BAB 21

2.2K 209 18
                                    

Aku hanya diam menatap kosong ke arah jalanan tanpa minat sedikitpun. Cris dan Ezra mengantarku sampai kepemakanam orang tuaku. Memang sebelum pergi aku meminta mereka untuk mengantarku ke makam orang tuaku. Dengan pelan aku berjalan menghampiri makam mereka. Ezra dan Cris aku minta tunggu di mobil. Aku tersenyum saat menaruh mawar putih di makam mereka berdua.

"Papa.. mama.. kalian baik – baik saja kan di sana? Aku akan berusaha untuk bertahan. Tolong beri aku kekuatan. Maaf aku harus pergi dari rumah. Aku harap kalian mengerti saat ini kondisiku tidak baik untuk tetap di sana. Suatu hari nanti aku akan kembali pulang. Suatu hari saat aku sudah merasa baik – baik saja aku akan kembali. Sementara ini sahabat – sahabatku yang akan mengurus makam kalian, tapi mungkin sesekali aku akan mengunjungi kalian. Mah, pah.. maaf bila kalian sedih melihatku saat ini. Aku janji akan bangkit saat merasa sudah siap. Aku mencintai kalian berdua," ucapku sedih.

Air mata menetes saat melihat nisan yang tertulis nama orang tuaku. Dengan sekuat tenaga aku berusaha menarik nafas dan mengontrol diriku agar tidak tumbang. Aku berusaha menguatkan diri agar tetap tegar. susah payah aku menghela nafas sambil menatap langit. Hanya sebuah harapan yang aku selipkan kali ini. Aku ingin kedua orang tuaku tersenyum saat melihatku mencoba tegar tanpa mereka disisiku.

"Zeline.."

Aku terpaku saat mendengar suara orang yang sangat tidak ingin aku temui. Mengapa dia harus ada di sini saat ini. Belum siap rasanya aku menatap dia kembali. Saat ini aku takut tidak bisa lagi mengendalikan diri untuk tidak membunuhnya. Aku masih diam tidak menggubrisnya yang saat ini berdiri dibelakangku.

"Maafkan aku.. maafkan aku.. aku mohon maafkan aku. Aku menyesal menyakitimu hingga seperti ini. Aku.. mohon jangan pergi.. aku menyesal Zeline.. aku menyesal," ucapnya di sela tangisnya.

Tidak ada pergerakan ataupun kata – kata dariku. Aku hanya menatap kosong ke arah kedua makam didepanku. Dia menyesal telah membuatku kehilangan semua. Apa kata - katanya bisa menghidupkan orang tuaku? Apa kata - kata menyesalnya bisa memutar waktuku saat aku belum bertemu dengannya? Ya andai saja waktu bisa di putar, aku ingin tidak pernah bertemu Keanu atau Luna. Aku tersenyum tipis mengekspresikan betapa hancurnya aku saat ini.

"Aku menyadari kalau aku salah. Aku terlena dengan godaan itu. Aku menutup mata dari rasa cinta yang sebenarnya. Aku menyadarinya saat ini kalau aku hanya mencintaimu. Tolong maafkan aku.."

Aku tertawa lirih saat mendengar itu. Setelah menghancurkan hatiku sampai tak berbentuk dan membunuh orang tuaku dia mengatakan dia menyesal dan mencintaiku. Aku menatap langit sambil mempertahankan tawa lirihku. Tuhan benar – benar hebat mempermainkan takdirku yang membuatku hampir lupa untuk bernafas. Tuhan mengujiku di ambang batasku. Seakan hidupku hanya sebuah papan catur tanpa peduli bagaimana aku menjalani ini semua. Ya, aku marah kepada Tuhan, takdir dan semua yang terlibat. Tapi aku tidak berdaya saat ini. Aku hanya bisa mengikuti permainan ini hingga mungkin nanti aku memutuskan mati.

"Aku mohon Zeline beri aku kesempatan. Aku akan lakukan apapun untukmu," ucapnya membuat tawaku berhenti.

Aku mengalihkan tatapanku ke arah makam orang tuaku. Dengan senyum gamang aku menatap orang tuaku yang saat ini sedang berdiri di sebelah makam mereka.

"Apapun?" Tanyaku lirih.

"Apapun," ucapnya penuh keyakinan.

Keanu terdengar penuh harap saat ini.

"Hidupkan orang tuaku kembali," ucapku masih tanpa berbalik menatapnya.

Tidak ada respon apapun darinya. Perlahan aku berjalan maju sambil menyentuh nisan orang tuaku sebelum benar – benar pergi meninggalkan Keanu dibelakangku tanpa menoleh sedikitpun. Aku melihat Cris dan Ezra yang berdiri tidak jauh dariku. Mereka menuntunku memasuki mobil. Aku hanya menunduk menatap tanganku dengan tatapan kosong. Hingga sebuah ketukan di jendela menyadarkanku dari lamunanku. Aku tidak menoleh saat mendengar suara Keanu yang berusaha memanggilku dan memohon agar aku tidak pergi. Cris mempercepat laju mobilnya hingga Keanu tidak bisa mengejar. Saat itulah isak tangis keluar dari mulutku. Aku menggenggam tangan Ezra yang duduk disampingku sambil merangkulku dengan erat.

WHEN I WAS YOUR MAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang