menjauh terhadap Ayah dan Ibu, bukan nya tidak sopan atau durhaka, tapi karena Aku tidak mau jika mas Aditya semakin membenci diriku.

"Adira"

"Iya Ayah, ada apa?"

"Kita jalan-jalan yuk pasti kamu bosan kan dirumah terus"

"Iya yah bosan, tapi mau jalan-jalan kemana?"

"Kita keliling kompleks ini saja"

"Oke yah"

Lalu Ayah mendorong kursi roda dan mulai berjalan keliling komplek. Tetapi disaat Aku mulai nyaman berkeliling komplek Aku mendengar beberapa orang sedang membicarakan diriku

"Baru keliatan lagi tuh"

"Iyalah kan sakit"

"Sakit apa sih kok lama banget?"

"Diguna-guna kali bukan sakit"

"Sembarangan lu kalo ngomong"

"Gua mah ngomong fakta, orang kalo udah lama sakit tuh pasti ada apa-apa nya"

"Sok tau lu ferguzo"

"Itu pake kursi roda, berati ngga bisa jalan dong"

"Iya cacat"

"Kasian banget mana masih muda"

Rasanya Adira ingin sekali melabrak orang-orang disana yang sedang membicarakan dirinya, mereka tidak tahu apa yang terjadi tapi sudah seenaknya menyimpulkan sesuatu. Sampai pada akhirnya Adira harus melewati orang-orang yang sedang membicarakan dirinya

"Hai Adira"

"Cepat sembuh ya"

"Didepan aja baik banget tapi kalau dibelakang busuk. Dasar manusia"

Bersambung

Aku Dan LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang