"Ibu tidak mau tahu, besok kedua orang tua kamu harus menemui Ibu"
"What Ever"
"Baik anak-anak, Ibu akan langsung pilihkan kalian kelompok. Kelompok pertama Ditta, Anggi, Syifa dan Ratna. Kelompok kedua Aldo, Anjani, Sinta dan Reno. Kelompok terakhir ada Adira, Adam, Anjani dan Gladis."
"Apa Bu? Saya satu kelompok dengan perempuan cacat ini? Ibu yang benar saja. Ibu jangan bercanda"
"Jaga ucapan kamu Gladis! Adira bukan perempuan cacat" ucap Adam
"Oh rupanya ada pahlawan kesiangan sekarang"
"Kenapa? Lo ngga suka?"
"Gue ngga suka? Haha bodoamat. Lo berdua emang cocok, yang satu cacat kaki sama tangannya yang satu cacat matanya. Lo buta apa gimana sih, Dam?! Sampai lo mau berteman dengan perempuan cacat itu. Haha"
"Gue dan Adira lebih beruntung daripada lo. Karena lo cacat hati. Sampai ngga ada rasa empati sedikitpun. Hati lo terlalu dengki sampai-sampai lo selalu dihantui dengan rasa iri."
Plakk!
Sebuah tamparan berhasil mendarat di pipi Adam. Perih rasanya. Tapi Adam tahu, rasa sakit ini bukan apa-apa dibandingkan rasa sakit yang Adira rasakan.
Semua terpaku, dan tak percaya kalau Gladis akan menampar Adam. Karena mereka semua tahu kalau Gladis menyimpan perasaan untuk Adam sejak lama.
"Kamu benar-benar keterlaluan Gladis. Ibu ngga tahu lagi bagaimana cara untuk menghadapi kamu. Dan kamu ibu skors selama 1 minggu."
"Yes, ini yang gue tunggu-tunggu"
"Apa Gladis?"
"Tidak Bu. Kalau begitu saya mau pulang. Ibu menskors saya mulai hari ini kan"
Bu Maya hanya menggelengkan kepalanya, tak habis pikir jalan pikiran siswinya akan seperti itu.
"Semuanya tenang, dan duduk di tempat duduknya masing-masing. Kalau begitu untuk kelompok Adam 3 orang saja ya. Tidak keberatan kan?"
"Tidak Bu"
"Tugas kalian adalah bikin makalah tentang bullying. Kalian bisa jelaskan mulai dari pengertian sampai dampaknya. Sampai disini paham?"
"Paham Bu" ucap siswa/i kompak
"Yasudah kalau begitu kalian semua bisa istirahat"
"Yey!" teriak siswa/i
Semua siswa/i mulai keluar dari kelas dan pergi ke kantin.
Tapi Adira masih berdiam diri. Adam pun memberikan kode kepada Anjani untuk meninggalkannya berdua.
Dan kini hanya ada Adam dan Adira dikelas. Adam menatap Adira namun Adira tak membalas dengan menatapnya kembali.
Adira tengah asik menulis dengan buku Diary nya yang berwarna biru langit. Tak ada motif atau tulisan hanya ada warna biru langit yang menenangkan.Adam pun akhirnya membuka suara, dengan berkata,
"Ra, kamu ngga ke kantin?
"Adam, sejak kapan kamu disini?"
"Jadi dari tadi kamu tidak tahu kalau aku disini?" Adira menggelengkan kepalanya, lalu Adam berkata kembali "Berati aku tidak dianggap. Seperti bayangan semu" Adira tertawa, ntah Adam merasa kalau melihat Adira tertawa rasanya bahagia sekali.
Ini yang Adam inginkan, sebuah senyuman bukan air mata. Dan bahkan sekarang Adam telah berhasil, namun bukan sekedar membuat senyuman tapi sebuah tawa sudah terlukis indah dibibir Adira dan terus akan Adam abadikan di dalam pikirannya bahkan hatinya.
"Kamu kenapa? Kamu ngga lagi sakit kan? Kenapa kamu senyam-senyum sendiri?" Adira terkekeh.
"Kamu sudah mulai berani meledekku ya." ucap Adam sambil menggelitik perut Adira.
"Haha, ampun" "Tidak apa-apa, terus saja meledekku aku tak marah, aku bahagia melihat tawa itu terlukis indah dibibir kamu."
"Terima kasih Adam,kamu baik❤." ucap Adira di dalam hati
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Dan Luka
No Ficción#grasindostoryinc #nonfiksi Melihat anak-anak kecil bermain ditaman Aku menjadi teringat kejadian kelam 10 tahun yang lalu. Dimana setelah kejadian itu terjadi kehidupanku berubah 180°.