BAB 57

3.1K 211 10
                                    

Aku memaksa Gisel untuk ikut datang ke pesta pernikahan Olive dan Tomas. Aku ingin menunjukkan apa yang seharusnya terjadi kepadanya. Dia harus ikut bahagia melihat orang yang selama ini sudah membantunya bahagia. Dia tidak boleh bersikap kekanak – kanakkan. Biar bagaimanapun perasaannya saat ini hanya sebatas suka kepada Tomas. Bukan rasa cinta yang sudah sangat lama dia rasakan. Aku yakin itu bukan cinta yang sesungguhnya. Aku hanya ingin membuat Gisel sadar dengan perasaannya. Dan sekarang terbukti tidak ada air mata yang aku lihat dari Gisel saat melihat kebahagiaan Tomas dan Olive.

"Baik – baik saja bukan?" Tanyaku kepada Olive.

"Iya. Aku pikir aku akan merasa sakit hati," ucapnya pelan.

"Itu karna kau hanya merasa kagum kepada kebaikan Tomas. Kau akan menyesal saat benar – benar menikah dengan orang yang tidak benar kau cintai. Apa lagi sampai menyakiti wanita lain yang sudah mencintainya lebih lama. Kau tahu apa saja pengorbanan Olive untuk Tomas? Dia bahkan rela menyerahkan nyawanya demi Tomas. Jadi jangan pernah merusak sebuah hubungan yang sudah ada. Aku yakin kau akan bahagia dengan orang lain suatu hari nanti," ucapku pelan.

Gisel mengangguk dia nampak tersenyum sambil menghela nafas lega. Aku tahu dia masih minim pengetahuan tentang kehidupan karna tidak pernah berhadapan langsung dengan kehidupan luar. Inilah mengapa aku ingin mengubah pola fikir Leo yang selalu memanjakan Gisel dengan membiarkannya tetap di rumah. Aku ingin Gisel lebih banyak berada di luar untuk beradaptasi. Aku dan Leo tidak mungkin selamanya bisa menjaganya. Dia harus siap sedini mungkin.

"Kak.."

Aku menoleh ke arah Gisel yang nampak menunduk gugup. Tangannya menggenggam tanganku erat. Tidak lama kemudian aku melihat seorang pria nampak mendekat.

"Hai.."

Aku menatap pria itu dari atas dari bawah. Dia nampak gugup saat aku menatapnya. Dia nampak baik walau sederhana.

"Hm maaf nyonya bolehkah aku mengajak adikmu untuk berdansa?" Tanyanya takut.

Gisel semakin merapatkan dirinya kepadaku. Tiba – tiba aku merasakan sentuhan dipundakku. Aku menoleh dan melihat Leo yang menatap dingin ke arah pria itu hingga pria itu terintimidasi. Aku dengan tenang berdiri dari bangkuku dan tersenyum lembut kepadanya.

"Mungkin bila adikku menyetujuinya," ucapku lembut sambil melirik ke arah Gisel yang masih menunduk.

Gisel menatapku yang saat ini sedang menepuk – nepuk punggungnya. Dengan lembut aku membantunya bangun dari tempat duduknya.

"Bagaimana Gisel?" Tanyaku.

Dia nampak menghela nafas berat sambil mencoba meyakinkan dirinya. Aku tahu dia takut, tapi sudah saatnya dia mencoba untuk menghilangkan fikiran negatifnya yang selalu menghantuinya.

"Ak.."

"Sepertinya tidak."

Pria itu nampak lesu saat mendengar jawaban Leo yang tegas dan aku terkekeh untuk mencairkan suasana. Semua memandangku dengan tatapan bingung.

"Ayolah baby jangan membuat pria muda ini takut. Biarkan Gisel yang memutuskannya," ucapku sambil memeluk pinggang Leo lembut.

"Swe.."

Aku melotot ke arah Leo yang akan membantah. Dia menghentikan kata – katanya saat melihat tatapan tajamku.

"Sayang jangan membuatnya menunggu. Ayo tentukan sebelum dia membeku dengan tatapan kakakmu ini," ucapku bercanda dengan Gisel.

"Iya kak aku mau," ucap Gisel kaku.

Pria muda itu nampak tersenyum dan mengulurkan tangannya kepada Gisel yang di sambut dengan ragu.

WHEN I WAS YOUR MAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang