BAB 43

2.3K 210 14
                                    

Aku menolak bersentuhan dengan Leo saat turun dari pesawat. Aku berjalan cepat masuk ke dalam mobil dengan terus menutupi wajahku dengan syalku. Para pengawal setia mendampingiku. Aku menatap keluar jendela tanpa mau menatap Leo. Leo mendengus kesal melihat sikapku. Aku tidak peduli bila dia marah saat ini. Sejujurnya aku sendiri merasa aneh dengan sikapku yang benar - benar kekanak - kanakan saat ini. Tapi aku tidak mungkin begitu saja berubah. Di sini egoku yang masih mendominasiku. Tiba – tiba dia mencengkram tanganku keras dan menarikku hingga tubuhku masuk dalam pelukkannya. Aku terkejut mendapatkan reaksinya. Aku mengangkat wajahku dan menatapnya dengan tajam. 

"LEPASKAN AKU BRENGSEK!!"

"DIAM!"

Aku terdiam mendengar bentakkan Leo. Leo mempererat pelukkannya seakan menegaskan kepadaku kalau aku harus diam. Dia mengecup puncak kepalaku menyalurkan rasa tenang. Saat itu juga aku bisa menenangkan hatiku yang sempat ketakutan karna bentakannya. 

"Diam dan tenang seperti ini. Kau ingatkan apa yang bisa aku lakukan untuk mendisiplinkanmu? Aku bisa membunuh orang untuk membuatmu tetap disisiku," bisiknya.

Aku menegang saat mendengar kata – katanya. Aku meremas kemejanya untuk menyalurkan rasa takutku. Leo terkekeh melihat reaksiku. Aku menangis ketakutan karnanya. Bukan ini yang aku mau. Aku hanya ingin dia memberiku ruang sediri untuk memikirkan apa yang sebenarnya terjadi dengan semua ini. Entah mengapa Leo seperti mengatakan kepadaku kalau dia menganggap nyawa seseorang hanya sebuah mainan untuknya. 

***

Aku terbangun karna sentuhan seduktif diperutku. Aku menyipitkan mataku yang masih mengantuk untuk melihat siapa yang melakukan itu. Leo tersenyum saat melihatku membuka mata. Dengan kesal aku berusaha melepaskan pelukkannya. Aku benar – benar lelah saat ini dan perlu tidur.

"Lepaskan aku. Jangan ganggu aku!" Ucapku kesal.

"Sweety ayolah jangan tidur lagi. Kau harus makan," ucapnya merayuku.

"Nanti saja," ucapku lirih.

Entah mengapa aku tidak bisa melawan rasa kantukku. Leo kembali menggangguku dengan mencium tengkukku. Aku mendorong wajahnya dengan keras agar dia menjauh.  

"Pergi!!"

"Kau harus makan sweety. Aku akan membiarkanmu tidur kembali setelah makan," ucapnya.

Aku menagis karna dia tidak membiarkanku tidur. Aku memukulnya seperti anak kecil yang kesal karna mainannya di rebut. Leo yang melihat itu langsung berusaha menenangkanku. Tolong jangan tanya kenapa aku begini. Aku sendiri masih bingung. Mungkin aku benar - benar sudah gila dan butuh psikiater. 

"Baiklah – baiklah aku minta maaf. Kau bisa tidur kembali," ucapnya.

Aku masih sesegukkan sambil memeluk gulingku. Aku membelakangi Leo tanpa mau di sentuh olehnya. Leo membiarkanku tertidur tanpa menyentuhku lagi.

***

Cahaya matahari membangunkanku. Aku merenggangkan kedua tanganku untuk mengurangi rasa pegalku. Tatapanku menjelajah ke sekeliling dan menemukan Leo yang nampak tidur dengan damai disebelahku. Aku menatapnya dengan kesal dan memilih pergi meninggalkannya menuju kamar pribadiku. Aku malas bertemu dengannya lagi. Sesampainya di kamar milikku, langsung saja aku mengunci pintu kamar dan kembali bergelung di tempat tidur. Tiba - tiba aku merasa mual sekali. Dengan cepat aku berlari menuju kamar mandi untuk memuntahkan seluruh isi perutku. Tapi tidak ada yang keluar. Aku menatap lama ke arah kaca untuk memikirkan mengapa aku mual sekali saat ini. Dengan malas aku berdecak kesal karna aku baru sadar tadi malam aku tidak makan. Aku yakin ini karna masuk angin. Belakangan ini memang aku sering masuk angin hingga mual - mual di pagi hari. Ini karna aku yang tidak memperhatikan pola makanku belakangan ini. Aku yakin pasti antara masuk angin atau maagku kambuh. Selama ini tidak pernah aku bicara kepada siapapun karna aku malas melihat reaksi mereka yang pasti berlebihan. Aku membuka ponselku dan menemukan beberapa pesan dari para sahabatku. Aku memberi mereka kabar kalau aku sudah sampai dengan selamat. Tertawa sendiri saat melihat pesan mereka yang lucu rasanya hari ini aku lebih senang menyendiri di sini. Ide untuk sarapan di sini tanpa Leo tiba – tiba terfikirkan olehku. Dengan cepat aku menelfon pelayan untuk membawakan sarapanku kekamarku. Masa bodo dengan Leo yang akan marah. Aku masih marah kepadanya dan malas untuk bertemu dengannya. Aku juga mau memikirkan semua sikapku yang ganjil ini. Mungkin dengan menyendiri aku bisa memperbaiki moodku.

WHEN I WAS YOUR MAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang