Terungkap

177 24 0
                                    

Hari semakin cepat berlalu. Tidak terasa sudah 5 tahun Adira tidak bersekolah. Adira menjalani hari-hari dengan terapi dan minum ramuan jamu dengan harapan cepat sembuh.

"Adira"

"Iya Ayah"

"Bagaimana keadaan kamu sekarang?"

"Seperti ini"

"Sabar sayang. Semua itu butuh proses, tidak ada yang instan di dunia ini jika kita menginginkan sesuatu kita harus berdoa dan berusaha. Setelah itu berikhtiar kepada Gusti Allah"

"Iya Ayah Adira tahu"

Ibu datang

"Sudah waktunya minum obat"

"Sebelum minum obat makan dulu"

"Adira masih kenyang Bu"

"Dikit saja sayang, supaya perut kamu tidak kosong"

"Ibu benar, kan kamu mau minum obat jadi harus makan dulu"

"Baiklah Aku makan"

"Mau Ibu suapin?"

"Tidak usah Bu, Adira bisa makan sendiri"

"Yasudah kalau begitu. Ibu ambil air putih ke dapur sebentar"

"Iya Bu"

"Kalau begitu Ayah ke depan dulu"

"Iya Ayah"

***

Adira menyantap makanan itu dengan lahap, walau saat ini perasaan nya sangat tidak karuan, setelah selesai makan dan minum obat.
Adira memutuskan untuk keluar mencari udara segar

Sudah lama tidak melihat pemandangan diluar rumah, ternyata sudah banyak perubahan. Seingat ku, dulu ada taman disini.
Tapi dimana taman itu sekarang?
Aku tidak melihat anak-anak kecil bermain dengan teman sebayanya, mereka sibuk dengan aktivitas didalam gadget nya.

Kemudian Aku memutuskan untuk pulang, karena pasti Ibu dan Ayah sudah menunggu ku. Jujur saja Aku tidak betah melihat mereka memandangiku seperti itu, Aku merasa risih.

Sangat berbeda kah diriku?

Mereka melihatku tanpa berkedip, seolah sedang menonton sebuah acara yang sangat dinanti

***

"Kamu dari mana?"

"Cari angin"

"Oh sudah berani jalan-jalan sendiri, jika nanti ada sesuatu saja merepotkan"

Begitulah sifat mas Aditya.
Sangat judes, Aku sampai tidak mengerti, terbuat dari apa hatinya. Secara tidak langsung setiap ucapan nya sangat menyakiti hati ku.
Itu sebabnya Aku memilih untuk tidak banyak bicara bersama mas Aditya.

"Adira minta satu hal, tolong jaga ucapan mas Adit. Apa Mas Adit tau, setiap ucapan yang keluar dari mulut mas Adit itu melukai perasaan Adira. Adira salah apa sama mas Adit?Sampai mas Adit tega seperti ini sama Adira. Mas Adit malu mempunyai adik seperti Adira? Yang cacat seperti ini? Iya? Jawab mas jawab!"

Aditya menunduk, dan kemudian pergi

"Ada apa sayang? Kenapa kamu menangis?"

"Tidak ada apa-apa Bu. Adira ingin istirahat dikamar"

"Ada apa?"

"Tidak tahu. Anak mu langsung pergi ke kamar"

"Kita tanya Aditya saja"

***

"Tok tok tok"

"Siapa?"

"Ibu sama Ayah"

"Masuk"

"Aditya"

"Ada apa"

"Ayah mu sedang berbicara, bisa tidak kamu tinggal laptop itu sebentar"

"Iya ada apa?"

"Kamu bicara apa sama Adira?"

"Maksudnya?"

"Tadi adikmu menangis, lalu Ibu tanya ada apa, malah pergi ke kamar"

"Terus"

"Kalian berdua ada apa? Pasti kamu habis berbicara sama Adira terus perkataanmu itu menyakiti perasaan Adira, makanya Adira menangis"

"Hanya Adira yang dinomor satukan dikeluarga ini. Dan Aditya selalu dinomor duakan? Jangan-jangan Aditya bukan anak kandung Ibu sama Ayah makanya kalian bersikap tidak adil seperti ini. Aditya juga butuh perhatian Ibu sama Ayah bukan hanya Adira. Kalian tidak adil"

Disisi lain, ada sepasang mata yang sudah tidak sanggup menampung air mata di pelupuk mata nya yang ingin sekali ia tumpahkan

"Ternyata, ini alasan mas Aditya"

Bersambung

Aku Dan LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang